Petugas KPPS berpakaian hazmat mendampingi warga memasukkan surat suara ke dalam kotak saat Simulasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Semarang 2020 di Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Ahad (29/11). | ANTARA FOTO/Aji Styawan

Tajuk

Memetakan Klaster Desember

Memasuki Desember, situasi penyebaran pagebluk Covid-19 di Indonesia tidak juga membaik.

Memasuki Desember, situasi penyebaran pagebluk Covid-19 di Indonesia tidak juga membaik. Dari sisi penyebaran, kian banyak orang terinfeksi virus yang belum ada vaksin dan obat khususnya ini. Tidak ada tren penurunan kasus harian yang riil. Yang kita lihat justru warga masih bebas melanggar protokol kesehatan.

Ini yang kemudian disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas penanggulangan Covid 19 pada Senin (1/11) pagi. Presiden dengan khusus menyebut kata 'memburuk'. Ini mengacu pada data sepanjang pekan lalu ada peningkatan kasus harian, sampai mencetak rekor menembus 6.000 kasus per hari! 

Meskipun dengan catatan, hal tersebut terjadi karena pertambahan jumlah spesimen yang diuji melebihi 42 ribu dan jumlah orang yang dites melebihi 39 ribu per hari. Namun, hal ini justru memperlihatkan realitas sebanyak apa pun kita melakukan tes dan mengambil spesimen maka jumlah orang yang terinfeksi tetap banyak.

 
Pemerintah perlu segera mengevaluasi strategi pencegahan tersebut dengan mempertimbangkan berbagai banyak faktor lagi. 
 
 

Artinya: Strategi nasional pencegahan penyebaran virus korona lagi-lagi belum berhasil. Pemerintah perlu segera mengevaluasi strategi pencegahan tersebut dengan mempertimbangkan berbagai banyak faktor lagi. 

Menarik mencermati pendapat kolumnis Iman Sugema, dalam analisisnya di koran ini edisi Senin, yang berjudul 'Kelembaman Sosial'. Dalam analisisnya, pertanyaan besarnya adalah mengapa tetap banyak warga yang dengan sadar melanggar protokol kesehatan?

Ada dua faktor yang Iman ajukan, pertama adalah faktor budaya; kedua adalah faktor ekonomi. Apakah strategi pencegahan pagebluk pemerintah sudah benar-benar memperhitungkan dua faktor ini? Kita tentu bisa menilainya masing-masing.

Desember ini, kengerian akan lonjakan kasus harian tetap ada. Klaster-klaster baru amat mungkin muncul. Kita bisa mendaftarnya mulai dari sekarang: Klaster yang mungkin muncul dari kegiatan Pesantren Istiqlaliyah di Tangerang, yang melibatkan ribuan orang dan hanya 18 orang yang dilakukan rapid test. 

Kemudian, klaster yang mungkin muncul dari kegiatan pemilihan kepala daerah di berbagai lokasi. Ancaman ledakan kasus harian dari pilkada ini nyata, karena melibatkan jutaan warga pada waktu yang sama di berbagai lokasi. Karena itu, menyepelekan potensi klaster pilkada ini dengan menyebutkan bahwa sepanjang masa kampanye tidak terjadi ledakan kasus, jelas menunjukkan ketidakmengertian situasi pagebluk. 

 
Kita akan terus dihantui oleh lonjakan kasus harian ini, kalau pemerintah tidak melakukan suatu strategi pencegahan yang benar-benar jitu dan dipatuhi warganya.
 
 

Ada juga potensi dari klaster libur akhir tahun. Potensi klaster dari libur panjang sudah terbukti berkali-kali. Meskipun Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, mengeklaim bahwa situasi bisa dikendalikan.

Namun realitasnya, dengan lonjakan kasus 4.000-5.000-an per hari pada pekan lalu, fasilitas kesehatan di daerah sudah “berteriak” meminta pertolongan, karena kamar isolasi dan tenaga mereka terbatas.

Yang terakhir adalah potensi klaster dari awal 2021. Pemerintah pusat memberi lampu hijau bagi daerah untuk membuka kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Memang, data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, belum ada korelasi amat tegas antara lonjakan kasus dan pembukaan belajar-mengajar di sekolah. Tapi, ada beberapa kasus internasional dan dalam negeri yang harus benar-benar dicermati.

Selain itu, poin-poin rekomendasi kesehatan yang harus dipenuhi oleh sekolah malah tidak tegas. Maksudnya: Poin kesehatan itu tidak mencantumkan bahaya penyebaran dari orang tanpa gejala (OTG). Kasus Covid 19 di Indonesia sebanyak 70-80 persen justru menimpa OTG.

Patut dicatat: Pemerintah pusat dan daerah tidak mewajibkan tes rapid/swab/antigen kepada staf sekolah dan tenaga pengajar. Sementara data WHO menunjukkan, penyebaran di sekolah terjadi bukan dari anak ke anak, melainkan dari orang dewasa ke anak. 

Kita akan terus dihantui oleh lonjakan kasus harian ini, kalau pemerintah tidak melakukan suatu strategi pencegahan yang benar-benar jitu dan dipatuhi warganya. Tanpa itu, kita ibarat menunggu musibah itu makin dekat dan menimpa.

Bahkan, koran ini dalam tajuknya pada akhir September lalu sudah menunjukkan bahwa amat terbuka potensi kasus harian tembus ke 5.000-7.000 kasus maksimal per hari pada Desember.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat