Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo melihat barang bukti dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11). | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Nasional

Prasetijo Sebut Hanya Terima 20 Ribu Dolar

Tommy didakwa sebagai perantara suap terhadap Irjen Napoleon dan Prasetijo.

JAKARTA -- Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo mengakui hanya menerima 20 ribu dolar AS dari terdakwa Tommy Sumardi. Mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri itu pun mengaku uang tersebut sebagai uang persahabatan. 

Prasetijo dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Tommy dalam sidang kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta. Awalnya, jaksa Sophan mengonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) Prasetijo yang menyebut uang itu diserahkan Tommy saat hendak bertemu dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat sebagai kadivhubinter Polri. 

"Di dalam mobil tersebut tiba-tiba dia (Tommy) ambil. Kemudian dia ambil uang serahkan ke saya. 'Ini bro untung lo', 'Ji ini apaan?', 'Udah ambil aja', 'Ini uang untuk lo, uang persahabatan, udah kan lo sering bantu saya'," kata Prasetijo sambil menirukan percakapannya dengan Tommy. 

Tommy didakwa sebagai perantara suap terhadap Irjen Napoleon sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS serta Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS. Suap itu diberikan agar kedua perwira Polri itu membantu penghapusan red notice terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.

photo
Mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri, Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, dengan terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11). - (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Dalam BAP-nya, Prasetijo menyebut penerimaan itu terjadi pada pertemuan ketiga dengan Tommy pada 4 Mei 2020. Tommy, dia menyebut, datang ke ruangannya untuk meminta ditemani bertemu Irjen Napoleon. Menurut Tommy, Napoleon sedang mencari dirinya dan takut datang sendirian.

"Kemudian saya tanya, 'Kenapa?', dijawab Haji Tommy, 'Tahu, rese dia. Gue dibilang nggak komitmen.' Dan kemudian saya dampingi Pak Haji Tommy ke ruangan Pak Kadivhubinter ke lantai 11 di gedung TNCC," kata Prasetijo dalam BAP-nya. 

Sesampainya di gedung TNCC, sekretaris pribadi Napoleon mengatakan, atasannya belum ada di ruangan. Mereka kemudian ke Restoran Merah Delima untuk menunggu. Setelah beberapa saat, Tommy menuju ke mobil di parkiran dan naik mobil Alphard warna putih. Tommy meminta Prasetijo masuk mobil tersebut dan memperlihatkan uang 10 ikat mata uang dolar AS. 

"Kemudian saya mengatakan, 'Wih, Ji, uang lo banyak banget', kemudian dijawab Haji Tommy, 'Udah lu mau tahu aja', 'Ini buat lo'. Dengan spontan Haji Tommy memberikan ke saya dua ikat (uang), masing-masing 10 ribu dolar AS. Total 20 ribu dolar AS," kata Prasetijo.   

Menurut Prasetijo, Tommy mengatakan tidak apa-apa jika dia menerima uang tersebut. Sebab, Tommy telah menganggap dirinya sebagai teman. "Lu temen gua, masa nggak boleh ngasih temen'," kata Prasetijo menirukan Tommy dalam BAP-nya. 

Sesaat setelah itu, Tommy dan Prasetijo menuju lantai 11 gedung TNCC dan masuk ke ruangan Kadivhubinter Irjen Napoleon. "Saat itu Pak Haji Tommy bawa paper bag warna hitam atau cokelat, kemudian saya tanya. Katanya, 'Lo mau tahu aja'," kata Napoleon.

Namun, ia mengaku sesampainya di ruangan kadivhubinter, mereka tidak bertemu Irjen Napoleon. "Apakah ada penerimaan lain?" tanya jaksa Sophan. "Tidak ada, hanya itu," kata Prasetijo menegaskan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat