Seorang pengungsi Palestina berfoto di tengah hujan yang mengguyur pengungsian Khan Younis di bagian selatan Jalur Gaza, Rabu (16/12). | EPA-EFE/MOHAMMED SABER

Kisah Mancanegara

Blokade di dalam Blokade

Bukan pandemi Covid-19 yang telah memukul kehidupan warga Gaza, tapi blokade.

OLEH KAMRAN DIKARMA

Ada rasa cemas mendera ketika Mahmoud Abu Samaan (34 tahun) dan empat anggota keluarganya dinyatakan positif Covid-19. Sebagai warga Gaza, dia menyadari fasilitas serta layanan kesehatan di sana sangat terbatas. Sudah 13 tahun Gaza diblokade Israel dan Mesir.

"Saya sangat takut. Bukan karena virusnya, tapi karena sistem kesehatan yang mengerikan di sini," kata Abu Samaan, dikutip laman Aljazirah akhir pekan lalu. 

Abu Samaan dan keluarganya mungkin masih bisa menenangkan diri. Sebab mereka hanya mengalami gejala ringan. Namun, tak semua warga Gaza seperti dirinya.

Sejauh ini Gaza telah mencatatkan lebih dari 36 ribu kasus Covid-19 dengan korban meninggal sebanyak 310 jiwa. Menurut Abu Samaan yang bekerja di Kementerian Komunikasi Gaza, bukan pandemi Covid-19 yang telah memukul kehidupan warga Gaza, tapi blokade. "Orang-orang di Gaza sudah merasa cukup dalam hidup mereka, berpindah dari satu krisis ke krisis lain tanpa henti," ujarnya. 

photo
Seorang pasien memeriksa telepon genggam saat menjalani perawatan intensif di RS Eropa di Rafah, bagian selatan Jalur Gaza, 30 November lalu. - (EPA-EFE/MOHAMMED SABER)

Sejak pandemi Covid-19 muncul di Gaza, Hamas sebagai penguasa wilayah tersebut menerapkan pembatasan sosial. Kebijakan itu telah menyebabkan ribuan warga di sana kehilangan pekerjaan.

Hal itu memperburuk tingkat pengangguran yang sebelum pandemi telah mencapai lebih dari 50 persen. "Anda tidak dapat memaksa orang untuk duduk di rumah mereka tanpa listrik, makanan atau uang. Ini adalah blokade dalam blokade," kata Abu Samaan.

Wafaa Abu Kwaik bersama suami, ibu, dan kelima anaknya juga terinfeksi Covid-19. Guru bahasa Inggris ini mengaku tak menerima perawatan memadai saat mengidap Covid-19. "Situasinya sangat sulit, ada ratusan kasus sehari dan tidak cukup tempat tidur. Staf medis tidak dapat menangani angka-angka ini dan kebanyakan orang memburuk bukan karena virus, tapi karena kurangnya peralatan serta fasilitas medis untuk merawat mereka," kata Abu Kwaik. 

Direktur kerja sama internasional di Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas Abd al-Latif al-Hajj mengatakan sistem perawatan kesehatan Gaza telah kewalahan selama bertahun-tahun di tengah blokade. Tiga serangan militer Israel yang signifikan turut semakin memperburuk keadaan. 

"Tahun ini, ada kekurangan 47 persen untuk obat-obatan, defisit 32 persen pada bahan habis pakai medis, defisit 62 persen pada persediaan laboratorium medis. Ada juga kekurangan staf medis yang bekerja dengan kapasitas terbatas karena mereka tidak menerima gaji tetap," kata al-Hajj. 

Menurut dia, dengan adanya pandemi, kondisi di rumah sakit Gaza adalah bencana. Al-hajj menyebut warga dengan penyakit kronis seperti jantung dan kanker sekarang tidak dapat meninggalkan Gaza untuk perawatan akibat pandemi. 

photo
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut vaksin Covid-19 yang tiba di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, awal Desember 2020. - (EPA-EFE/ABIR SULTAN)

Al-hajj menuding Israel telah mengabaikan kewajibannya sebagai pihak pelaku pendudukan. Israel melakukan vaksinasi lebih dulu dan mengabaikan warga Gaza. "Sayangnya tidak ada yang bisa memaksa Israel memenuhi kewajibannya terhadap Palestina," ujarnya. 

Physicians for Human Rights-Israel (PHRI), sebuah kelompok yang mengadvokasi keadilan di bidang perawatan kesehatan mengatakan Israel memiliki kewajiban hukum sebagai kekuatan pendudukan untuk membeli dan mendistribusikan vaksin ke Palestina. Menurut PHRI, Israel pun harus memastikan bahwa vaksin yang tidak memenuhi pedoman keamanan tidak didistribusikan ke daerah di bawah kendalinya.

"Israel masih mempertahankan kendali atas banyak aspek warga Palestina, baik pos pemeriksaan, impor barang dan obat-obatan, serta mengendalikan pergerakan orang," kata Direktur PHRI di Wilayah Palestina Ghada Majadle. 

Dia menekankan bahwa sistem kesehatan Palestina, baik di Tepi Barat atau Jalur Gaza, berada dalam kondisi mengerikan. "Terutama (karena) pembatasan yang diberlakukan oleh Israel," kata Majadle. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat