Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Menjaga Fitrah

Orang tua punya peran penting dalam mendidik anak agar tetap teguh menjaga fitrah.

Oleh SIGIT INDRIJONO

OLEH SIGIT INDRIJONO

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS ar-Rum [30]: 30).

Ayat di atas menerangkan bahwa hakikatnya Allah SWT menciptakan manusia menurut fitrah untuk bertauhid, yaitu dengan beragama Islam. Allah mengambil kesaksian hakiki terhadap roh keturunan Adam sehingga tidak ada dari anak cucu Adam yang dilahirkan ke dunia ini melainkan mengetahui bahwa Allah adalah Tuhannya (QS al-A’raf [7]: 172).

Selain itu, perlu untuk dipahami juga bahwa Allah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat dengan risalah tauhid (QS an-Nahl [16]: 36). Rasulullah SAW bersabda, "Seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (cenderung kepada tauhid) sehingga kedua orang tuanya yang menjadikan sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menerangkan tentang fitrah yang merupakan potensi dasar seorang manusia sejak dilahirkan. Orang tua mempunyai peran penting dalam membesarkan dan mendidik anak agar tetap teguh menjaga fitrah tersebut.

“Dia-lah Yang Hidup Kekal, tidak ada tuhan selain Dia; maka sembahlah Dia dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. Katakanlah (Muhammad), ‘Sungguh, aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah, setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan aku diperintahkan agar berserah diri kepada Tuhan seluruh alam'." (QS Gafir [40]: 65–66).

Pada ayat di atas ada dua keutamaan yang harus dipegang dengan teguh yang merupakan inti dari ajaran Islam, yaitu tauhid. Pertama, perintah untuk menyembah Allah dengan tulus ikhlas dan berserah diri kepada-Nya. Kedua, larangan untuk menyembah kepada selain-Nya yang merupakan perbuatan syirik.

Seseorang yang melakukan perbuatan syirik maka Allah SWT tidak akan mengampuninya, mengharamkan baginya surga dan tempatnya adalah neraka, seperti yang diterangkan pada ayat berikut. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS an-Nisa’ [4]: 48).

“Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh Allah mengharamkan surga baginya dan tempatnya adalah neraka. Dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS al-Ma’idah [5]: 72).

Hendaknya kita menyadari hal di atas agar tidak terjerumus juga dalam bentuk lain perbuatan syirik, yaitu takhayul dan khurafat. Menganggap ada hari sial sehingga berpantang mengadakan acara pada waktu tersebut, seperti pernikahan, menggunakan  benda sebagai jimat untuk menolak bala, meraih keberuntungan hidup dengan memelihara hewan atau tanaman tertentu, dan berbagai bentuk mitos yang menyimpang dari ajaran Islam.

Rasulullah SAW mengajarkan doa, “Allahumma inni audzubika an usyrika bika wa ana a’lamu wa astaghfiruka lima la a’lam.” Artinya, “Wahai Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu dan aku memohon ampunan-Mu dari sesuatu yang aku tidak mengetahui.” (HR Bukhari).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat