Pengendara membayar infak menggukan mesin layanan Zakat, Infak dan Shodaqoh Drive Thru yang terpasang di area Masjid Jami Al-I’thishom, Cilandak, Jakarta, Selasa (15/12). Layanan ZIS Drive Thru tersebut merupakan sebuah inovasi yang mempermudah warga memb | Republika/Thoudy Badai

Khazanah

Kemenag: Secepatnya Perpres Zakat ASN Disahkan

Perpres Zakat ASN masih dalam bentuk konsep dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut lintas kementerian.

JAKARTA — Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai pemotongan gaji aparatur sipil negara (ASN), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), TNI, dan Polri hingga 2,5 persen untuk zakat. Saat ini, peraturan presiden (perpres) terkait hal itu masih dalam pembahasan lintas kementerian. 

“Pekan lalu sudah dimulai pembahasan lintas kementerian,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin kepada Republika, Senin (29/3). 

Adapun kementerian yang ikut dalam pembahasan, antara lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan), TNI, Kantor Staf Presiden, dan Sekretariat Negara (Setneg).

Saat ini, kata dia, Perpres Zakat ASN masih dalam bentuk konsep dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut lintas kementerian. Meski demikian, ia menegaskan, secepatnya perpres ini akan disahkan. 

Lebih lanjut, Kamaruddin mengatakan, ASN dapat mengajukan keberatan terkait dengan pemotongan gaji 2,5 persen untuk zakat. 

"Jika ada ASN yang tidak berkenan gajinya disisihkan atau dipotong dapat mengajukan keberatan dan tidak akan dipotong," kata dia. 

Adapun ASN yang akan dipotong gajinya untuk zakat adalah mereka yang gajinya telah mencapai nisab, yakni setara 85 gram emas atau kurang lebih Rp 85 juta per tahun atau Rp 7 juta per bulan. Artinya, jika gajinya di bawah itu, tidak dipotong. Begitu pun ASN non-Muslim, tidak dipotong.

"Adapun peruntukan dana zakat itu terutama untuk membantu kaum dhuafa, fakir miskin, untuk pengentasan kemiskinan," kata Kamaruddin. 

Dalam pandangan pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono, wacana diwajibkannya zakat bagi kalangan ASN melalui perpres rentan mendapat penolakan. Menurut dia, sistem perzakatan nasional dalam peraturan perundang-undangan saat ini bersifat sukarela.

"Rentan ditolak karena sesuai konstitusi Undang-Undang Pengelolaan Zakat, zakat bersifat voluntary (sukarela). Jadi, bukan di ranah sistem yang wajib," kata dia.

Yusuf mengatakan, kalau kemudian banyak ASN yang menolak, penolakan tersebut terbilang kuat karena dasar pewajiban ini hanya berdasarkan perpres. "Harusnya ya ngikut ke undang-undang, juga ke konstitusi. Dan kalau melihat ke dua itu, tidak ada landasan mewajibkan zakat," ujar dia. 

Sekalipun aturan tersebut dibuat menjadi tidak wajib, Yusuf melanjutkan, akan memberi tekanan kepada kalangan ASN. "Kalau misalnya ada surat edaran, tetapi mereka enggak mau ikut misalnya, enggak mau dipotong, akan ada sanksi sosial, 'Wah, dia gak mau bayar zakat'. Tetap akan ada tekanan ke ASN," ujarnya.

Ketika ingin mewajibkan pembayaran zakat bagi kalangan ASN, Yusuf menerangkan, seharusnya UU Pengelolaan Zakat yang masih berlaku saat ini diamendemen terlebih dulu. "Jadi, kalau peraturan undang-undangnya sudah diamendemen, baru itu kuat.’’ 

Lebih lanjut, Yusuf menyampaikan, sebetulnya pengembangan dunia zakat di Indonesia berada pada jalur yang tepat. Dengan sistem sukarela, menurut dia, penghimpunan zakat mengalami peningkatan, tetapi memang belum optimal. Kondisi ini karena pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan kerangka regulasi yang kondusif.

"Dunia filantropi itu sangat membutuhkan regulator yang independen, kuat, kredibel, untuk memastikan kepercayaan publik kepada lembaga zakat nasional itu kuat.’’

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat