Pengunjung membaca koleksi buku usai peresmian di Gedung Layanan Perpustakaan Palembang, Sumatra Selatan, Selasa (22/12/2020). Gedung layanan perpustakaan Palembang yang menyajikan ratusan ribu buku ini mulai dibuka untuk umum dengan menerapkan prokes. | FENY SELLY/ANTARA FOTO

Nasional

Perpustakaan Integrasikan Literasi dan Pembelajaran

Perpustakaan harus mengembangkan diri menjadi digital

 

JAKARTA -- Perpustakaan sekolah abad 21 itu harus mengintegrasikan antara aktivitas literasi dan pembelajaran. Buku yang disediakan mestinya tidak hanya berkaitan dengan pelajaran. Harus ada buku-buku tentang berbagai ilmu pengetahuan baik dalam bentuk cetak maupun digital.

"Jadi dia koleksinya bisa buku-buku, teks buku-buku referensi yang terkait dengan kurikulum. Tapi yang tidak kalah penting juga buku-buku pengayaan," kata Irsyad, dalam webinar Cyber Librarian Sebagai Penggerak Literasi Sekolah, Senin (29/3).

Perpustakaan juga perlu menyediakan layanan bukan hanya untuk tempat anak membaca, namun juga berdiskusi. Bahkan, lanjut dia perpustakaan bisa digunakan sebagai tempat belajar. Guru bisa memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat melakukan proses pembelajaran.

"Di situ juga, masyarakat, orang tua juga bisa berpartisipasi dan berkegiatan di sana, dan saling memberikan kontribusi," kata dia lagi.

Selain itu, ia menambahkan di era digital seperti saat ini, apalagi ditambah pandemi Covid-19, banyak perpustakaan yang secara fisik tidak dibuka. Hal ini menyebabkan koleksi digital menjadi sangat penting. Perpustakaan harus mengembangkan diri ke perpustakaan digital juga.

Kemendikbud sebelumnya melakukan survei terhadap aktivitas literasi membaca nasional. Secara umum masih pada kategori rendah, terutama dipengaruhi oleh akses terhadap bahan bacaan.

"Kalau kita lihat poinnya, paling rendah itu akses yaitu 23,09 poin. Lalu juga budaya baca yang cukup rendah 28,50 poin," kata Irsyad menjelaskan.

Namun, menurut dia, akses pada bahan bacaan merupakan faktor krusial yang mempengaruhi aktivitas literasi masyarakat. Jika masalah akses sudah diatasi maka hal-hal lain terkait aktivitas membaca bisa ikut ditingkatkan.

photo
Anggota polisi memberikan pendidikan budi pekerti kepada sejumlah siswa saat kegiatan belajar di Perpustakaan Sabha Widya Sradha, Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Senin (22/2/2021). Perpustakaan desa tersebut aktif memberikan pendidikan nonformal kepada para siswa selama pandemi Covid-19 untuk membentuk karakter dan memotivasi semangat belajar. - (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)

Tingkatkan sarana dan prasarana

Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengatakan saat ini negara perlu meningkatkan sarana prasarana untuk membaca di seluruh Indonesia. Saat ini, berdasarkan data jumlah buku di perpustakaan umum di Indonesia, rasio nasional yaitu 0,09 yang artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang.

"Ternyata buku yang tersedia di seluruh perpustakaan umum di Indonesia tidak banyak. Kalau ditotal ya kurang lebih 25 juta untuk 270 juta orang. Satu buku ditunggu 90 orang. Bagaimana Anda mau menghakimi orang rendah budaya bacanya ketika Anda hanya menjadikan buku untuk 90 orang," kata Syarif, dalam webinar Cyber Librarian Sebagai Penggerak Literasi Sekolah, Senin (29/3).

Berdasarkan data dari Perpustakaan Nasional, masing-masing pulau besar di Indonesia masih mengalami kekurangan buku. Di Jawa dan Bali, dengan jumlah penduduk 154 juta jiwa, jumlah buku sebanyak 11 juta eksemplar atau rasionya 0,58.

Di Sumatra, jumlah penduduk 58 juta jiwa sementara jumlah bukunya sebanyak 6,04 juta eksemplar dengan rasio 0,10. Di Kalimantan, jumlah penduduknya 16 juta jiwa, dan jumlah bukunya sebanyak 2,05 juta eksemplar, dengan rasio 0,60. Di Sulawesi dan Nusa Tenggara, jumlah penduduk 31 juta jiwa, jumlah bukunya 2,3 juta eksemplar, dengan rasio 0,63. Sementara di Papua dan Maluku, jumlah penduduk 8,6 juta jiwa, jumlah bukunya 709 ribu eksemplar, dengan rasio 0,38.

Syarif menegaskan, buku adalah sumber ilmu pengetahuan. Membaca buku, menyebabkan seseorang berpikir dan membandingkan apa yang tersedia di buku dengan pengalaman pribadinya. Hal ini kemudian memunculkan pergumulan diskusi di dalam otak manusia.

Saat ini, sudah bukan saatnya menghakimi Indonesia memiliki budaya baca yang rendah. Sebab, menurut Syarif, bagaimana budaya baca Indonesia mau tinggi jika jumlah buku secara nasional saja masih kurang.

"Menurut saya, sudah tidak relevan lagi untuk terus mengangkat-angkat tentang tingkat budaya baca. Yang paling penting sekarang adalah tingkat ketersediaan sarana prasarana," kata Syarif menegaskan.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Perpustakaan Nasional RI (perpusnas.go.id)

Kunjungan ke perpusda masih minim

Minat masyarakat untuk membaca di Perpustakaan Daerah (Perpusda) Kabupaten Bogor terbilang masih rendah. Padahal, perpusda merupakan salah satu fasilitas umum yang diperbolehkan beroperasi selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro.

Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (DAPD) Kabupaten Bogor, Tati Mariati, mengatakan, ada belasan ribu judul buku yang menjadi koleksi perpusda, yang bisa dibaca pengunjung. "Saat ini ada 13 ribu judul dengan 35 ribu eksemplar buku yang bisa dibaca oleh masyarakat," kata Tati di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/3).

Perpustakaan tiga lantai tersebut juga menyediakan ruang baca khusus anak-anak dan remaja. Tati mengatakan, di lantai dua terdapat buku-buku umum, dan lantai tiga menjadi gudang buku. Dia mengatakan, perpusda terus menerima sumbangan buku dari masyarakat.

Menurut dia, buku hasil sumbangan itu nantinya didistribusikan ke desa yang membutuhkan. Sebab, buku yang dipajang di perpusda merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. "Mungkin nanti, penyumbang (buku) ini kita berikan semacam piagam atau setifikat penghargaan dari pemerintah daerah," jelasnya.

Guna meningkatkan minat baca masyarakat, sambung dia, DAPD Kabupaten Bogor memiliki program terobosan. Di antaranya, Pojok Baca yang sudah tersedia di 10 desa dan perpustakaan keliling yang menyambangi berbagai sekolah. Sehingga, konsep yang diusung adalah buku mengunjungi pengunjung atau calon pembaca.

"Kita telah menjalankan program ini di Kelurahan Cibinong dan responsnya cukup bagus karena untuk ruang tunggu kelurahan. Jadi, perpustakaannya disimpan di ruang tunggu kelurahan untuk sambil menunggu pelayanan di desa bisa sambil baca-baca," ucap Tati. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat