Ilustrasi berpuasa pada Ramadhan. Biasanya pelaku puasa banyak menghabiskan waktu untuk beribadah, seperti membaca Alquran. | SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO

Khazanah

Wajibkah Pasien Covid-19 Puasa Ramadhan?

Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang khusus dan memberikan kesan tersendiri untuk umat Islam.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI 

Ramadhan sebentar lagi akan menyapa. Kewajiban puasa segera dijalani umat Islam sedunia. Meski demikian, tahun ini sudah memasuki tahun kedua puasa pada era Covid-19. Masih banyak pertanyaan di benak Muslim apakah wajib bagi seorang pasien Covid-19 untuk menjalankan ibadah puasa? 

Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan, puasa Ramadhan wajib bagi setiap Muslim sesuai syarat dan rukunnya. Namun, kewajiban ini mendapat pengecualian bagi mereka yang sedang menderita sakit. Sebagaimana firman Allah SWT:  “Barang siapa sakit atau dalam perjalanan (kemudian tidak puasa) maka gantilah pada hari lainnya (QS al-Baqarah: 185).

Pengecualian ini juga berlaku bagi mereka  yang sedang terjangkit Covid-19. Jika memang penderita virus hanya memiliki gejala ringan, mereka masih wajib berpuasa. Jika gejala sedang, bisa mempertimbangkan sejauh mana puasa dapat berdampak pada kesehatan. Jika memang sanggup, puasa wajib hukumnya. Apabila tidak mampu, yang bersangkutan bisa mengqadha puasa pada 11 bulan berikutnya sehingga tidak harus menunggu keterangan atau rekomendasi dari dokter.

"Demikian juga pasien yang memiliki gejala berat dan memiliki penyakit penyerta (komorbid) yang membahayakan jiwa tidak wajib berpuasa,” kata dia kepada Republika, Ahad (21/3).

Sekjen Al Washliyah Ustaz Masyhuril Khamis sepakat, seseorang yang sedang sakit memiliki keringanan untuk menunda puasanya sampai ia kembali sehat dan mampu berpuasa. Sakit yang dimaksud adalah semua jenis sakit yang menjadikan seseorang tidak mampu berpuasa, termasuk seseorang yang terjangkit Covid-19.

"Mereka yang terjangkit kemudian mengalami gejala yang menjadikannya tidak mampu lagi berpuasa boleh membatalkan puasa pada hari itu. Akan tetapi, bagi sebagian orang yang terkena virus Covid-19, tidak memiliki gejala atau gejala ringan saja, keringanan tidak berpuasa tidak berlaku padanya," ujar dia.

Namun, batasan sakit yang membolehkan untuk tidak berpuasa bisa dikembalikan kepada dokter yang kompeten. Karena itu, dia menyarankan sebaiknya penderita Covid-19 berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu.

Ahmad Hilmi dalam Mereka yang Boleh Tidak Puasa Ramadhan menjelaskan, para ulama sepakat bahwa sakit adalah salah satu sebab dibolehkannya tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Hanya, para ulama fikih berbeda pendapat tentang kriteria sakit tersebut,  apakah untuk semua penyakit atau hanya penyakit tertentu.

Secara umum, ulama tidak memiliki perbedaan pendapat yang signifikan terkait penentuan kriteria sakit yang membolehkan seseorang tidak berpuasa Ramadhan. Penyakit yang dimaksud adalah penyakit yang akan bertambah buruk atau lambat kesembuhannya atau  semakin parah jika puasa dilakukan. Namun, jika tidak memberi pengaruh negatif terhadap penyakit yang diderita, puasa tetap wajib dilakukan.

Mahzab Hanafi menjelaskan bahwa ketika seseorang dalam satu kondisi tertentu dibolehkan shalat fardhu dengan duduk, itu juga dijadikan patokan boleh tidak puasa. Sedangkan, kebolehan secara mutlak, bahkan sampai derajat wajib tidak puasa, adalah ketika puasa dikhawatirkan menyebabkan kematian. 

Pada Mazhab Maliki, boleh tidak puasa karena adanya penyakit yang dikhawatirkan akan makin bertambah atau makin buruk, melalui diagnosis dokter, atau pengalaman, jika puasa tetap dilakukan. Bahkan, ketika puasa tersebut bisa menyebabkan kematian, tidak puasa menjadi wajib. Puasa tidak boleh ditinggalkan karena tidak ada kesulitan apa pun, bahkan tidak ada unsur yang membahayakan jika tetap berpuasa.

Untuk Mazhab Syafi'i, Imam An-Nawawi berpendapat, hanya sekadar sakit tidak lantas menjadikan rukhsah bolehnya tidak puasa. Mereka yang sakit ringan tanpa ada unsur sulit dan berat yang jelas-jelas tampak dan dirasakan harus tetap puasa. Menurut An-Nawawi, pendapat ini berseberangan dengan Mazhab Dhahiriyah yang menjadikan semua sakit secara mutlak sebagai kebolehan tidak puasa.

Pada Mahzab Hanbali, Imam Ibnu Qudamah di dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan tentang kriteria penyakit yang menjadi faktor bolehnya tidak berpuasa adalah sakit yang menjadi parah atau penyembuhannya lambat dengan dilaksanakannya puasa.

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa penyakit itu berbeda-beda. Ada yang dengan berpuasa menjadi berbahaya, ada juga yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan puasa, seperti sakit gigi, luka di jari, dan sebagainya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat