Siswa sekolah vokasi merakit alat pendeteksi Covid-19 GeNose di Teaching Factory SMK SMTI Yogyakarta, Senin (1/3). | Wihdan Hidayat / Republika

Opini

Politik Ekonomi Sekolah Vokasi

Visi sekolah vokasi yang tepat bukanlah untuk menyiapkan diri bila diterima di industri.

BAMBANG SETIAJI, Guru Besar Ekonomi Ketenagakerjaan dan Anggota BSNP

Mengaitkan sekolah dan ekonomi, dalam arti sempit dunia industri, merupakan obsesi sejak lama. Kebijakan link and match dipopulerkan pertama kali oleh  Wardiman Djojonegoro, menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia tahun 1993 hingga 1998.

Tujuannya adalah mendekatkan kurikulum dan capaian pendidikan baik dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada kebutuhan dunia industri. Untuk itu, sejak awal penyusunan kurikulum dunia industri dilibatkan untuk memberikan arahan.

Beberapa perusahaan besar bersedia memberikan bantuan produk produknya untuk kegiatan bengkel sekolah sekolah vokasi. Bantuan tersebut saling menguntungkan.

 
Untuk itu, sejak awal penyusunan kurikulum dunia industri dilibatkan untuk memberikan arahan.
 
 

Sekolah akan memperoleh bantuan laboratorium dan perbengkelan dan industri memperoleh sumber tenaga kerja bagi kebutuhan langsungnya dan sumber after sale service dengan merebaknya bengkel bengkel servis bahkan sampai di pedesaan.

Ketersediaan ini akan meningkatkan penjualan, masyarakat akan memilih merek yang di sekitarnya terdapat layanan servis.

Pada periode Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo, 2004 sampai 2009, sekolah vokasi memperoleh perhatian dengan upaya membalik persentase yang pada waktu itu 70 sekolah menengah atas umum, dan 30 sekolah menengah kejuruan.

Periode berikutnya, 2009 sampai 2014, Prof Muh Nuh membagikan mesin mesin eks mobil Timor ke berbagai SMK dan siswa mencoba merakit mobil nasional Esemka yang populer saat Presiden masih menjabat wali kota Solo dan ikut mengantarkan popularitas beliau.

Diangkatnya Nadiem Makarim yang berlatar belakang pengusaha modern, sekolah vokasi diharapkan lebih berperan pada pembangunan ekonomi melalui pengembangan industri yang sekarang memasuki era digital dan berjejaring.

 
Di tengah persoalan yang digambarkan tersebut, tidak menghalangi misi SMK untuk mendorong ekonomi melalui kemajuan berbagai industri.
 
 

Menurut Pusat  Data dan Informasi Kemendikbud, sekarang siswa yang mengambil sekolah menengah vokasi berjumlah 60 persen dari total hampir 12 juta siswa. Dari 60 persen itu, 70 persen di SMK swasta yang fasilitas pendidikannya secara umum masih sangat kurang.

Demikian juga kuantitas dan kualitas guru serta proses pendidikannya. Di tengah persoalan yang digambarkan tersebut, tidak menghalangi misi SMK untuk mendorong ekonomi melalui kemajuan berbagai industri.

Pemerintah mengaitkan kurikulum dengan dunia usaha dan dunia industri serta mendorong dan memberi insentif perkawinan massal antara sekolah vokasi dan dunia industri.

Misi ekonomi

Dari sisi ekonomi khususnya, produk manufaktur terkait sekolah vokasi, neraca pertukaran kita defisit terhadap Cina. Produk seperti berbagai alat dapur nonmesin dari gelas, sendok, alat penggorengan, pemanggang, perebus, dan lainnya,  barang dari Cina mendominasi.

Alat dapur dan alat rumah tangga elektronik skala rumah tangga, restoran serta industri makanan, juga hampir dipastikan produknya diimpor dari Cina.

 
Dari sisi ekonomi khususnya, produk manufaktur terkait sekolah vokasi, neraca pertukaran kita defisit terhadap Cina.
 
 

Alat pertukangan dan perbengkelan dari pasah, bor, gerinda, dan sebagainya yang semula dari Jepang dan Jerman juga beralih ke produk Cina karena harga yang murah.

Selain itu, alat alat keteknikan untuk laboratorium dan perbengkelan fakultas teknik dan SMK serta komputer dari Cina berharga sekitar 30 sampai 40 persen dari harga produk dari negara lain.

Kemajuan industri Cina diekspos seluruhnya melalui marketplace Alibaba.com yang menggambarkan variasi sangat luas dari berbagai mesin industri, berbagai level dari industri ringan ke industri berat.

Alibaba menyajikan variasi yang banyak alternatif dari perusahaan Cina yang saling bersaing, ciri lain yang hampir pasti adalah harganya murah. Maka, politik ekonomi sekolah vokasi harus diarahkan mengurangi defisit pertukaran barang manufaktur dengan Cina.

 
Pemerintah melalui Kemendikbud, bisa menyaingi Cina di dalam negeri dengan memilih barang barang yang diperlukan oleh UMKM dan rumah tangga kita.
 
 

Ini dapat dilakukan dengan jalan sama yang ditempuh Cina yakni membeli, membongkar, dan meniru. Dengan penduduk 260 juta jiwa dan 65 juta UMKM,  saatnya dilakukan modernisasi melalui penyediaan mesin mesin karya sekolah vokasi.

Pemerintah melalui Kemendikbud, bisa menyaingi Cina di dalam negeri dengan memilih barang barang yang diperlukan oleh UMKM dan rumah tangga kita.

Untuk memordernisasi  UMKM melalui sekolah vokasi, pemerintah bisa mengalokasikan pada tahap awal misalnya, 10 sampai 20 titik sekolah industri atau teaching factory yang serius. Sekolah sekolah ini, bertugas memproduksi mesin mesin ringan yang cukup pintar.

Dengan bantuan peralatan dari pemerintah, tenaga kerja berasal dari anak anak sekolah yang bukannya dibayar tetapi membayar dan subsidi listrik untuk sekolah. Hasil produk anak anak ini, pasti bisa bersaing dengan produk yang diimpor dari Cina.

Satu di antara sekolah itu, memikirkan aplikasi marketplace-nya. Keuntungan bagi UMKM atau rumah tangga yang membeli misalnya, berupa jaminan perbaikan kerusakan yang selama ini sulit didapat bila membeli dari marketplace yang berasal dari Cina.

 
Kenyataan bahwa 60 persen anak kita sekarang mengambil sekolah vokasi dan 70 persen dari anak anak ini dididik di sekolah swasta, mau tidak mau harus diberikan perhatian kepada sekolah swasta.
 
 

Kerusakan akan dikembalikan ke sekolah untuk dipelajari lagi. Sekolah sekolah vokasi produksi adalah pusat pengembangan dan konsultasi UMKM.

Visi UMKM

Kenyataan bahwa 60 persen anak kita sekarang mengambil sekolah vokasi dan 70 persen dari anak anak ini dididik di sekolah swasta, mau tidak mau harus diberikan perhatian kepada sekolah swasta.

Masyarakat banyak mewakafkan tanah terutama karena dorongan agama tetapi wakaf tunai untuk menopang operasional sekolah bisa dikatakan tidak ada.

Pemerintah tidak perlu memperbanyak sekolah negeri yang bersifat trade off dengan sekolah swasta, setiap satu sekolah negeri ditambahkan maka dua sekolah swasta di sekitarnya akan merosot tetapi tidak tutup. Kualitas anak bangsa secara umum akan merosot.

Kemitraan adalah cara terbaik, program penambahan sekolah dan perbaikan kualitas dari pemerintah dikerjasamakan dengan kegiatan wakaf di masyarakat. Hal ini juga penting untuk visi inklusivitas.

 
Kurikulum kita sangat cenderung kepada industri besar atau menengah besar, dengan spesialisasi dan pembagian kerja.
 
 

Setelah 60 persen anak anak kita ke SMK, kenyataannya mereka menganggur dan angka pengangguran SMK meningkat. Ini disebabkan kesalahan orientasi anak SMK kita ke industri besar. Struktur industri kita 99,9 persen UMKM dan cakupan ketenagakerjaannya 97 persen.

Kurikulum kita sangat cenderung kepada industri besar atau menengah besar, dengan spesialisasi dan pembagian kerja. Akuntansi dan keuangan, misalnya, dirancang dioperasikan oleh beberapa staf yang menjadi tidak efisien untuk UMKM.

Fungsi check and balance tidak bisa dilakukan, padahal karakter terutama kepercayaan dan kejujuran merupakan unsur penting dalam ketenagakerjaan yang menangani UMKM.

Karena itu, visi sekolah vokasi yang tepat bukanlah untuk menyiapkan diri bila diterima di industri menengah atau besar yang umumnya mempunyai lembaga pelatihan yang baik. Sebaliknya, lebih baik, secara umum diarahkan untuk membantu memodernisasi UMKM. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat