Keluarga Khant Nyar Hein (18 tahun), seorang remaja yang gugur ditembak aparat keamanan, berduka dalam prosesi pemakaman di Yangon, Selasa (16/3). | STRINGER/EPA

Internasional

Korban Tewas Myanmar Lampaui 200 Orang  

Badan Bantuan Tahanan Politik menyebutkan ada 202 orang tewas sejak kudeta militer Myanmar 1 Februari.

YANGON -- Jumlah korban tewas dalam unjuk rasa antikudeta di Myanmar melampaui 200 orang, Rabu (17/3). Sementara tim investigasi PBB menyerukan warga Myanmar untuk mendokumentasi dan mengumpulkan bukti tindakan pidana junta militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa.

Badan Bantuan Tahanan Politik, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), menyebutkan ada 202 orang tewas sejak kudeta militer 1 Februari. Angka tersebut banya untuk kematian yang sudah diverifikasi pada Selasa (16/3).

"Pasukan junta membidik pengunjuk rasa dan juga warga biasa dengan menggunakan senapan penembak jitu tanpa peduli waktu atau tempat," kata AAPP.

"Sejumlah orang yang cedera ditahan atau meninggal tanpa akses mendapatkan perawatan kesehatan, ada orang yang meninggal karena disiksa saat diinterogasi, sejumlah orang lainnya yang ditembak mati saat penumpasan, diseret tanpa belas kasihan dan jenazah mereka tidak dikembalikan pasukan junta kepada keluarga mereka," kata AAPP menambahkan.

AAPP menyebutkan, sekurangnya 2.181 orang ditahan atau didakwa. Sedangkan 1.862 orang lainnya baru ditangkap atau diburu.

Di Jenewa, tim investigasi PBB untuk Myanmar menyerukan pada Rabu, agar rakyat Myanmar mengumpulkan dokumen untuk bukti kekerasan junta militer. Bukti-bukti itu akan dipakai untuk menyusun dakwaan terhadap para pemimpin junta Myanmar.

"Orang yang paling bertanggung jawab dalam kejahatab pidana internasional yang serius biasanya orang yang berada di posisi tinggi," ujar Nicholas Koumjian, ketua tim PBB tersebut. "Biasanya mereka buka orang yang secara fisik hadir melakukan pejahatan dan seringnya, mereka tidak ada di lokasi tempat kejahatan dilakukan."

"Untuk membuktikan mereka bertanggung jawab, diperlukan bukti laporan yang diterima, perintah yang diberikan, dan bagaimana kebijakan itu dijalankan," kata Koumijan, menyebutkan dokumen bisa dikirim melalui akun Sign atau ProtonMa.

photo
Tubuh Ma Shal Yi Win (24 tahun) terbaring usai ditembak aparat kepolisian dalam aksi unjuk rasa menolak kudeta militer di Mandalay, Ahad (14/3). - (STRINGER/EPA)

Namun, junta tak menanggapi saat dihubungi Reuters. Militer melakukan kudeta dan menahan pemimpin sipil terpilih, Aung San Suu Kyi (75 tahun), dan Presiden Win Mynt. Militer menuding kecurangan dalam pemilihan umum 8 November yang dimenangkan Partai Suu Kyi, National League for Democracy (NLD). Meski berjanji akan menggelar pemilu ulang, junta militer tak kunjung menyebutkan jadwal pasti.

Sementara itu media Myanmar melaporkan, asosiasi pendeta Budha yang paling berpengaruh, Komite Sangha Maha Nayaka, di Myanmar tampak mulai menjaga jarak dari junta militer. Mereka menyerukan junta mengakhiri kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Mereka juga menuding "minoritas bersenjata" menyiksa dan membunuh warga sipil tak bersalah sejak kudeta 1 Februari.

Komite Sangha Maha Nayaka berencana mengeluarkan pernyataan setelah berkonsultasi dengan menteri agama pada Kamis. Pendeta Buddha memiliki peran bersejarah dalam aktivisme di Myanmar. Mereka ada di garda terdepan dalam aksi 2007 yang disebut, "Saffron Revolution".

Jaringan internet yang diputus total menyulitkan pengunjuk rasa berkomunikasi atau memverifikasi informasi. Hanya sedikit orang di Myamar yang memiliki akses ke Wifi.

"Kami menggunakan sistem protes gerilya. Kami minta orang-orang untuk bubar jiga pasukan keamanan datang," ujar Chit Chit Win, anggota kelompok protes wanita. "Kami menghindari konfrontasi namun berupaya sebisanya."

Seruan Paus

Di Vatikan, Paus Fransiskus menyerukan diakhirnya pertumpahan darah di Myanmar. Seruan ini disampaikan setelah misa pekanan yang digelar di perpusatakaan Vatikan.

"Saya bahkan berlutut di jalanan Myanmar dan mengatakan, 'Hentikanlah kekerasan'," kata Paus secara simbolis. "Saya bahkan membuka tangan dan berkata, biarkan dialog yang bekerja."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat