Pegawai negeri sipil melakuka swafoto usai mengikuti upacara peringatan HUT Korpri di Jakarta. (ilustrasi) | Republika/ Wihdan Hidayat

Tajuk

ASN (Masih) tak Netral

Mendisiplinkan ASN penting. Tapi, lebih penting juga mendisiplinkan orang yang memanfaatkannya.

Ajang pemilihan kepala daerah (pilkada) yang baru lalu menyisakan persoalan yang selalu berulang.  Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat, masih banyak aparatur sipil negara (ASN) tak netral selama pilkada.

Menurut laporan Bawaslu, ada lebih dari seribu kasus  ASN tak netral selama Pilkada 2020. Adapun pelanggaran pidana pemilihan yang sudah proses dan sudah divonis kurang lebih 20 kasus.

Bawaslu sudah memberikan laporan pelanggaran kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Ketua Bawaslu, Abhan mengatakan, pemberian sanksi kepada ASN menjadi kewenangan dari pejabat pembuat komitmen (PPK). Untuk itu, Bawaslu dan KASN meminta PPK dapat mengeksekusi laporan tersebut.

 
Masalah netralitas ASN ini bukan persoalan yang baru. Dalam setiap ajang  pilkada dan pemilu, selalu saja kasus-kasus ASN tak netral bermunculan.
 
 

KASN masih memverifikasi data laporan Bawaslu terkait ribuan ASN tak netral ini. Verifikasi untuk memastikan kebenaran pelanggaran netralitas serta pemberian sanksi. Ketua KASN, Tasdik Kinanto, menuturkan, pihaknya membutuhkan waktu tiga sampai empat hari untuk melakukan verifikasi.

Masalah netralitas ASN ini bukan persoalan yang baru. Dalam setiap ajang  pilkada dan pemilu, selalu saja kasus-kasus ASN tak netral bermunculan. Pada gelaran Pilkada Serentak 2018 dan hingga Pemilu 2019, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) mencatat, ada jumlah 991 ASN yang melanggar netralitas. Dari jumlah itu, 299 sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri atas 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by #ASNKiniBeda (bkngoidofficial)

Sanksi terhadap ASN yang melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004, PP Nomor 53 tentang Disiplin PNS, dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010. Sanksinya dalan bentuk administratif berupa teguran hingga penurunan pangkat. Namun, aturan itu tak juga mampu mengurangi kasus netralitas PNS.

Pelanggaran netralitas yang sering dilakukan ASN, antara lain, menjadi pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye, mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap pasangan calon, dan memberi dukungan kepada calon.

Selain itu, menggunakan fasilitas negara, membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, dan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Dalam ajang pilkada, posisi ASN memang serbasalah. ASN sering tidak bisa bersikap netral, karena ini menyangkut nasib mereka. Apalagi, jika calon yang bertarung adalah pejawat (incumbent). Ada kekhawatiran posisinya akan digeser jika tidak ikut mendukung sang calon.

 
Mendisiplinkan ASN penting. Tapi, lebih penting juga mendisiplinkan orang yang memanfaatkannya.
 
 

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo mengakui, banyak kalangan ASN yang masih salah memahami prinsip netralitas ASN. Menurut dia, situasi dilematis menjadi dalih ASN tak netral. Sebab, ASN selalu berdalih, posisi mereka dilematis dalam menjaga netralitas pada ajang pemilihan kepala daerah, pemilihan umum, ataupun pemilihan presiden.

Ketidaknetralan ASN ini sudah tentu mencederai ajang demokrasi pilkada atau pemilu. Pilkada dan pemilu menjadi tidak fair karena ada yang bermain curang. 

Jika kita ingin memperbaiki kualitas pilkada dan pemilu, pada tahun-tahun mendatang masalah netralitas ASN perlu mendapat perhatian serius.  Fokus perhatian bukan hanya pada ASN yang melakukan pelanggaran, melainkan juga pihak-pihak yang memanfaatkan ASN agar tidak netral.

Mendisiplinkan ASN penting. Tapi, lebih penting juga mendisiplinkan orang yang memanfaatkannya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Bawaslu RI (bawasluri)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat