Pendukung Donald Trump berjalan kaki menunggu bus selepas menghadiri kampanye di Kenosha, Wisconsin, Senin (2/11). | AP/Wong Maye-E

Kisah Mancanegara

Mereka yang Terpisah Gara-Gara Pilpres AS

Lima pendukung Trump dan lima pemilih Biden mengaku ada hubungan yang retak karena pilpres.

OLEH LINTAR SATRIA

Saat Mayra Gomez memberitahu anaknya ia akan memilih Donald Trump pada pemungutan suara Selasa (3/11) ini. Putranya yang berusia 21 tahun memutuskan hubungan dengannya. "Ia dengan khusus mengatakan pada saya, 'Ibu bukan ibu saya lagi, karena Ibu memilih Trump'," kata Gomez, Senin (2/11) satu hari sebelum pemungutan suara.

Perawat di Milwaukee itu mengatakan percakapan terakhirnya dengan putranya sangat getir. Ia tidak yakin mereka bisa berbaikan walaupun Trump gagal kembali berkuasa di periode kedua. "Kerusakan sudah terlanjur terjadi. Di pikiran orang-orang, Trump adalah monster, ini menyedihkan. Ada orang-orang yang tidak lagi berbicara dengan saya dan saya tidak yakin hal itu akan berubah," kata Gomez.

Perempuan berusia 41 tahun itu mengatakan ia mendukung kebijakan ekonomi Trump dan caranya dalam menangani isu imigran ilegal. Gomez bukan satu-satunya yang kehilangan keluarga karena pemilu 2020.

Masa jabatan Trump yang penuh gejolak telah memecah belah keluarga dan pertemanan. Pakar menilai sulit hubungan-hubungan yang retak itu untuk diperbaiki meskipun Trump tidak lagi duduk di Gedung Putih. Sepuluh pemilih yakni lima pendukung Trump dan lima pemilih calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden mengaku ada hubungan yang retak karena pemilu ini.

photo
Pendukung Joe Biden mendengarkan pidato dalam kampanye di Community College of Beaver County, Monaca, Senin (2/11). - (AP/Andrew Harnik)

Sebagian yakin hubungan itu tidak dapat diperbaiki lagi. Selama empat tahun terakhir Trump dinilai banyak melanggar norma-norma kepresidenan. Hal ini memicu ketegangan antara pendukung dan penentangnya. Banyak pendukungnya yang memuji kebijakan presiden di isu imigrasi dan keputusannya menunjuk orang konservatif sebagai hakim agung.

Para pendukung Trump menyukai sikap mantan pengusaha properti itu yang menanggalkan hal-hal konvensional. Mereka menilai kata-kata kasar Trump sebagai kejujuran dalam mengungkapkan pikiran. Salah satu contoh, Trump tak segan menuding para pengritiknya sebagai "berita palsu".

Namun, Partai Demokrat dan pihak lain menilai Trump ancaman terhadap demokrasi Amerika, pembohong dan rasis yang gagal menanggulangi pandemi virus korona yang telah menewaskan 230 ribu lebih warga AS.

Di jajak pendapat Joe Biden masih lebih unggul daripada Trump. Tetapi masyarakat mulai bertanya-tanya apakah perpecahan yang ditimbulkan Trump dapat berakhir setelah mantan pembawa acara realitas televisi itu kalah.

"Sayangnya, saya pikir bangsa tidak dapat pulih dengan mudah seperti mengganti presiden," kata psikoterapis Rochester Center for Behavioral Medicine, Jaime Saal. "Butuh waktu dan butuh kerja keras dan dari kedua belah pihak, tidak bermaksud bercanda, untuk berniat mengikhlaskan dan melangkah maju," katanya.

Saal mengatakan dinamika politik, sosial dan kesehatan meningkatkan ketegangan hubungan personal masyarakat Amerika. Ia sering menjumpai klien yang bersitegang dengan saudara, orang tua, atau mertua karena politik.

photo
Emily Fewless (40 tahun) dan Sarah DeVries (43) mengambil swafoto berlatar pesan anti-Joe Biden di dekat lokasi kampanye Donald Trump di Michigan, Senin (2/11). - (EPA-EFE/JEFFREY SAUGER)

Kegelisahan

Diane Spiteri dapat mengirimkan suaranya melalui kantor pos tapi ia tidak yakin apakah ia dapat mempercayai metode itu. Ia sempat mempertimbangkan untuk meletakan suaranya di kotak suara yang aman di City Hall.

Namun pikirannya melayang-layang, apa yang mungkin terjadi? Bagaimana bila terjadi kebakaran. Akhirnya dengan susah payah perempuan 58 tahun itu menyerahkan langsung suaranya ke petugas pemungutan suara di pinggir kota Detroit, Michigan, Amerika Serikat (AS).

Di setiap hari pemungutan suara warga Amerika memang biasanya sudah lelah dengan politik yang memecah belah dan kekhawatiran atas yang mungkin terjadi selanjutnya. Kesulitan mereka bukan menjatuhkan pilihan ke Presiden Donald Trump atau penantangnya Joe Biden.

Pilihan tersebut biasanya sudah ditetapkan jauh sebelum hari pemungutan suara. Kekhawatiran terbesar mereka pada pemilihan tahun ini pada demokrasi itu sendiri.

photo
Pekerja menyusun surat suara di tempat pemungutan suara di Pomona, Kalifornia, Senin (2/11).- (EPA-EFE/ETIENNE LAURENT)

Para pemilih yang memberikan suara mereka lebih awal merasa fondasi demokrasi kian rapuh. Muncul pertanyaan seperti apakah suara mereka dihitung? Apakah yang kalah menerima hasilnya? Apakah yang menang mampu memperbaiki perpecahan bangsa?  

"Saya hanya tidak sabar untuk menunggu semua ini berakhir dan saya masih lama dari berakhir, bahkan setelah Selasa ini, kegelisahan akan semakin parah," kata Spiteri, Selasa (3/11).

Spiteri sudah memberikan hak suaranya pada pekan lalu. Perempuan itu mengatakan memberi suara pada Biden. "Saya berharap tidak terlalu banyak kerusakan yang telah dilakukan empat terakhir yang tidak bisa diperbaiki," tambahnya.

Masyarakat AS di seluruh negeri mengatasi kegelisahan mereka dengan berbagai cara, mulai dari mengikuti jajak pendapat atau penghitungan suara dengan obsesif, membeli senjata, mencari cara berganti warga negara atau berkemah di dalam hutan. Ketegangan semakin tinggi, kedua belah pihak menganggap lawan masing-masing sebagai ancaman.

"Negara kami sedang dalam kekacauan," kata Roberta Henderson. Ia memberikan hak suaranya di Sterling Heights, Michigan. Pada tahun 2016 lalu ia memilih Trump. Tapi ia muak dengan perpecahan kali ini ia memilih Biden.

photo
Pemilih menyalurkan suara di lokasi pencoblosan di Marlboro, Maryland, Senin (2/11). - (EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS)

Saat pandemi Covid-19 semakin memburuk masa depan AS pun kian tidak pasti. Gelombang aksi protes ketidaksetaraan rasialisme pada tahun ini menambah resiko bentrokan pada hari pemungutan suara.  

Di Texas, mobil-mobil yang dipasangi bendera Trump kepung bus kampanye Biden. Satu pekan yang lalu sekelompok pria ditangkap karena diduga berencana menculik gubernur Michigan yang berasal dari Partai Demokrat. Penjualan senjata meroket. Trump menolak menyerahkan kekuasaan dengan damai bila kalah.

Jajak pendapat AP-NORC menemukan 7 dari 10 pemilih mengatakan mereka gelisah dengan pemilu tahun ini. Pemilih Biden lebih cemas dibandingkan pemilih Trump dengan perbandingan suara 72 persen dan 61 persen.

Pendukung Trump juga merasa cemas, sebab presiden AS ke-45 itu mengatakan bila ia kalah jalanan akan dipenuhi dengan kejahatan. Sementara kebebasan dicengkram norma-norma politik. "Jika kami membiarkan orang di seberang yang masuk, maka negara akan lepas," kata Dan Smith, pendukung Trump.

Laki-laki berusia 53 tahun asal Norfolk, Virginia itu mengatakan ia mendukung Trump karena ia mengkhawatirkan 'ketertiban dan hukum'. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat