Tobatnya seorang hamba Allah pada zaman Nabi Musa AS menjadi pintu dibukanya rahmat Ilahi kepada Bani Israil. Mereka bersyukur karena hujan yang lama dinanti-nanti akhirnya turun mengguyur bumi | DOK PIXY

Kisah

Tobatnya Seorang Umat Nabi Musa

Kisah berikut menunjukkan keberkahan ketika seorang umat Nabi Musa bertobat.

OLEH HASANUL RIZQA

Nabi Musa AS merupakan salah seorang utusan Allah SWT yang termasuk kelompok Ulul Azmi. Mereka dimuliakan Allah Ta’ala lantaran besarnya kesabarannya dalam membimbing umat masing-masing.

Di samping saudara Nabi Harun AS itu, ada empat sosok lainnya, yakni Rasulullah Muhammad SAW, Nabi Ibrahim AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Nuh AS. Alquran mengandung banyak ayat yang menuturkan kisah Nabi Musa AS dan umatnya, Bani Israil.

Setelah meninggalkan Mesir dengan selamat, Bani Israil berjalan ke arah timur, menuju Yerusalem. Dalam perjalanan itu, sebagian mereka kerap mengeluhkan keadaan. Bahkan, seperti diabadikan dalam surah al-Baqarah, ada di antara kaum tersebut yang bertindak melampaui batas, termasuk menyembah patung anak sapi.

Tentunya, penilaian tidak mungkin dilakukan secara generalisasi. Sebab, orang-orang taat lagi baik pun juga banyak ditemui di antara kaum Nabi Musa AS. Kisah berikut ini menunjukkan keberkahan yang terjadi ketika seseorang dari mereka bertobat kepada Allah SWT.

Kala itu, Bani Israil dalam safar menuju Palestina. Namun, sudah satu tahun lamanya mereka tidak menjumpai hujan. Suhu udara begitu panas dan kering. Karena tidak diguyur air dalam jangka waktu yang lama, tanaman pun mengalami kekeringan. Gagal panen merebak. Wabah kelaparan membayang di depan mata.

 
Sudah satu tahun lamanya mereka tidak menjumpai hujan. Suhu udara begitu panas dan kering.
 
 

Orang-orang pun meminta kepada Nabi Musa AS agar berdoa. Harapannya, Allah Ta’ala mengabulkan doa itu sehingga turunlah hujan yang ditunggu-tunggu. Nabi Musa kemudian mengumpulkan seluruh umatnya di tanah lapang. Setelah itu, mereka diajaknya untuk bermunajat secara bersama-sama.

“Wahai Tuhan penguasa hujan, turunkanlah hujan kepada kami,” kata Nabi Musa sembari mengangkat kedua tangannya ke arah langit.

Ibadah berjamaah itu dilakukan secara rutin, dari hari ke hari. Akan tetapi, hujan tidak kunjung turun. Sebagian Bani Israil sudah merasakan sakit dan kelaparan. Tambahan pula, persediaan air minum kian menipis.

Nabi Musa AS lantas melakukan ibadah sendirian. Dalam munajatnya, beliau memohon kepada Rabb semesta alam, “Ya Allah, Tuhan semesta alam, biasanya Engkau selalu mengabulkan permohonan kami, mengapa kali ini hujan tidak kunjung turun?”

Allah menjawab, “Wahai Musa, hujan tidak turun kepada kalian karena di antara Bani Israil ada seseorang yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun. Karena keburukan maksiatnya, Aku mengharamkan hujan dari langit untuk kalian semua.”

Nabi Musa lalu bertanya, apakah yang harus dilakukannya terhadap ahli maksiat itu. Allah memerintahkan utusan-Nya itu agar mengusir lelaki itu. Beberapa saat kemudian, Nabi Musa kembali kepada kaumnya dan berseru, “Wahai saudara-saudaraku Bani Israil! Demi Allah, aku bersumpah bahwa di antara kita ada seseorang yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun. Akibat perbuatannya itu, Allah tidak menurunkan hujan untuk kita.”

Belum selesai orang-orang bergumang dan saling berkata satu sama lain, Nabi Musa melanjutkan perkataannya, “Maka hujan tidak akan turun kecuali setelah ahli maksiat itu pergi. Maka, usirlah orang itu dari sini.”

 
Orang-orang tidak mengetahui, siapa sosok ahli maksiat yang dimaksud. Bahkan, Nabi Musa pun tidak mengetahui.
 
 

Orang-orang tidak mengetahui, siapa sosok ahli maksiat yang dimaksud. Bahkan, Nabi Musa AS pun tidak mengetahui namanya. Di tengah hiruk-pikuk itu, ada seorang lelaki yang berdiri lemas. Ya, dialah si ahli maksiat yang disinggung Nabi Musa dalam seruannya.

Lelaki ini sadar, dirinya sudah biasa melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya selama 40 tahun berturut-turut. Akan tetapi, ia sangat malu untuk mengakuinya kepada khalayak dan Nabi Musa. Ia hanya bisa melihat sekelilingnya, berharap ada orang lain yang melangkah pergi.

Ternyata, tak ada seorang pun yang beranjak dari tempatnya. Menyadari hal itu, lelaki tersebut semakin bermuram durja. Tanpa diketahui siapapun, ia lantas berdoa dalam hati, “Ya Allah, ya Tuhanku, aku menyesal telah bermaksiat kepada-Mu selama 40 tahun. Aku sungguh-sungguh memohon kiranya Engkau menutupi aibku. Jika sekarang pergi, aku pasti dilecehkan dan dipermalukan kaumku. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku lagi. Ya Allah, terimalah tobatku.”

Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Seluruh Bani Israil terkejut dan melonjak gembira. Mereka bersama-sama bersujud syukur, mengucapkan puja dan puji kepada-Nya. Nabi Musa pun terkejut dengan datangnya hujan. Sebab, belum ada seorang pun yang beranjak pergi. Artinya, si ahli maksiat masih berada di antara kaumnya.

Allah berfirman kepadanya, “Wahai Musa, hujan turun karena Aku gembira, hamba-Ku yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun itu kini telah bertobat.”

Karena penasaran, Nabi Musa memohon kepada Allah agar menunjukkan, siapa orang yang dimaksud itu. Dengan begitu, sang nabi dapat menyampaikan langsung kepadanya tentang kabar gembira ini.

Allah berfirman, “Wahai Musa, dia bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun, dan semuanya perbuatannya Kurahasiakan darimu dan kaummu. Sekarang setelah dia bertobat, mungkinkah Aku akan mempermalukannya?”

Demikianlah kisah seorang yang diampuni dosa-dosanya oleh Allah Ta’ala pada zaman Nabi Musa. Cerita tersebut mengandung ibrah atau pelajaran yang berharga.

 
Ampunan Allah SWT teramat luasnya. Dia mengabulkan doa siapapun yang dikehendaki-Nya.
 
 

Pertama, perilaku maksiat dapat menjadi penghalang turunnya rahmat Allah kepada diri seseorang dan lingkungan tempat tinggalnya. Karena itu, seorang pemimpin berperan dalam mengingatkan diri dan rakyatnya agar selalu bertakwa kepada Allah.

Kedua, ampunan Allah SWT teramat luasnya. Dia mengabulkan doa siapapun yang dikehendaki-Nya. Memang sudah menjadi fitrah manusia untuk berbuat kesalahan.  Hal ini telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “Setiap anak Adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baik pembuat dosa adalah mereka yang bertaubat” (HR Tirmidzi).

Murka Allah sangat dasyat. Siksaan-Nya pun sangat pedih. Namun, keadilan dan kasih sayang-Nya meliputi alam semesta. Selama dosa seorang hamba-Nya bukan menyekutukan Allah SWT, maka insya Allah dosa itu sebasar apa pun akan diampuni.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat