Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Hangusnya Rumah Bagi 1,2 Juta Penulis!

Sekitar 1,2 juta orang kehilangan rumah!

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA 

Sekitar 1,2 juta orang kehilangan rumah! Ya, rumah bagi mereka membaca secara gratis, rumah bagi mereka di berbagai pelosok Tanah Air yang bertekad menjadi penulis, juga rumah bagi mereka yang ingin rutin mendapatkan pembekalan agar kian terampil meramu tulisan.

Banyak di antara penghuninya putra daerah yang jauh dari keramaian acara, baik tatap muka maupun webinar, apalagi dengan narasumber para penulis nasional yang karyanya menjadi mega best seller dan difilmkan, perwakilan penerbit mayor, penulis scenario, bahkan sutradara pencetak box office di Tanah Air.

Selama ini penghuni ‘rumah’ mendapatkan asupan rutin, berkenalan juga belajar membangun jaringan. Sebab, tak sedikit pemateri di acara mingguan yang diadakan memberikan alamat hingga mereka bisa mengirimkan karya baik melalui surel atau dalam bentuk cetak.

Sebanyak 1,2 juta orang memang tak kehilangan rumah dalam arti nyata, tapi tetap sangat  kehilangan. Sebab, rumah itu sudah terasa seperti kediaman  hangat  yang selama ini  memayungi berbagai kegiatan positif. Termasuk, memberi peluang sama bagi anggota mempromosikan karya di hadapan massa lebih besar. 

 
Bisa  dibayangkan, terpukulnya penghuni KBM saat rumah mereka dihapus salah satu jejaring media sosial (medsos) yang selama ini memayungi. 
 
 

Hal yang kian berarti, khususnya penulis yang bukunya baru diterbitkan terbatas atau indie dan belum memiliki kemewahan dipromosikan di rak toko-toko  buku besar.

Selama ini semua kegiatan positif di atas  bisa mereka lakukan tanpa membayar sepeser pun, tidak juga kepada saya maupun suami, Isa Alamsyah, sebagai pendirinya.

Bisa  dibayangkan, terpukulnya penghuni KBM saat rumah mereka dihapus salah satu jejaring media sosial (medsos) yang selama ini memayungi. Apalagi, banyak anggota yang masih harus menulis melalui ponsel sebab tidak memiliki laptop atau komputer.  

Akibatnya bersama hangusnya KBM hangus pula tulisan yang dikerjakan susah payah karena satu-satunya cadangan data hanya grup daring tersebut. Hangus pula harapan bisa menerbitkannya kelak.

Anak muda juga ibu rumah tangga yang terbiasa menghabiskan waktu berjam-jam membaca di sana kehilangan sumber bacaan. Pastinya kegiatan ‘Belajar dari Bintang’ yang selama ini diadakan setiap Rabu malam terpaksa dihentikan sementara.

Padahal dari  KBM, sudah lahir ribuan penulis, puluhan ribu buku, belasan penerbit, dan puluhan grup kepenulisan lain. Bukan hal mudah untuk mencapainya. Semua bisa diraih dengan kerja keras, pembinaan lama, dan proses panjang.

 
Kecerdasan buatan bagaimanapun bukan manusia, jika terkait hubungan sosial dan kemanusiaan, sulit untuk mampu  mengimbangi kemampuan manusia.
 
 

Rumah kami dihapus tanpa alasan jelas kecuali keterangan melanggar kebijakan komunitas dari  medsos bersangkutan. Setelah dikaji, ternyata bermula dari sistem artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang tidak sepenuhnya cerdas.

Kecerdasan buatan bagaimanapun bukan manusia, jika terkait hubungan sosial dan kemanusiaan, sulit untuk mampu  mengimbangi kemampuan manusia.

Hal ini justru saya ketahui setelah kami membuat grup baru di medsos  yang sama dan kembali menduduki posisi sebagai komunitas kepenulisan dengan jumlah anggota terbesar, mencapai hampir 400 ribu anggota hanya dalam waktu beberapa bulan.

Kepedulian membuat saya dan suami merasa harus berupaya bangkit dan melakukan evaluasi. Tidak ada lagi tulisan politik, moderator sempat ditiadakan, hingga medsos tersebut bisa otomatis menghapus konten yang mereka anggap sensitif.

Namun, komunitas yang dibangun dengan susah payah itu berumur pendek karena kembali dihapus.  Setelah dicermati, KBM dianggap mengumbar ujaran kebencian. Hal yang lucu, ujaran kebencian yang dituduhkan adalah dialog dalam cerpen atau cerita bersambung karya anggotanya.

"Dasar suami tak bertanggung jawab,"

"Lelaki begit,  tenggelamkan saja,"

 
Amat disayangkan medsos tersebut sepertinya memiliki AI yang tidak mengerti konsep tulisan fiksi.
 
 

Kalimat itu dan puluhan kalimat lain dianggap melanggar standar komunitas. Padahal, bukan ditujukan kepada anggota lain, murni dialog dalam tulisan atau terkadang bagian dari komentar pembaca yang terlibat secara emosi.

Amat disayangkan medsos tersebut sepertinya memiliki AI yang tidak mengerti konsep tulisan fiksi. Maklum saja, bagaimanapun   robot bukan manusia hingga kaku dan tidak secerdas itu dalam penerapan.

Sayangnya, sekalipun sudah diberi tahu masalah tersebut, tim medsos yang harusnya bisa menyesuaikan diri seolah bersikukuh dengan pendapat AI mereka.

Ada yang berkomentar, grup dihapus karena konten politik. Jelas tidak. Karena banyak sekali grup lain yang  membahas politik lebih terbuka, tetapi tidak dihapus, kenapa? Jawabannya, mungkin sebabnya tidak ada yang melaporkan.

Sekali lagi, kecerobohan sistem kecerdasan buatan.  Mereka hanya menangkap unggahan atau grup yang banyak dilaporkan sebagai komunitas daring bermasalah.

Padahal dalam kehidupan nyata mungkin saja ada yang  tidak senang atau kompetitor, ramai-ramai melaporkan,  secara sering kali keburukan lebih memotivasi dibanding kebaikan.

Pelajaran bagi semua. Sebagai pendiri tentu kami berduka, berharap akan ada mediasi. Di sisi lain, hati kian takjub pada kehebatan Allah yang menciptakan manusia dengan rasa,  kecerdasan, dan segala yang sempurna.

 Dibandingkan manusia, AI yang tidak cerdas, bahkan sangat mungkin menjadi lelucon. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat