Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Hukum Menggunakan Pinjaman Online

Marak tawaran pinjaman online di masyarakat hingga beberapa orang terjerat.

 

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Marak tawaran pinjaman online di masyarakat hingga beberapa orang terjerat dan tidak mampu membayar cicilannya. Sebenarnya, bagaimana tuntunan berutang dalam syariah seperti pinjaman online ini? Bagaimana jika kita sudah terlanjur melakukan pinjaman online dengan bunga yang cukup tinggi? Mohon penjelasan ustaz!

Ikram - Bekasi

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Menurut syariah, idealnya seluruh kebutuhan dipenuhi secara tunai (tanpa berutang), baik berutang melalui pinjaman daring atau lainnya. Idealnya, membeli seluruh kebutuhan ini setelah tersedia kemampuan finansial yang cukup.

Tetapi, tidak setiap kondisi keuangan seseorang itu bisa membeli secara tunai. Maksudnya, mungkin terjadi kondisi tertentu yang tidak memungkinkannya untuk memenuhi kebutuhannya secara tunai. Di antaranya karena musibah seperti pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini yang mengakibatkan beberapa karyawan di-PHK dan kehilangan pekerjaan. Kemudian, biaya pengobatan tinggi, anak masuk perguruan tinggi, dan lainnya.

Oleh karena itu, dalam kondisi tersebut, berutang itu diperkenankan atau bahkan menjadi pilihan dengan memenuhi tuntunan dan adab-adabnya sebagai berikut.

Pertama, terhindar dari pinjaman ribawi. Hal itu yakni kreditor mendapatkan fee yang dipersyaratkan atas jasa pinjamannya kepada debitur. Tetapi, jika fee tersebut tidak dipersyaratkan (diberikan atas inisiatif sepihak debitur) maka diperkenankan.

Oleh karena itu, jika harus berutang, maka tidak boleh menggunakan fasilitas pinjaman online konvensional sebagai tempat meminjam. Harus melalui fitur dan skema yang sesuai syariah seperti bank syariah dan peer-to-peer lending  yang sudah mendapatkan izin dari otoritas sebagai perusahaan peer-to-peer lending yang mengelola aktivitas usahanya sesuai syariah.

Kedua, berutang untuk memenuhi kebutuhan yang halal dan prioritas (primer/sekunder) seperti kebutuhan pokok sehari-hari, biaya pendidikan, dan kesehatan sebagaimana tuntunan kaidah-kaidah Fikih Aulawiyat (prioritas). Maka, bukan bagian dari tuntunan ini kegiatan meminjam termasuk melalui pinjaman online untuk kebutuhan pelengkap atau fasilitas yang tidak dibutuhkan.

Ketiga, memiliki itikad untuk melunasi utangnya sesuai kesepakatan dengan meningkatkan kemampuan finansialnya agar bisa memenuhi pinjamannya saat jatuh tempo atau sebelumnya.

Kemudian, memenuhi setiap kebutuhannya dengan wajar (tidak berlebihan) agar tidak menyebabkan defisit dan berutang. Hidup sederhana adalah keteladanan Rasulullah SAW dan para sahabat. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Sesungguhnya hidup sederhana termasuk bagian dari iman”. (HR Jama’ah).

 
Kaidah Fikih Aulawiyat dan Fikih Muwazanah bahwa yang wajib dan primer didahulukan dari yang sunah dan sekunder
 
 

Keempat, tidak melalaikan kebutuhan lain yang lebih prioritas. Sebagaimana kaidah Fikih Aulawiyat dan Fikih Muwazanah bahwa yang wajib dan primer didahulukan dari yang sunah dan sekunder.

Saat terlanjur kredit ribawi, maka (a) tutup angsuran dengan melunasi sisa angsuran. (b) Jika tahapan di poin a (melunasi sisa angsuran) tidak bisa dilakukan karena ketidakmampuan secara finansial atau karena ada kebutuhan lain yang lebih darurat untuk dipenuhi, maka kredit tersebut harus dialihkan ke bank syariah.  (c) Jika tahapan a dan b tidak dapat dilakukan karena masalah finansial dan lainya yang setara kedaruratannya, maka kredit tersebut dilanjutkan sampai lunas dengan itikad/komitmen tidak akan mengulangi transaksi ribawi. Wallahu a’lam

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat