Pendeta Yeremia Zanambi | Istimewa

Nusantara

Pemerintah Usut Penembakan di Hitadipa

Pemerintah berduka atas wafatnya pendeta Yeremia yang merupakan ketua klasis Gereja Kemah injil Indonesia.

JAKARTA -- Pemerintah menyatakan mendukung penuh investigasi independen atas insiden penembakan di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua, terhadap pendeta Yeremia Zanambani pada Sabtu (19/9). Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pemerintah telah membentuk tim investigasi yang akan berkerja sama dengan pihak gereja, masyarakat adat, dan pemerintah daerah untuk menemukan pelaku penembakan.

"Tindakan semena-mena ini tidak bisa dibiarkan, harus mendapatkan perhatian serius, dan diusut tuntas secara transparan dalam waktu yang singkat," ujar Jaleswari dalam siaran pers di Jakarta, Senin (28/9).

Sebanyak empat orang dinyatakan meninggal akibat penembakan di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, dalam satu bulan terakhir. Mereka disebut korban dari kekerasan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). Serangan KKSB pada Kamis (17/9) menewaskan dua orang, yaitu anggota TNI Serka Sahlan dan tukang ojek bernama Badawi.

Pada Sabtu (19/9), dua orang kembali meninggal, yaitu Pratu Dwi Akbar Utomo dan Pendeta Yeremia Zanambani. Pada Selasa (15/9), serangan juga melukai dua tukang ojek, Laode Anas dan Fatur Rahman. 

Jaleswari menyampaikan, pemerintah berduka atas wafatnya pendeta Yeremia yang merupakan ketua klasis Gereja Kemah injil Indonesia dan gugurnya beberapa prajurit TNI serta warga sipil dalam aksi kekerasan di wilayah tersebut. Ia mengatakan, pemerintah berkomitmen menjaga hak keadilan dari pendeta Yeremia sebagai warga negara Indonesia. Siapa pun pihak yang bersalah akan ditindak tegas. 

"Pendeta Yeremia Zanambani merupakan tokoh masyarakat yang sudah banyak berbuat melayani warga Papua. Pemerintah juga turut berduka atas gugurnya para prajurit TNI serta warga sipil," kata dia.

Menurut Jaleswari, seruan dari berbagai pihak, khususnya dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), anggota DPR Dapil Papua, organisasi gereja, dan masyarakat di Provinsi Papua atas kasus ini, sudah diterima pemerintah. Ia menegaskan, pemerintah mengapresiasi peran aktif dari masyarakat Papua untuk penuntasan kasus ini. Ia juga mengajak masyarakat tidak terhasut dan terprovokasi atas insiden ini.

"Pemerintah mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan sikap tenang dan bersama-sama menjaga perdamaian di tanah Papua," kata Jaleswari menegaskan.

Pada Jumat (18/9), Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw menyebut, dari laporan yang diterima, beberapa KKSB telah berkumpul di Intan Jaya. Hal itu membuat usaha olah tempat kejadian perkara (TKP) berbagai kejadian di sana sulit dilakukan.

KKSB, kata dia, ingin melakukan provokasi dan perang terbuka dengan TNI-Polri menjelang sidang umum PBB. Mereka membalikkan informasi seakan TNI-Polri yang melakukan kekerasan. "Ini pola-pola propaganda yang dimainkan, kami tahu kok, ini kan mau sidang PBB," kata dia. 

Meski begitu, sejak Sabtu (26/9), tim gabungan Polri dan TNI berhasil masuk wilayah Hipadipa dan melakukan olah TKP. Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal mengatakan, olah TKP dipimpin oleh Ipda Y Urbinas yang didampingi Kepala Polres Intan Jaya AKBP I Wayan G Antara.

"Jadi, olah TKP ini dilaksanakan sejak Sabtu (26/9) pekan kemarin dengan melibatkan sejumlah personel, setelah diberi arahan personel langsung menuju ke Kampung Sugapa Lama, dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Kampung Hitadipa, karena akses jalan untuk kendaraan roda empat terputus," kata Kamal, Ahad (27/9). 

Saat dikonfimasi lagi, kemarin, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, kasus penembakan pendeta Yeremia masih simpang siur. Namun, Polri akan segera mengumumkan hasil olah TKP dalam dua hari terakhir. 

Kesaksian

Sebelumnya, Republika menghubungi Yones Douw seorang aktivis yang mengumpulkan jejak peristiwa tersebut. Yang ia sampaikan lebih terperinci, sekaligus menampilkan wajah konflik yang selama ini luput dari sorotan pusat. 

Yeremia, menurut Yones, adalah seorang pria berusia 68 tahun dan sudah berkeluarga. Ia memangku sejumlah jabatan di kampungnya. Antara lain pendeta Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), wakil ketua Klasis Hitadipa, kepala Sekolah Theologia Atas (STA) Hitadipa, dan penerjemah Alkitab bahasa Moni di Hitadipa. Moni adalah suku asal Yeremia.

Yang menimpa Yeremia, kata Yones, berawal pada 14 September lalu, pukul 11.00 WIT. Kala itu, TPNPB di bawah komando Karel Tipagau melakukan penyerangan di Kampung Mamba, Distrik Sugapa. Pengojek dan anggota TNI terbunuh dalam penyerangan itu, sementara lainnya mengalami luka-luka dan dievakuasi di Timika.

Pada 17 Sepetember 2020 pukul 10.30 WIT,  pasukan yang dipimpin Karel Tipagau kembali membacok sampai mati seorang pengojek. Pihak TPNPB mengeklaim pengojek tersebut merupakan informan TNI-Polri Bilogai Kumbalagupa, Distrik Sugapa.

Atas serangan beruntun itu, pada 18 Sepetember 2020 pukul 06.00 WIT, TNI beberapa kali menerjunkan pasukan dengan dua helikopter di Hitadipa dan Sugapa melalui Bandara Enarotali Papua. 

Kemudian pada 19 September 2020, pukul 13.17 WIT, bertempat Hitadipa terjadi Kontak tembak antara Satgas BKO Apter Koramil Persiapan Hitadipa dengan TPNPB. Pratu Dwi Akbar Utomo (Yonif 711/RKS/Brigif 22/OTA, DAM XIII/MDK) dan senjatanya di bawah lari TPNPB. Sejumlah pasukan juga terluka dan dievakuasi ke Nabire.

Selepas itu, menurut Yones, pada 15. 20 WIT, pihak TNI-Polri mengimbau kepada kepada TPNPB dan masyarakat asli Papua di Hitadipa dan Homeo segera mengembalikan dua pucuk senjata yang dirampas dengan ancaman operasi penyisiran.

Pada waktu-waktu itu, sekitar pukul 17.20 WIT, menurut Yones, pendeta Yeremia Zanambani bersama istrinya pergi ke peternakan babi tak jauh dari kediaman mereka untuk memberi makan. “Setelah itu istrinya mengajak pendeta Yeremia untuk pulang ke rumah. Namun, pendeta Yeremia mengatakan saya masih menunggu babi ini selesai makan dulu. Pendeta bilang sama istrinya 'Mama pulang dulu’' sehingga istrinya mulai pulang ke rumah duluan,” tutur Yones kepada Republika, Senin (21/9). 

photo
Pasukan TPNPB-OPM berpose di pedalaman Kabupaten Nduga, pertengahan Mei 2020. - (Istimewa/TPNPB-OPM)

Sewaktu berjalan pulang, sang istri sempat bersirobok dengan sejumlah prajurit TNI menuju lokasi suaminya. Pendeta Yeremia tak pernah kembali ke rumahnya setelah itu. 

Keesokan harinya, pada 20 September 2020, pukul 07.30 WIT, keluarga yang kebingungan karena Yeremia tak kunjung pulang menyusul ke kandang. “Keluarga korban mendapatinya dalam kondisi tidak bernyawa dan berlumuran darah. Setelah itu keluarga korban bawa mayatnya ke Hitadipa untuk dimakamkan jenazahnya,” ujar Yones.

Warga melaporkan ada luka tikam dan bekas tembakan di tubuh Yeremia. Akibat kejadian tersebut, warga di Distrik Hitadipa saat ini hidup dalam ketakutan. “Selesai pemakaman pendeta Yerimia, para mama-mama dan masyarakat yang sisa akan mengungsi ke Sugapa. Sebagaian besar masyarakat sudah mengungsi di daerah-daerah sekitarnya yang dianggap aman,” kata Yones.

Ia menuturkan, ada kesaksian dari warga setempat bahwa pendeta Yeremia sempat ditemui pasukan TNI sebelum ditemukan meninggal pagi harinya. “TNI melihat pendeta lagi tunggu babi lagi makan, TNI tidak tanya-tanya langsung ditikam dengan alat tajam. Sesudah itu pendeta Yeremia ditembak,” kata Yones.

Menurutnya, warga juga mengeklaim bahwa pendeta Yeremia sama sekali tak terkait dengan penyerangan yang dilakukan separatis bersenjata. “Dia bukan pengacau, bukan juga pembunuh TNI, dan bukan mengambil senjata milik TNI,” ujar Ketua Departemen Keadilan dan Perdamaian Gereja Kingmi tersebut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat