Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Menulis untuk Palestina

Israel sangat memahami bahaya yang ditimbulkan sebuah tulisan.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Membantu Palestina dengan tulisan? Apa bisa? Bantu dengan dana dan tenaga, jelas, tapi  adakah pengaruhnya bila membantu dengan tulisan? Apalah arti sebuah tulisan?  Wajar saja jika ada sebagian yang  skeptis, dan masih menganggap  remeh peran  tulisan. Apalagi sebagai sebuah bantuan, terkesan  teramat kecil.

Namun ratusan peserta webinar Belajar Dari Bintang persembahan KBM App,  beberapa waktu lalu, sangat tercerahkan saat Dr Helvy Tiana Rosa, SS, MHum mengangkat tema "Menulis untuk Palestina". Banyak yang terhenyak sebab akhirnya memahami betapa bencana yang terjadi di Palestina saat ini di antaranya diawali dari kehadiran dua buah buku. 

Buku pertama adalah Der Judenstaat (Negara Yahudi) karya Theodor Herzl, yang terbit di tahun 1896. Di buku ini sang visioner Yahudi menyerukan agar bangsa Yahudi harus meninggalkan Eropa dan kembali ke ‘tanah asal’ mereka.

Sekalipun mengundang menimbulkan kontroversi, buku ini telah menginspirasi banyak gerakan Yahudi untuk membentuk negara sendiri. Setahun kemudian Theodor Herzl mendirikan  World Zionist Organization atau Organisasi Zionis Dunia pertama. 

 
Membantu Palestina dengan tulisan? Apa bisa? 
 
 

Sukses menyebarkan visi secara internasional, Theodor Herzl melakukan pendekatan kedua kembali melalui tulisan. Kali ini dengan pendekatan fiksi. Ia menulis novel berjudul Altneuland atau The Old New Land yang terbit tahun 1902.

Novel ini mengisahkan seorang pemuda Yahudi Austria, Friedrich Löwenberg, yang sempat mengunjungi Palestina yang tertinggal dan kumuh. Dua puluh tahun kemudian ia kembali mendatangi Palestina dan menemukan negeri ini menjadi sangat sejahtera dan maju.

Ternyata semua bermula dari sebuah gerakan Yahudi bernama New Society yang berhasil membangun negeri tersebut  bahu membahu dengan bangsa Arab setempat.

Ketika terbit, tentu saja novel ini dianggap utopis. Mendirikan negara Yahudi yang sejahtera dan berdampingan dengan bangsa Arab tentu terasa musykil. Sekali lagi sekalipun dianggap utopia, novel ini telah memperkuat mimpi untuk mendirikan negara Yahudi.

Namun impian ini masih menjadi mimpi hingga akhirnya terjadilah Perang Dunia II yang disertai dengan aksi Hitler membunuh bangsa Yahudi selama perang. Dengan peristiwa ini, bangsa Yahudi menjadi sadar betapa mereka membutuhkan tanah atau negara untuk bertahan hidup. Dengan bantuan Inggris berdirilah negara Israel.

 
Dengan tulisan, Theodor Herzl berhasil mewujudkan impiannya meski baru tercapai setelah ia wafat.
 
 

Dengan tulisan, Theodor Herzl berhasil mewujudkan impiannya meski baru tercapai setelah ia wafat. Ia meninggal tahun 1904 di usia 44 tahun hanya dua tahun berselang setelah novelnya terbit.

Semasa hidup, ia pernah melobi sultan Turki dengan sejumlah uang untuk diizinkan mendirikan negara Israel tapi gagal. Walau demikian idenya tidak hilang karena ia menulis. Kini makamnya dipindahkan dari Austria ke Yerusalem sebagai penghormatan atas jasanya mencetuskan negara Israel.

Ini hanya secuil contoh jejak sejarah yang menunjukkan betapa besar kekuatan sebuah tulisan. Bangsa Palestina sendiri sadar kekuatan kata-kata, sehingga muncul deret satrawan pejuang untuk menentang Zionisme Israel.

Sebut saja Fadwa Tauqan (1917-2003), sastrawan asal Palestina yang ditakuti Israel. Mose Dayan, menteri Pertahanan Israel legendaris bahkan mengatakan, ”Membaca puisi Fadwa Tauqan seperti menghadapi 20 pasukan komando musuh.”

Lahir juga Ghass Kanafanni (1936-1972), cerpenis, novelis, dan jurnalis asal Palestina, yang meninggal di usia 36 tahun akibat bom Mossad. Juga penulis lain seperti Edward W Said (1935-2003), Shahar Khalifah, Mourid Bourghouti (1944-2021), Susan Abulhawa, Mahmoud Darwish, dan sebagainya.

 
Israel sangat memahami bahaya yang ditimbulkan sebuah tulisan.
 
 

Israel sangat memahami bahaya yang ditimbulkan sebuah tulisan. Oleh karena itu, tidak sedikit penulis Palestina yang menjadi target pembunuhan hingga terpaksa lari ke pengasingan, bersembunyi, dan dengan sengaja menyembunyikan identitas asli hingga akhir hayat.

Sebuah tulisan bisa lebih tajam dari pedang. Menyadari kekuatannya, maka terbuka ruang sangat luas untuk membantu perjuangan Palestina selain dengan  dana dan tenaga, juga kini dengan tulisan. 

Bahkan meski dengan cara paling sederhana melalui status di  media sosial atau sekadar komentar di status kawan untuk memberikan dukungan. Mungkin meluruskan adu argumentasi yang beredar, terkait mengapa harus membantu Palestina, sementara di Tanah Air pun masih banyak pihak membutuhkan bantuan atau keributan masalah ke lembaga mana bantuan dana ini disalurkan, adakah lembaga yang benar-benar amanah? 

Bismillah, bagaimana pun, dengan cara apa pun, semoga kita tidak termasuk yang diam atau cuma bisa berkomentar dan ribut di media sosial, alih-alih mengisi secara nyata dengan apa yang kita bisa, ruang-ruang yang tersedia, termasuk lewat tulisan untuk mendukung perjuangan Palestina.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat