KBRI Riyadh. Belum lama ini KBRI Riyadh menyelamatkan uang pekerja migran hingga Rp 22,8 miliar | KBRI Riyadh

Nasional

Upaya KBRI Riyadh Selamatkan Uang TKI Rp 22,8 Miliar

Uang tersebut merupakan gaji dan denda majikan yang seharusnya diberikan kepada pekerja migran Indonesia (TKI).

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia di hampir sepanjang tahun 2020 tidak menyurutkan langkah KBRI Riyadh dalam terus memberikan pelindungan dan pelayanan optimal kepada para WNI/PMI yang hidup dan mencari nafkah di Arab Saudi.

Apalagi para pahlawan devisa tersebut tersebut mayoritas didominasi oleh para pekerja domestik di sektor informal yang rentan menghadapi berbagai masalah dan kasus. 

Di Arab Saudi, kasus positif Covid-19 pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020, yang kemudian diikuti oleh berbagai kebijakan pengetatan hingga lockdown total telah menimbulkan  dampak nyata kepada para WNI/PMI di Saudi.

Namun keadaan ini, justru menjadi pelecut semangat KBRI Riyadh untuk mewujudkan kehadiran negara di tengah berbagai tantangan yang WNI hadapi.  

Duta Besar RI Riyadh Agus Maftuh Abegebriel menggelorakan semangat para diplomat dan staf KBRI dengan doktrin pelayanan prima dan istimewa untuk para WNI, “Jargon yang selalu saya tekankan kepada para pasukan di KBRI adalah bahwa kami datang untuk melayani bukan dilayani”, tegas Agus Maftuh seperti diberitakan dalam rilis KBRI. 

KBRI Riyadh mencatatkan capaian yang tidak kecil dalam hal pelindungan dan pelayanan WNI/PMI selama tahun 2020 lalu meski situasi sulit akibat pandemi. Diantara capaian tersebut adalah upaya menyelamatkan hak-hak keuangan PMI dengan jumlah cukup fantastis yaitu senilai sekitar SAR 6.2 juta atau setara Rp 22,8 miliar. Hak-hak finansial tersebut terdiri antara lain dari gaji yang awalnya tidak dibayarkan, uang diyat, serta asuransi yang berhasil diperjuangkan dan dicairkan.

Di luar itu, KBRI juga memberikan bantuan dan pendampingan hukum bagi 14 WNI yang tersandung kasus pidana berat atau HPC (high profile cases) seperti kasus pembunuhan maupun sihir baik para WNI tersebut tertuduh sebagai pelaku/terpidana maupun sebagai korban. 

Adapun jumlah WNI/PMI yang kasusnya berhasil ditangani adalah sebanyak 1757 PMI. Diantaranya  adalah 660 PMI yang berlindung di penampungan KBRI atau dikenal dengan istilah Rumah Singgah Harapan Mandiri (Ruhama). Sedangkan sisanya sebanyak 1097 PMI adalah mereka yang berada di luar penampungan. 

Permasalahan yang mereka hadapi bermacam-macam. Ada yang habis kontrak namun tidak dipulangkan oleh majikan (205 kasus), datang ke Arab Saudi dengan visa ziarah/kunjungan lantas dipekerjakan dan terjadi perselisihan dengan majikannya (131 kasus), PMI hilang dan tidak ada kabar berita (110 kasus), tidak betah bekerja (100 kasus), habis kontrak namun sisa gaji tidak dibayarkan (97 kasus), maupun PMI kabur dari majikan  (594 kasus).

Khusus pelayanan yang terkait langsung dengan permasalahan di masa pandemi Covid-19, KBRI melakukan tes PCR bagi sebanyak 233 WNI penghuni Ruhama. 

Adapun  WNI yang mengalami kesulitan hidup dan terdampak secara ekonomi akibat pandemi, KBRI menyalurkan bantuan sembako dengan jumlah penerima sebanyak 3322 orang (2826 PMI dan 496 pelajar/mahasiswa).

Keberhasilan lainnya, KBRI juga berhasil menyelesaikan masalah dan memulangkan 881 WNI/PMI, dengan rincian 640 orang dari penampungan/ruhama dan 241 dari luar penampungan.

Delapan tahun upaya menyelamatkan Sumarwini

Setelah delapan tahun, KBRI Riyadh Arab Saudi akhirnya membebaskan dan memulangkan Sumarwini binti Giono dari tuntutan denda Rp 5,6 miliar.

Dia adalah pekerja migran Indonesia (PMI) asal Jember. Nasibnya kurang beruntung. Selama ini dikenal sebagai penghuni terlama di penampungan KBRI Riyadh “RUHAMA” . Kini akhirnya bisa bernapas lega.  

Setelah meninggalkan kampung halaman sejak 14 tahun lalu, menghuni penjara Saudi selama 5 tahun dan tinggal di penampungan KBRI selama 7 tahun, Sumarwini akhirnya memastikan bisa  pulang kembali ke Tanah Air menggunakan maskapai Etihad yang berangkat dari Riyadh pada malam hari Selasa, 19 Januari 2021.  Ia dinyatakan bebas dari tuntutan denda Rp 5,6 miliar.

“Alhamdulillah ya Rabbi. Terima kasih KBRI Riyadh yang telah banyak membantu saya”, ujar Sumarwini penuh bahagia mengetahui dirinya berhasil mendapat exit permit dan tiket kepulangan.  

Sumarwini berangkat ke Arab Saudi pada tahun 2006 dengan tekad memperbaiki nasib dan membangun mimpi meski ternyata kemudian tidak berjalan sesuai harapan. 

Sekitar dua tahun bekerja di rumah majikan di kota Riyadh, ia pada 2008 mendapat tuduhan telah melakukan tindak kekerasan dan perbuatan tidak sewajarnya kepada dua anak majikan yang masih di bawah umur. 

Karena adanya tekanan pada saat pemeriksaan, perempuan kelahiran 1979 ini akhirnya mengakui perbuatan yang dituduhkan. 

Oleh pengadilan dia divonis 1 tahun penjara, 240 kali cambuk dan denda ganti rugi sebesar SAR 536 ribu (sekitar Rp 1,9 miliar), serta penahanan selama 5 tahun atas tuntutan hak khusus oleh majikan.   Dalam perkembangan persidangan banding di pengadilan, majikan menaikkan tuntutan ganti rugi menjadi  SAR 1, 536.000 (setara Rp. 5,6 miliar) sesuai keputusan yang dikeluarkan Komisi Penilain Kerugian. 

Akibat putusan tersebut, sejak 27 Desember 2008, Sumarwini menjalani kehidupannya dari balik jeruji besi di penjara hingga akhirnya pada November 2013, KBRI Riyadh berhasil mengeluarkannya dari tahanan dengan jaminan. 

Sebelumnya KBRI juga telah melakukan upaya banding termasuk untuk menganulir vonis denda  ganti rugi materil tersebut namun ditolak oleh pengadilan. 

Keluar dari tahanan, Sumarwini berpindah ke penampungan (shelter) KBRI dan hidup bersama sesama PMI kurang beruntung lainnya yang menunggu proses penyelesaian masalah maupun tuntutan hak-hak mereka sebelum dapat pulang ke tanah air. 

Untuk menyelesaikan kasus Sumarwini, KBRI menunjuk pengacara khusus berkewarganegaraan Saudi untuk menanganinya. Namun karena proses peradilan yang berlarut-larut tanpa adanya kepastian hukum yang final, Sumarwini belum bisa pulang ke Indonesia karena statusnya masih dicekal. 

Nasib baik akhirnya datang  dan berpihak kepada Sumarwini. Pada 11 Maret 2020 KBRI mendapat informasi bahwa pengadilan telah menutup kasus Sumarwini karena penuntut (majikan) tidak pernah lagi datang memenuhi panggilan pengadilan. Meski demikian Sumarwini masih belum bisa keluar dari Arab Saudi mengingat statusnya masih belum benar-benar bersih dan belum dicabut dari daftar cekal. 

Setelah berbagai upaya yang dilakukan gagal, KBRI pada Agustus 2020 mengirim nota diplomatik ke Kemenlu Arab Saudi meminta bantuan agar Otoritas berwenang di Saudi membersihkan nama  Sumarwini dari kasus dan tuduhan yang membelitnya.

Usaha marathon KBRI dilanjutkan dengan mendatangi Kepolisian Provinsi Riyadh dan berlanjut hingga diperoleh exit permit melalui Maktab Amal (Kantor Dinas Ketenagakerjaan) pada 17 Januari 2021. 

Kepulangan Sumarwini menjadi buah bibir di antara sesama penghuni penampungan KBRI “RUHAMA”, juga di kalangan petugas Tim Perlindungan WNI di KBRI mengingat yang bersangkutan tercatat sebagai penghuni terlama di penampungan, yaitu 7 tahun 2 bulan 1 hari.

Karena keahliannya dalam memasak, selama menghuni penampungan Sumarwini mendapat tugas sebagai salah satu juru masak makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh para PMI kurang beruntung di penampungan. 

Dengan kegiatan memasak tersebut, Sumarwini bisa membunuh rasa bosannya dan sekaligus mengumpulkan uang saku untuk dibawa sebagai bekal pulang ke kampung halamannya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat