Suasana sidang putusan praperadilan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Suharno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (6/10). | Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

Nasional

Polri Lengkapi Berkas Napoleon

Hakim menolak praperadilan Napleon karena dinilai tidak beralasan. 

JAKARTA — Penyidik Bareskrim Polri kembali fokus pada kelengkapan berkas perkara dugaan suap penghapusan red notice Djoko Sugiarto Tjandra dengan tersangka Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. Hingga kini, berkas perkara tersebut belum ditentukan lengkap atau P-21 oleh kejaksaan karena adanya gugatan praperadian yang dilakukan Napoleon.

Namun, Selasa (6/10) kemarin, pengadilan menolak seluruh gugatan mantan kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu. Anggota tim hukum Bareskrim, Kombes Widodo, mengatakan, penolakan permohonan Napoleon itu menandakan proses penyidikan yang sudah sesuai.

“Ya, dengan adanya putusan ini, kita tetap yakin akan kelanjutan penyidikan kasus ini,” kata Widodo saat ditemui seusai putusan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa (6/10). 

Menurut Widodo, prioritas utama timnya saat ini adalah pelengkapan berkas perkara yang belum juga usai. Dia menyebut, hasil praperadilan kemarin akan melengkapi bahan informasi dalam berkas perkara tambahan ke Kejaksaan Agung. “Sedikit lagi akan finishing (pemberkasannya). Kita perlu segera melengkapi berkas untuk segera dikirim (ke Kejakgung),” ujar Widodo. 

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono pada Senin (5/10) mengakui adanya penundaan proses P-21 berkas red notice karena menunggu hasil praperadilan. Karena itu, ia belum bisa memastikan apakah berkas itu sudah lengkap atau tidak.

Sebetulnya, kata Ali, praperadilan tidak ada urusannya dengan proses kelengkapan berkas di kejaksaan. Sebab, Napoleon tak menjadikan kejaksaan sebagai pihak termohon. “Yang dipraperadilankan polisi bukan kita (kejaksaan). Jadi, sebetulnya enggak ada urusannya,” kata Ali.

photo
Irjen Napoleon Bonaparte seusai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin, (28/9). - (Bambang Noroyono/Republika)

Pada Selasa (6/10) pagi, hakim Suharno menolak seluruh permohonan praperadilan Napoleon. “Mengadili. Menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” demikian putusan praperadilan yang dibacakan terbuka di PN Jasksel.

Putusan itu memastikan penyelidikan dan penetapan tersangka terhadap Napoleon sah. Ada empat materi permohonan ajuan Napoleon yang ditolak. Yaitu, pencabutan status tersangka karena penetapannya dinilai tidak melalui penyelidikan, alat bukti yang digunakan kurang dan tidak sah, penghentian penyelidikan karena bukan kategori pidana, dan meminta hakim praperadilan menyatakan tidak adanya bukti-bukti akurat dalam penerimaan suap.

Dalam amar putusannya, hakim Suharno berpendapat, Bareskrim telah memberikan bukti adanya penyelidikan dan bukti-bukti penerimaan suap, termasuk saksi-saksi. “Dengan demikian, hakim praperadilan berpendapat, permohonan praperadilan pemohon (tersangka Napoleon) tidak beralasan hukum. Oleh karena itu, haruslah ditolak untuk seluruhnya,” kata hakim Suharno. 

Bareskrim Polri menetapkan Irjen Napoleon sebagai tersangka penerima suap Rp 7 miliar dalam pecahan dolar Singapura dan AS dari Djoko Tjandra. Pemberian tersebut diduga terkait hilangnya nama buronan terpidana korupsi hak tagih Bank Bali di daftar pencarian orang (DPO) Interpol dan Imigrasi. Djoko memberikan uang tersebut lewat perantara rekannya, Tommy Sumardi. 

Selain Napoleon, skandal red notice juga menersangkakan Djoko Tjandra, Tommy, dan Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo selaku mantan kakorwas PPNS Mabes Polri dituduh menerima uang 20 ribu dolar AS (Rp 296 juta) dalam membantu Napoleon. 

Napoleon tidak menghadiri sidang putusan praperadilan kemarin. Hal itu menjadi pertanyaan karena pada sidang-sidang sebelumnya, ia tampak semangat hadir. Napoleon kerap datang mengenakan seragam kepolisian lengkap, dengan segala atribut jenderal bintang duanya. Napoleon pun masih didampingi ajudan yang berpakaian sipil dan rombongan pengacara.

Pengacara Napoleon, Gunawan Raka, menjelaskan, ketidakhadiran Napoleon bukan karena sudah tahu hakim akan menolak praperadilannya. Ia beralasan kliennya tengah sibuk.

“(Napoleon) tidak hadir karena ada rapat. Namun, beliau akan sangat menghormati putusan hakim. Kami sampaikan penghormatan tinggi kepada hakim,” kata dia seusai pembacaan putusan praperadilan.

Gunawan mengatakan, tim hukum belum menentukan langkah lanjutan terkait putusan tersebut. Namun, ia menjamin, kliennya akan kooperatif. Menurut dia, Napoleon seorang perwira kepolisian yang bertanggung jawab sehingga akan mengikuti seluruh rangkaian hukum yang berlaku. “Pak Napoleon setia pada Polri. Apa pun yang dilakukan Polri setelah ini, beliau (tersangka Napoleon) akan tetap kooperatif,” ujar Gunawan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat