Sejumlah murid mengikuti simulasi kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di sekolah di SDN Karang Raharja 02, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (15/12). | ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

Opini

Konsep Belajar Tatap Muka

Para pakar berbeda konsep belajar tatap muka pada masa pandemi.

SYAFRIL, Mahasiswa S-3 Prodi Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Malang

Diskursus mengenai sekolah pada masa pandemi masih belum tuntas. Para pakar berbeda pandangan dalam menyikapi kondisi pendidikan pada masa pandemi Covid-19.

Ada yang mengatakan bahwa pembelajaran secara daring tidak efektif dan efisien. Selain itu, menimbulkan rasa bosan pada diri siswa, akibatnya dapat menyebabkan terjadinya gejala asosial pada individu. Bahkan, ada pakar yang mengatakan bahwa kondisi belajar daring berpotensi menyebabkan terjadinya education death.

Di sisi lain, mutu disiplin warga bangsa masih rendah sehingga jika belajar tatap muka dilakukan sangat rentan tertular Covid-19. Tentu saja, berbagai pandangan tersebut sah-sah saja karena secara umum, negara ini belum memiliki konsep belajar pada masa darurat bencana nonalam.

 
Sayangnya, pada masa pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama kurang lebih 10 bulan ini, belum ada konsep baku bersifat darurat untuk mengatasi kondisi pembelajaran.
 
 

Kalau darurat karena kejadian bencana alam, pemerintah dan beberapa kelompok masyarakat peduli pendidikan sudah memiliki konsep, seperti psikososial dan semacamnya. Sayangnya, pada masa pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama kurang lebih 10 bulan ini, belum ada konsep baku bersifat darurat untuk mengatasi kondisi pembelajaran yang masih bermasalah. Hanya ada semacam ketentuan bahwa kebijakan pembelajaran daring atau luring diserahkan ke masing-masing daerah.

Pemberian wewenang ke daerah tentang pembelajaran pada masa Covid-19, seakan mengonfirmasikan bahwa pemerintah pusat melalui mendikbud "gagal" menghadirkan solusi atas masalah, yang mendera siswa dan dunia pendidikan pada umumnya. Akhirnya, diserahkan kepada masing-masing daerah.

Muaranya orang tua siswalah satu-satunya, yang dimintai mengisi pernyataan bersedia mengizinkan anak-anak mereka untuk sekolah luring dan kalau terjadi apa-apa pada siswa khususnya tentang Covid-19, semua menjadi tanggung jawab orang tua. Ironis bukan?

Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak pemerintah menemukan rencana solusi secara hati-hati tentang bagaimana sekolah dan belajar pada masa pandemi Covid-19. Tidak semata berpikir disiplin menerapkan protokol Covid-19, tanpa dilengkapi petunjuk teknis yang lebih perinci tentang bagaimana mengondisikan guru dan siswa saat di sekolah dan di rumah melalui metode belajar yang tepat, materi yang padat, durasi watu pas, dan lain-lain.

Pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 masih sangat urgen untuk dirancang, mengingat perkembangan mutasi Covid-19 di Inggris sudah mulai merambah sampai di Singapura tertanggal 25 Desember 2020.

 
Menurut saya, metode belajar yang tepat pada masa pandemi Covid-19 adalah dengan team teaching. Minimal ada dua orang guru dalam satu kelas. 
 
 

Ada beberapa hal penting yang mesti menjadi perhatian dalam membuat kebijakan belajar pada masa pandemi Covid-19, selain mengedepankan disiplin menerapkan protokol Covid-19 saat datang, proses, pulang ke rumah. Beberapa konsep belajar yang saya ajukan, antara lain:

Metode belajar 

Menurut saya, metode belajar yang tepat pada masa pandemi Covid-19 adalah dengan team teaching. Minimal ada dua orang guru dalam satu kelas. Mirip pola lesson study, tapi tugas dan fungsi masing-masing guru berbeda. Satu mengajar dan satunya memantau aktivitas siswa. Selain itu, metode belajar diupayakan untuk menghindari saling kontak antarsiswa.

Cooperative learning dan belajar kolaborasi sepertinya dengan berat hati, harus dikurangi atau bahkan ditiadakan sementara karena pembelajaran tersebut membuat siswa kontak langsung dengan teman-temannya. Di sisi lain, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang fun atau happy. Suasana belajar yang fun dan happy penting untuk diterapkan pada setiap sesi pembelajaran agar imunitas dalam diri siswa tetap terjaga.

Disadari bahwa suasana psikologi yang tertekan dan banyak beban, membuat imunitas menurun dan kondisi imunitas yang rendah sangat rentan tertular virus apa pun --lebih-lebih Covid-19.

Tujuan belajar pada masa pandemi, bukan semata untuk mentransfer pengetahuan dan memahamkan siswa tentang suatu ilmu, melainkan lebih dari itu adalah menjaga agar siswa terpelihara kepekaan sosial dan naluri kemanusiaannya.

 
Dengan memadukan beberapa disiplin ilmu dalam pembelajaran di sekolah, minimal dapat mengatasi masalah ketercapaian masing-masing materi pelajaran. 
 
 

Materi pelajaran

Muatan materi pelajaran disusun dengan mengacu pada paradigma baru ilmu pengetahuan yang disebut oleh Prof Amin Abdullah sebagai Multidisipliner – Interdisipliner, dan Transdisipliner. Secara umum, saya mengajukan saran agar materi pelajaran sekolah dapat dipadukan secara hati-hati, dengan mempertimbangkan konektivitas antardisiplin ilmu.

Dengan memadukan beberapa disiplin ilmu dalam pembelajaran di sekolah, minimal dapat mengatasi masalah ketercapaian masing-masing materi pelajaran. Artinya, pada satu pokok bahasan mengandung beberapa disiplin ilmu. Materi pelajaran yang terintegrasi relevan dengan model belajar team teaching. Guru dalam satu tim dapat bertukar peran kala pembelajaran berlangsung.

Tugas belajar

Belajar dalam suasana darurat seperti sekarang diusahakan agar tugas untuk siswa diminimalisasi. Sedapat mungkin sekolah harus mampu meniadakan sama sekali potensi terjangkitnya virus Covid-19 di sekolah meskipun hanya seorang. Tugas sekolah yang menumpuk mungkin bagus bagi siswa tertentu, tetapi menjadi masalah bagi siswa yang lain.

 
Harus ada upaya serius dan publik diajak berdiskusi untuk menemukan pola dan cara terbaik belajar mengajar saat darurat Covid-19. 
 
 

Satu orang siswa yang imunitasnya menurun karena terbebani oleh tugas sekolah, sangat berpotensi tertular oleh Covid-19. Maka itu, mengakomodasi kondisi terburuk sebagai akibat tugas belajar adalah pilihan terbaik.

Waktu

Menurut saya, durasi belajar maksimal adalah tiga jam sehari. Hal tersebut dikaitkan dengan masa jenuh pemakaian masker. Waktu tiga jam sekolah tatap muka lumayan cukup untuk mentransfer pengetahuan dengan model belajar team teaching – fun and happy learning. Jika lebih dari tiga jam dikhawatirkan, akan terjadi kejenuhan pada siswa dalam mengikuti protokol Covid-19.

Hal lain yang berkenaan dengan pengaturan teknis dapat dijelaskan secara perinci melalui pedoman sekolah luring pada masa pandemi. Hal lain dimaksud, seperti ketentuan datang dan pulang siswa, aturan parkir motor siswa, ketentuan siswa yang tinggal di kos-kosan/indekos ini juga penting menjadi perhatian. Pihak sekolah memastikan tuan kos menggunakan protokol Covid-19 di indekosnya, dan lain-lain. Jangan sampai di sekolah sudah disiplin protokol Covid-19, sementara di rumah atau di indekosnya longgar.

Sekali lagi saya berharap, pemerintah tidak melepas tanggung jawab proses pembelajaran ke daerah dan muaranya ke orang tua siswa. Harus ada upaya serius dan publik diajak berdiskusi untuk menemukan pola dan cara terbaik belajar mengajar saat darurat Covid-19. Jika diserahkan ke orang tua masing-masing, betapa rendahnya tanggung jawab negara pada rakyatnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat