Pangeran Turki al-Faisal di Abu Dhabi, UEA. | AP/Kamran Jebreili

Internasional

Al Faisal: Israel Bangun Tembok Apartheid

Al Faisal menegaskan bahwa penyelesaian konflik adalah dengan menerapkan Inisiatif Arab.

DUBAI -- Pangeran Turki Al Faisal Al Saud dari Arab Saudi, Ahad (6/12), mengkritik Israel di forum Manama Dialogue di Bahrain. Ia membuka pernyataan dengan perbedaan antara Israel dengan persepsi "pencinta damai dan penjunjung tinggi prinsip moral" versus kenyataan gelap bangsa Palestina yang hidup di bawah kekuasaan "penjajahan Barat".

"Pemerintah Israel telah menahan ribuan penghuni lahan yang mereka jajah dan mengurung mereka dalam kamp konsentrasi dengan tuduhan keamanan yang paling ringan sekalipun --muda dan tua, wanita dan pria yang membusuk di sana tanpa pertolongan atau keadilan," kata Al Faisal di forum Manama Dialogue, yang dipandu International Institute for Strategic Studies (IISS).

"Mereka (Israel--Red) menghancurkan rumah sesuka mereka, membunuh siapa pun yang mereka kehendaki. Bahkan, Knesset Israel meloloskan undang-undang yang menjelaskan status warga negara Israel secara eksklusif untuk Yahudi. Hukum itu menyangkal hak setara Israel kepada penghuni yang bukan Yahudi. Demokrasi macam apa itu?" kata Al Faisal.

Laman Times of Israel mencatat kritik Al Faisal pada pembangunan tembok pembatas yang memisahkan wilayah permukiman Yahudi dan warga Palestina di Tepi Barat. Sang pangeran menyebutnya sebagai "tembok apartheid". 

Sementara, laman Aljazirah melaporkan, Al Faisal juga mengkritik kemampuan persenjataan nuklir Israel yang masih tak diungkap kepada dunia. Ia juga mengritik Pemerintah Israel yang tak segan menggerakkan boneka-boneka dan medianya dari negara lain untuk memberi citra buruk pada Arab Saudi. 

Israel, Al Faisal menyebut, memotret diri sebagai negara kecil yang terancam dan dikelilingi para pembunuh haus darah yang ingin menghapus keberadaannya. "Namun, mereka mengaku ingin berteman dengan Arab Saudi," kata Al Faisal. 

Al Faisal mengulangi sikap resmi Saudi bahwa penyelesaian konflik adalah dengan menerapkan Inisiatif Arab, yang disponsori Saudi 2002. Inisiatif Arab menyebutkan hubungan normalisasi Israel dengan seluruh negara Arab baru terwujud jika Palestina telah mendapatkan status negara di wilayah sebelum dicaplok Israel dalam perang 1967.

"Anda tidak bisa menyembuhkan luka menganga dengan antibiotik dan penghilang rasa sakit," kata Al Faisal. 

Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi yang mendapat giliran setelah Al Faisal mengatakan, "Saya menyesalkan komentar dari wakil Saudi." "Saya tidak yakin bahwa itu mencerminkan semangat dan perubahan yang sedang terjadi di Timur Tengah," kata Ashkenazi. 

Ia juga kembali menyampaikan sikap Israel bahwa Palestina adalah pihak yang patut disalahkan atas gagalnya perdamaian kedua pihak. "Ada pilihan di sini dengan Palestina, apakah akan kita selesaikan atau melanjutkan sikap saling menyalahkan," ujarnya.

Konfrontasi

Konfrontasi antara Al Faisal dan Ashkenazi mencerminkan masih ada pihak di Saudi yang keberatan terhadap Israel. Meski, saat ini di dalam Saudi juga ada dorongan untuk mendekat kepada Israel.

Al Faisal memimpin badan intelijen Saudi selama lebih dari 20 tahun. Ia juga pernah menjadi duta besar Saudi untuk Amerika Serikat dan Inggris. Saat ini Al Faisal tak memegang posisi resmi di Kerajaan Saudi. Namun, ia diyakini mencerminkan sikap penguasa Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud.

Sedangkan, penguasa de facto Saudi, yaitu Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), menunjukkan sikap berbeda. MBS diyakini lebih suka menjalin hubungan dengan Israel untuk menangkis rival bersama, Iran, dan meningkatkan investasi di Saudi. 

Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif al-Zayani yang berada di panggung forum mencoba menengahi ketegangan kedua pihak. Namun, ia juga menekankan pentingnya penyelesaian konflik Israel dan Palestina berdasarkan pada solusi dua negara, seperti tecermin dalam Inisiatif Arab.

"Jalur damai bukanlah jalur yang mudah dilalui. Akan banyak hambatan di tengah jalan," katanya. "Ada naik dan turun. Namun, di dasar jalur itu adalah jalur damai, dalam isu Israel dan Palestina."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat