Dai atau pendakwah Ustaz Yusuf Mansur menyampaikan pesan takwa dalam sebuah forum di Jakarta, beberapa waktu lalu. | Republika/Iman Firmansyah

Khazanah

Menag Buka Pintu Dialog terkait Sertifikasi Dai

MUI menganggap program sertifikasi Daimenimbulkan kegaduhan dan kesalahpahaman.

 

JAKARTA – Program Penceramah Bersertifikat yang akan digelar Kementerian Agama (Kemenag) menuai kritik dan penolakan dari sejumlah pihak, salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menyikapi hal itu, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi berharap, dalam waktu dekat bisa berdialog dengan Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI untuk membahas program tersebut.

Untuk itu, Menag sudah meminta sekretaris menteri (sesmen) untuk mengajukan jadwal dialog dengan Wantim MUI. "Rabu (9/9) siang ini Menag mendapat undangan mendadak (dari Wantim MUI) untuk berdialog tentang itu (program Penceramah Bersertifikat) dengan jajaran MUI dan ormas Islam," kata Menag kepada Republika, Rabu (9/9).

Ia mengaku senang dengan adanya undangan tersebut. Sayangnya, undangan itu sangat mendadak dan diterima Menag saat jam rapatnya sudah dimulai. "Maka, Menag minta sesmen untuk ajukan reschedule, mudah-mudahan dalam waktu dekat segera ada dialog lagi," ujar Menag.

Sebelumnya, Wakil Menteri Agama (Wamenag) KH Zainut Tauhid Sa'adi mengimbau seluruh masyarakat agar menyikapi rencana program kegiatan dai dan penceramah agama bersertifikat dengan jernih dan objektif, tidak didasarkan pada sikap curiga dan syak wasangka. Sebab, hal itu dapat menimbulkan salah paham yang berujung pada polemik yang tidak produktif.

Menurut Wamenag, program dai dan penceramah bersertifikat adalah program biasa yang sudah sering dilakukan oleh ormas-ormas Islam atau lembaga keagamaan lainnya. Tujuannya, untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas dai dan penceramah agama agar memiliki bekal dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Seorang dai dan penceramah agama, lanjut dia, perlu dibekali ilmu psikologi massa, kemampuan bicara di depan publik, dan metode ceramah sesuai dengan perkembangan zaman. 

‘’Selain itu, perlu dibekali pemahaman Islam wasathiyah atau moderasi beragama serta pemahaman wawasan kebangsaan,’’ kata Wamenag kepada Republika, Senin (7/9) malam. 

Terkait dengan penanggulangan radikalisme yang menjadi tujuan program tersebut, dia  menerangkan, yang dimaksud dengan paham radikal adalah paham yang memenuhi tiga unsur. Pertama, paham yang menistakan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, paham yang mengingkari nilai-nilai kesepakatan nasional, misalnya, Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

 "Dan ketiga, paham yang menolak kebenaran paham orang lain, menganggap hanya kelompoknya yang paling benar, sementara orang lain sesat atau kafir (takfiri)," jelas Wamenag. 

Ia menekankan, setiap dai dan penceramah agama harus terbebas dari unsur paham radikal tersebut. Sebab, dapat mengancam eksistensi Pancasila, NKRI, persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam pelaksanaan program tersebut, Kemenag bekerja sama dengan majelis dan ormas keagamaan, seperti MUI, PGI, KWI, PHDI, Walubi/Permabudhi, Matakin, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas keagamaan lainnya. 

Sementara, melalui pernyataan sikap yang diterbitkan pada Selasa (8/9), Dewan Pimpinan MUI menolak program Penceramah Bersertifikat yang direncanakan Kemenag. 

Dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi dan Sekjen MUI Anwar Abbas tersebut disebutkan, program dai/mubaligh bersertifikat yang  direncanakan Kemenag telah menimbulkan kegaduhan dan kesalahpamahan. 

Program tersebut, menurut MUI, juga menimbulkan kekhawatiran akan adanya intervensi pemerintah pada aspek keagamaan yang dalam pelaksanaannya dapat menyulitkan umat Islam dan berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan. Karena itu, MUI menolak rencana program tersebut. 

Dijelaskan, MUI dapat memahami pentingnya program peningkatan kompetensi dai atau mubaligh sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan terhadap materi dakwah, terutama materi keagamaan kontemporer, seperti ekonomi syariah, bahan produk halal, maupun wawasan kebangsaan. Namun, sebaiknya upaya-upaya tersebut diserahkan saja kepada ormas Islam, termasuk MUI. 

Lebih lanjut, MUI mengimbau semua pihak agar tidak mudah mengaitkan masalah radikalisme dengan para ulama, dai, dan para penghafal Alquran atau hafiz serta tampilan fisik mereka, termasuk yang lantang menyuarakan amar makruf nahi mungkar bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat