Petugas menyemprotkan cairan disinfektan kepada santri yang baru datang di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (31/3). | ANTARA FOTO

Kabar Utama

Prokes Ponpes Diperketat

Pencegahan klaster ponpes memerlukan evaluasi penerapan prokes.

 

SEMARANG — Di tengah ancaman penularan Covid-19 di pondok pesantren (ponpes), para santri sebentar lagi menghadapi masa liburan. Terkait dengan hal itu, protokol kesehatan (prokes) yang lebih ketat dinilai perlu diterapkan.

“Jika kondisi ini kita biarkan, tidak menutup kemungkinan klaster pondok pesantren juga akan semakin meluas dan jumlah korban jiwa akibat pandemi Covid-19 juga akan terus bertambah,” kata Ketua PP RMI NU KH Abdul Ghofarrozin dalam keterangannya, Selasa (15/12).

Di antara imbauan yang dikeluarkan RMI NU adalah ponpes diminta tidak memulangkan santri terlebih dahulu. Pondok pesantren dipandang perlu menyiapkan kegiatan khusus selama masa liburan yang tak membosankan dengan mengedepankan prokes pencegahan Covid-19.

Pondok pesantren juga diminta tidak mengizinkan santri keluar area ponpes, termasuk tidak menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan orang dari luar lingkungan pesantren selama liburan. “Kecuali terpaksa dengan tetap melaksanakan prokes ketat,” kata Gus Rozin, sapaan akrab KH Abdul Ghofarrozin.

Kunjungan wali santri juga dibatasi dengan mengoptimalkan kunjungan secara virtual. Jika terpaksa, kunjungan harus dijadwal sekali atau maksimal dua kali selama masa liburan dengan waktu maksimal 30 menit.

Penting juga mengupayakan tempat luas dan berventilasi. Selama pertemuan, santri dan wali harus menjaga jarak, tidak berkontak fisik, mengenakan masker, dan tidak makan bersama. Berikutnya, barang kiriman untuk santri juga harus didisinfeksi terlebih dahulu. “Apabila santri atau wali melanggar maka usai kunjungan santri harus diisolasi selama 14 hari,” ujarnya.

Ia juga menegaskan, bagi pondok pesantren yang terpaksa memulangkan santri, pihak pondok harus memastikan santri telah mendapatkan sosialisasi tentang Covid 19. “Ketika santri kembali ke pondok pesantren, harus dilakukan screening ulang secara ketat dan kembali menjalani isolasi,” ujarnya.

Terhadap pondok pesantren yang diketahui santrinya positif atau yang diduga kuat terdapat kasus Covid-19, semua warga pesantren harus diisolasi mandiri selama 14 hari secara ketat. Jika membutuhkan perawatan insentif, santri dapat dipulangkan. “Langkah-langkah pencegahan penularan selama masa liburan ini perlu dilakukan sebagai upaya mengurangi risiko penyebaran Covid-19 dan timbulnya korban,” ujarnya.

photo
Data Klaster Pesantren - (Kemenag)

Kementerian Agama (Kemenag) sebelumnya melansir, sekitar 6.000 santri di 81 pesantren tertular Covid-19 selama masa pandemi ini. Meski sebagian besar santri tersebut sembuh, menurut catatan RMI NU, sebanyak 207 kiai dan nyai di pesantren wafat karena Covid-19. Hal tersebut memicu sejumlah pihak meminta pemerintah pusat untuk lebih memberikan perhatian melalui Kemenag dan Kementerian Kesehatan.

Sementara itu, di daerah, menurut  Staf Ahli Rumpun Kuratif Satgas Penanganan Covid-19 Jawa Timur Makhyan Jibril Al-Farabi, pihaknya tidak lagi menemukan klaster besar penyebaran Covid-19 di lingkungan pondok pesantren.

Sebelumnya, kata Jibril, hanya klaster Ponpes Temboro, Magetan, pada April, dan klaster Ponpes Darusalam, Blokagung, Banyuwangi, pada September, yang tergolong klaster besar di Jatim. "Sekarang udah enggak ada (klaster Ponpes), enggak terlalu banyak. Dulu itu yang banyak, yang Blokagung, juga sekarang udah nggak terlalu banyak," ujar Jibril kepada Republika, Selasa (15/12). Menurut catatan Kemenag, Jatim sempat termasuk salah satu daerah dengan kasus terbanyak, yakni sekitar 980 kasus.

Jibril mengakui sempat ada kesulitan ketika Satgas Covid-19 ingin melakukan penelusuran terkait penyebaran Covid-19 di lingkungan ponpes. "Kan mungkin mereka khawatir kita datang itu untuk mengintervensi atau mengubah kultur. Tapi, kalau kita datang dengan bantuan, datang dengan problem solving, kita bisa negosiasikan," kata dia.

Jibril melanjutkan, ketika pun ditemukan klaster penyebaran Covid-19 di pondok pesantren, mengatasinya tidak terlalu sulit. "Jadi, biasanya kita sarankan untuk lockdown lokal. Kita suplai makanan untuk mereka supaya mereka tetap bisa di-lockdown, jadi kebutuhan mereka kita penuhi," ujar Jibril.

Setelah itu, lanjut Jibril, Satgas Covid-19 Jatim langsung melakukan screening massal untuk warga pesantren. "Gejala berat kita pisahkan, kita bawa ke rumah sakit terdekat atau bahkan kita buatkan rumah sakit mini. Kalau yang ringan-ringan, ya, diisolasi di kamar masing-masing," kata Jibril.

Di Salatiga, Jawa Tengah, Kantor Kemenag juga mengeklaim telah meningkatkan prokes setelah tertularnya ratusan santri di Kecamatan Sidorejo. “Untuk pencegahan, Kemenag Kota Salatiga juga telah mengarahkan kepada pondok pesantren lainnya untuk sementara tidak melakukan kegiatan secara tatap muka, tetapi kegiatan santri dilakukan secara daring terlebih dahulu,” kata Kepala Seksi Pontren Kantor Kemenag Kota Salatiga Komarul Azis.

Ponpes Dilematis

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Waryono Abdul Ghafur menyadari, penanganan Covid-19 di pondok pesantren memang persoalan yang kompleks. Dia mengatakan, pesantren menghadapi dilema dalam menghadapi pandemi Covid-19.

"Dilema yang luar biasa. Satu sisi infrastruktur pesantren itu belum semuanya baik, tetapi di sisi lain ada sebagian kiai yang merasa ini amanat orang tua, yang harus dijalankan. Karena orang tua itu 'capek', tidak mampu lagi. Belum lagi ngajari anak itu tidak mudah. Belum tentu bisa matematika dan bisa baca kitab kuning," tuturnya kepada Republika, Selasa (15/12).

Waryono menyampaikan tidak sedikit orang tua yang jenuh melihat anaknya belajar di rumah. "Jadi kiai itu juga didorong oleh keinginan orang tua agar anaknya belajar lagi di pondok, dan kiai menolak sebenarnya," katanya.

Dia mengatakan, penerapan protokol kesehatan di pesantren, seperti jaga jarak fisik, cuci tangan, dan pakai masker, itu berkaitan dengan infrastruktur dan anggaran. Di sisi lain, infrastruktur di pesantren berbeda-beda.

"Pesantren Gontor yang kaya infrastruktur, tetapi ternyata kena juga meski saat di-tracing itu kenanya bukan di dalam (pesantren), tetapi dari luar," kata dia. Ia juga mengingatkan, penerapan protokol kesehatan seperti jaga jarak fisik dihadapkan dengan kapasitas per kamar di pesantren, yang biasanya diisi belasan santri. 

Kemenag, lanjut Waryono, tidak bisa mengintervensi lebih jauh soal penerapan protokol kesehatan di pesantren. Kemenag hanya bisa menyampaikan imbauan kepada pondok pesantren agar menerapkan protokol kesehatan. Misalnya, imbauan kepada kiai agar menahan diri dengan tidak mendatangkan santri. Sedangkan santri yang sudah ada di lingkungan pesantren tidak boleh keluar dari pondok. 

"(Kalau mengatur yang lebih dari sekadar imbauan) untuk madrasah itu bisa. Tetapi yang pesantren yang murni, salafiyah, berkali-kali saya sampaikan itu otoritas kiai," ucapnya.

Ia juga menyatakan, pemerintah sudah memberikan Bantuan Operasional Pesantren (BOP) untuk penanganan Covid-19. “Tetapi Covid ini kan panjang, lama. Sehingga bantuan dari pemerintah melalui Kemenag itu kurang. Apalagi, untuk pesantren besar," ujar dia. Yang bisa dilakukan Kemenag, menurut dia terus memantau penanganan Covid-19 di pesantren. 

Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Fahriza Marta Tanjung mengatakan, pencegahan klaster di pondok pesantren harus dilakukan dengan evaluasi penerapan protokol kesehatan selama ini. Evaluasi penting agar klaster Covid-19 di pondok pesantren tidak terjadi kembali.

"Patut dievaluasi, apakah pondok pesantren sudah menerapkan protokol kesehatan. Instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi ini adalah pengisian daftar periksa. Karena pondok pesantren ada di bawah naungan Kemenag, pengisian daftar periksa lewat EMIS Kemenag," kata Fahriza, pada Republika, Senin (14/12).

Selain itu, perlu juga dievaluasi, apakah pondok pesantren sudah menerapkan tahapan pembukaan kegiatan sekolah. Semestinya, sebelum satuan pendidikan dibuka sepenuhnya, perlu ada simulasi serta melalui tahapan transisi.

Akhirnya, jika pondok pesantren dinilai siap dibuka sepenuhnya setelah melalui masa transisi kebiasaan baru, satuan pendidikan boleh dibuka. "Masing-masing tahapan ini memberikan konsekuensi bahwa jumlah peserta didik maupun waktunya, dibatasi sesuai dengan perkembangan situasi penularan Covid-19, penerapan prokes juga penyediaan sarana prasarana," katanya menambahkan.

Beberapa kasus Covid-19 yang terjadi di pesantren, menurut Fahriza, memang sangat mengkhawatirkan. Secara umum, pesantren menggunakan sistem berasrama atau mondok. Hal inilah yang membuat penularan Covid-19 semakin mudah terjadi di pondok pesantren.

"Jika ada satu saja kasus positif Covid-19 ditemukan, akan dengan sangat mudah menginfeksi ke santri ataupun pengasuh, jika pondok pesantren tidak menjalankan protokol kesehatan dengan baik," kata Fahriza.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat