Presiden Prancis Emmanuel Macron. | AP/Olivier Hoslet/EPA Pool

Internasional

Prancis Tarik Dubes Turki

Seruan untuk memboikot barang-barang Prancis bermunculan.

PARIS -- Prancis memanggil pulang duta besar Turki seusai Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Presiden Emmanuel Macron harus menjalani perawatan kesehatan mental. Prancis juga menilai kritik Erdogan terhadap pemerintahan Macron sangat kasar.

Kantor Kepresidenan Prancis pun mengatakan tidak bisa menerima pernyataan Erdogan yang dianggap berlebihan dan kasar. Prancis menggunakan pernyataan keras yang tidak pernah mereka sampaikan sebelumnya. "Kami menuntut Erdogan untuk mengubah kebijakannya, yang membahayakan semua aspek," kata Kantor Kepresiden Prancis dalam pernyataan mereka, Ahad (25/10).

Saat menyampaikan pidato di Partai Keadilan dan Pembangunan di Kota Anatolia tengah, Erdogan menghina kebijakan Macron terhadap masyarakat Muslim di Prancis. "Apa masalah orang yang bernama Macron dengan Islam dan Muslim? Apa lagi yang bisa dikatakan kepala negara yang tidak mengerti kebebasan kepercayaan dan yang bertindak seperti ini pada jutaan orang yang hidup di negara yang memiliki kepercayaan yang berbeda," kata Erdogan.  

photo
Presdien Turki Reccep Tayyip Erdogan - (EPA-EFE/TURKISH PRESIDENT PRESS OFFICE)

Kantor Kepresidenan Prancis mengatakan Erdogan tidak mengucapkan belasungkawa pada guru yang dipenggal kepalanya setelah memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad di kelas. Pihak berwenang Prancis menyelidiki pembunuhan tersebut sebagai serangan teror kelompok ekstremis Islam.

Dalam beberapa bulan terakhir hubungan Prancis dan Turki semakin memanas. Mereka berbeda posisi dalam konflik di Suriah, Libya, dan Nagorno-Karabakh, wilayah perbatasan yang saat ini tengah diperebutkan Armenia dan Azerbaijan.

Macron menuduh Turki melanggar komitmen dengan meningkatkan kehadiran militer mereka di Libya dan membawa milisi bersenjata ke Suriah. Prancis juga berpihak pada Yunani dan Siprus dalam gesekan di Mediterania Timur. 

Boikot

Sementara, seruan untuk memboikot barang-barang Prancis bermunculan setelah komentar Presiden Emmanuel Macron terhadap Islam dan Muslim. Lembaga Islam Mesir, al-Azhar, juga turut mengecam pernyataan rasis presiden Macron itu.

Para sarjana Universitas al-Azhar menyebut pernyataan Macron bertentangan dengan esensi Islam yang sebenarnya. Di hari yang sama, Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan, pihaknya mengutuk segala bentuk publikasi karikatur Nabi Muhammad dengan dalih kebebasan berekspresi dan upaya diskriminatif dan menyesatkan yang berusaha menghubungkan Islam dengan terorisme.

Partai oposisi Front Aksi Islam Yordania juga meminta presiden Prancis untuk meminta maaf atas komentarnya dan mendesak warga kerajaan untuk memboikot barang-barang Prancis.

Boikot tersebut sudah berlangsung di Kuwait dan Qatar. Beberapa postingan di media sosial menunjukkan para pekerja mengeluarkan keju olahan Kiri dan Babybel Prancis dari rak supermarket di Kuwait. Pekan Budaya Prancis yang merupakan acara tahunan Prancis-Qatar, juga dikabarkan akan ditunda tanpa batas waktu.

Di Doha, para pekerja di jaringan supermarket Al Meera mulai mengeluarkan selai St Dalfour buatan Prancis dan ragi Saf-Instant dari rak mereka. Al Meera bersaing dengan jaringan supermarket Prancis, Monoprix dan Carrefour, untuk mendapatkan pangsa pasar di sektor grosir Qatar yang menguntungkan.

Al Meera dan operator grosir lainnya, Souq Al Baladi, merilis pernyataan pada Jumat malam, mengatakan bahwa mereka akan menarik produk Prancis dari toko sampai pemberitahuan lebih lanjut. Mereka juga menyebut komentar Macron sebagai pemicu tindakan pemboikotan mereka.

photo
Presiden Prancis Emmanuel Macron memberikan penghormatan terhadap jenazah guru yang dibunuh dalam upacara pelepasan di pelataran Universitas Sorbonnem, Rabu (21/10). - (AP/Francois Mori)

Nayef Falah Mubarak Al-Hajraf, sekretaris jenderal Dewan Kerja Sama Teluk menyebut bahwa kata-kata Macron tidak bertanggung jawab dan dapat meningkatkan penyebaran budaya kebencian. Melalui Twitter resminya, Universitas Qatar juga menyinggung penyalahgunaan yang disengaja terhadap Islam dan simbol-simbolnya.

Pada Rabu (21/10), Macron menuduh Muslim melakukan separatisme dan bersumpah tak akan melarang tindakan penerbitan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad seperti yang dilakukan majalah Charlie Hebdo. Komentar ini muncul sebagai tanggapan atas pemenggalan Samuel Paty, seorang guru berusia 47 tahun yang diserang dalam perjalanan pulang dari sekolah menengah pertama tempat dia mengajar di Conflans-Sainte-Honorine, 40 kilometer barat laut Paris. Guru itu dibunuh oleh seorang ekstremis Muslim yang keberatan atas tindakan guru tersebut menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelasnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat