Sejumlah petani bersama aktivis makan bersama di area lahan pertanian di Desa Pagerwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (24/9). Dalam aksi yang digelar dalam rangka Hari Tani Nasional tersebut mereka menuntut kepada pemerintah segera melaksanaka | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Tajuk

Nasib Para Petani

Hendaknya pemerintah memikirkan, setiap lahan pertanian yang digunakan untuk kawasan industri harus segera diciptakan juga kawasan pertanian yang baru.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, kemarin membuka rangkaian acara peringatan Hari Tani Nasional 2020. Hari Tani Nasional yang diperingati setiap 24 September 2020 oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dijadikan momentum untuk mengonsolidasi secara emosional bagi bangsa Indonesia. Khususnya, seluruh jajaran Kementan, para gubernur, dan para kepala daerah bahwa pertanian menjadi penting karena sektor ini sangat strategis bagi Indonesia.

Peringatan Hari Tani tak banyak diketahui oleh masyarakat luas, tak seperti hari olahraga, misalnya. Padahal, setiap hari kita tidak pernah lepas dari produk yang dihasilkan oleh para petani. Sejak bangun tidur saat kita minum teh atau kopi sampai tidur lagi yang ditutup makan malam, kita menyantap makanan dan minuman yang merupakan hasil dari para petani. 

Kita seakan tak peduli bahwa yang membuat tubuh kita sehat karena menyantap makanan bergizi dan buah-buahan adalah hasil dari keringat para petani. Bahkan, kita mungkin tidak pernah sekali pun membayangkan bahwa tanpa petani, kita akan hidup kelaparan dan krisis pangan.

Ketidakpedulian masyarakat terhadap jerih payah petani seakan menggambarkan seperti itulah kita memperlakukan para petani. Tidak hanya masyarakat umum yang bersikap seperti itu, pemerintah pun belum sepenuhnya menempatkan para petani sebagai profesi yang paling strategis dalam menghadapi kehidupan pada masa mendatang.

 
Kita seakan tak peduli bahwa yang membuat tubuh kita sehat karena menyantap makanan bergizi dan buah-buahan adalah hasil dari keringat para petani. 
 
 

Di pemerintah pusat, belum seluruh instansi bahu-membahu dalam menyokong para petani untuk lebih maju dan menjadi andalan negara. Begitu juga, di pemerintah daerah. Tidak sedikit di antara pemerintah daerah yang dengan mudah, mengorbankan lahan-lahan pertanian untuk disulap menjadi kawasan industri atau pabrik. Bukan kita tidak mendukung era industrialisasi.

Namun, hendaknya pemerintah memikirkan, setiap lahan pertanian yang digunakan untuk kawasan industri harus segera diciptakan juga kawasan pertanian yang baru, agar luas lahan dari tahun ke tahun tidak menyusut.

Ketidakpedulian kita terhadap para petani pun dapat dilihat, ketika para petani tak berdaya menjual produk hasil pertaniannya yang harganya jatuh saat musim panen. Kejadian seperti itu terus berulang dari zaman Orde Baru (Orba) sampai sekarang. Namun, pada waktu Orba dengan politik berasnya, pemerintah saat itu memberi perhatian yang jauh lebih besar dibandingkan zaman setelahnya.

Pada zaman Orba, fungsi Bulog sebagai lembaga penyangga untuk sekitar delapan komoditas pertanian sehingga perannya masih lumayan besar dalam membantu petani. Namun, setelah Reformasi, fungsi Bulog dipereteli oleh Lembaga Moneter Internasional (IMF) dan sekarang fungsinya belum kembali seperti kala Orba.

Teknologi pertanian kita juga masih kalah dibandingkan negara-negara tetangga, seperti Thailand atau Vietnam. Padahal, kita butuh teknologi dan bibit unggul yang bisa menghasilkan panen dengan jumlah lebih banyak walaupun luas lahannya sama. Dukungan dari dunia pendidikan serta Kementerian Riset dan Teknologi sangat dibutuhkan untuk menciptakan dunia pertanian yang maju, yang pada akhirnya akan menyejahterakan para petani.

Dengan kondisi lahan, yang semakin banyak digunakan untuk lahan-lahan industri dan perumahan, dibutuhkan teknologi pertanian ataupun bibit-bibit unggul hasil ilmuwan di dalam negeri. Apalagi, dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia juga terus bertambah. Sebagai negara agraris, sudah selayaknya Indonesia harus mampu memenuhi makanan pokok rakyatnya, seperti beras dan tidak bergantung pada impor. Kita bisa mencontoh Cina dengan luas lahan sekitar sembilan persen dari total lahan padi dunia. Namun, padi yang dihasilkan Cina, 11 persen dari total produksi padi di seluruh dunia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat