Pengungsi dari Kampung Titigi dan Hidatipa meninggalkan rumah mereka akibat konflik TNI-Polri dan OPM, Senin (19/5/2025).. | Dok Republika

Nasional

Sudahi Konflik Papua

Ribuan warga dari wilayah Distrik Omukia mengungsi.

JAYAPURA — Konflik antara TNI dan kelompok separatis bersenjata di wilayah pegunungan Papua menjadi-jadi. Warga yang terpaksa mengungsi menuntut konflik segera dihentikan.

Ribuan warga dari sejumlah wilayah di Puncak, Papua Tengah terpaksa mengungsi menyusul hak hidup dan jaminan keamanan masyarakat yang menipis di kawasan tersebut. Tokoh pemuda setempat meminta agar konflik antara pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan gerombolan separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah tersebut dihentikan.

Kata dia, ‘lagu lama’ konflik bersenjata di tanah kelahirannya itu hanya menjadikan masyarakat biasa sebagai korban dan sasaran. “Kalau pengungsian, itu memang ada. Saya melihat langsung di sana, di Ilaga kota warga memang mengungsi ke sana. Jumlah pastinya saya tidak dapat pastikan tetapi memang itu sampai ribuan,” kata tokoh pemuda setempat yang minta disembunyikan namanya ketika dihubungi Republika, Rabu (9/7/2025). Ia khawatir menjadi buruan OPM atau TNI jika identitasnya disampaikan.

Kata dia, ribuan warga pengungsi itu memang berasal dari wilayah Distrik Omukia dan Kepala Air di Puncak. Para pengungsi tersebut mencari aman dari operasi militer yang dilakukan oleh TNI-Polri. Pun juga mengungsi karena tak ingin menjadi ‘tameng hidup’ dari perlawanan kelompok bersenjata OPM.

“Pengungsian itu memang karena terjadi penyisiran oleh teman-teman dari TNI-Polri. Tetapi juga karena terjadi kontak tembak dengan teman-teman yang berbeda ideologisnya (OPM),” kata sumber tersebut.

photo
Pengungsi dari Kampung Titigi dan Hidatipa meninggalkan rumah mereka akibat konflik TNI-Polri dan OPM, Senin (19/5/2025). - (Dok Republika)

Ia menerangkan ‘karawanan’ situasi di wilayah itu sudah berlangsung sejak awal bulan lalu. Pada 4 Juli 2025, Ia sempat bertandang ke Ilaga yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Puncak. Saat dirinya berada di kota utama tujuan pengungsian itu ‘huru-hara’ berupa aksi-aksi pembakaran bangunan-bangunan tertentu memang terjadi.

Ia tak berani berspekulasi tentang siapa pelaku pembakaran tersebut. Pun tak ingin menjawab tentang adanya rumah bupati, maupun bangunan perkantoran pemerintah daerah yang turut dibakar habis oleh pihak-pihak tertentu itu.

Tapi dia menyesalkan pembakaran-pembakaran itu juga menyasar sarana-sarana keagamaan, seperti gereja, pun juga infrastruktur pendidikan maupun kesehatan yang selama ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Dan sejumlah kontak tembak di sela aksi-aksi pembakaran tersebut, semakin melengkapi ketakutan warga.

"Masyarakat hanya mendengar tentang orang-orang yang berkonflik ini (TNI-Polri dengan OPM) saja sudah takut. Apalagi dengan melihat adanya pembakaran-pembakaran dan kontak tembak. Anak siapa yang mau tinggal di tempat seperti itu?,” kata sumber itu.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (republikaonline)

Sebagai tokoh pemuda, ia bersama-sama pemuka lainnya, pun sudah berkali-kali meminta kepada otoritas pemerintah daerah, dan TNI-Polri, pun juga meminta kepada OPM sebagai pihak-pihak yang saling berseberangan agar sama-sama tak menjadikan masyarakat sebagai korban.

Dan kata dia menegaskan, meminta semua yang terlibat dalam konflik bersenjata itu untuk tak menjadikan sarana-sarana vital bagi masyarakat sebagai basis atau pos-pos TNI-Polri. Karena hal-hal tersebut dinilai sebagai pemicu bagi OPM untuk menjadikannya target bumi hangus. “Kita sudah minta kepada dewan,  dan pemerintah daerah, juga teman-teman keamanan TNI-Polri untuk tempat-tempat tertentu yang sifatnya sakral, seperti gereja, rumah-rumah ibadah, itu sama-sama kita jaga. Tempat-tempat sekolah, dan kesehatan yang tidak boleh dijadikan tempat-tempat untuk keamanan,” kata dia.

“Dan kita juga sudah ingatkan kepada teman-teman saudara-saudara kita yang di luar, yang berbeda ideologinya dengan kita (OPM) untuk sama-sama kita jaga. Kita jaga masyarakat kita. Jangan jadikan mereka tameng hidup. Ini yang kita tekankan. Jangan membakar sekolah-sekolah, dan bangunan-bangunan kesehatan, yang itu juga dilarang secara hukum perang sebagai sasaran,” sambung dia.

Atas nama pemuda di Papua, ia berharap agar otoritas pemerintah pusat di Jakarta untuk segera membuka ruang penuntasan konflik bersenjata di Bumi Cenderawasih tersebut. Karena selama ini, hanya masyarakat biasa yang terkena dampaknya langsung.

“Ini (konflik bersenjata) sudah lagu lama. Sudah terlalu lama di Papua. Saya tidak ada di pihak mana-mana. Saya hanya melihat rakyat Papua yang mereka tidak cari uang, tidak cari kekayaan, yang hidup hanya dari kebun-kebun kecil mereka sendiri, dan mereka tidak tahu-menahu tentang apa masalahnya, tetapi mereka yang menjadi korban,” kata dia. “Sudahi konflik ini. Saya mohon pemerintah pusat harus ambil bagian untuk segera menyelesaikan konflik ini,” ia menambahkan.

Aksi kelompok separatis TPNPB-OPM di Oksibil, Papua. - (Dok TPNPB/OPM)  ​

Situasi keamanan di sejumlah wilayah di Kabupaten Puncak, Papua Tengah belakangan menjadi titik panas lanjutan dari konflik bersenjata yang berkepanjangan antara pasukan TNI-Polri dengan OPM. Sejak awal pekan lalu terjadi peristiwa aksi-aksi kekerasan, dan kontak tembak. Dua rumah Bupati Puncak Elvis Tabuni menjadi sasaran pembakaran oleh kelompok OPM. Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM Sebby Sambom mengatakan, kelompoknya bertanggung jawab atas aksi-aksi pembakaran tersebut.

Kata Sebby, kelompoknya bukan cuma membakar dua rumah bupati. Tetapi juga membakar habis bangunan-bangunan perkantoran pemerintah daerah di Distrik Omukia. Sebby menegaskan, alasan kelompoknya melakukan aksi tersebut karena rumah-rumah milik bupati dan bangunan-bangunan perkantoran pemerintah setempat itu, dijadikan basis dan pos-pos TNI-Polri untuk operasi militer. Bukan cuma itu, kata Sebby, operasi militer yang dilakukan TNI-Polri pun memaksa rumah-rumah milik warga untuk dijadikan posko-posko keamanan.

“Penempatan pasukan-pasukan militer oleh Pemerintah Indonesia di rumah-rumah warga dan di rumah bupati, dan di kantor-kantor (pemerintahan) di Distrik Omukia mengakibatkan warga sipil Papua ketakutan, dan mengungsi,” ujar Sebby dalam siaran pers, Senin (7/7/2025). 

Aparat keamanan membantah

Aparat keamanan menuding OPM mengaburkan fakta tentang peristiwa pembakaran-pembakaran itu. Satgas Operasi Damai Cartenz mengungkapkan, bukan cuma dua rumah bupati dan kantor pemerintahan setempat yang dibakar oleh gerombolan separatis bersenjata itu. Kata Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz Komisaris Besar (Kombes) Yusuf Sutedjo, OPM juga turut membakar rumah ibadah warga setempat. Pun juga membakar fasilitas-fasilitas kesehatan, dan bangunan untuk pendidikan anak-anak setempat. 

“Selain rumah dinas Bupati Puncak yang sudah lama tidak ditempati, dan kantor distrik itu KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata-OPM) juga membakar bangunan-bangunan lain, seperti satu unit gereja di Kampung Pinapa, dan satu unit Puskesmas, satu unit bangunan sekolah dasar di Kampung Pinggil,” ujar Kombes Yusuf melalui siaran pers, Selasa (9/7/2025).

OPM, kata Kombes Yusuf juga membakar rumah dinas Pemerintah Daerah (Pemda) di Kampung Pinapa. “Jadi ada empat bangunan lain yang dibakar oleh KKB dalam peristiwa tersebut,” kata Kombes Yusuf. Ia pun melanjutkan, pembakaran-pembakaran sarana prasarana untuk masyarakat biasa yang dilakukan OPM tersebut merupakan tindak kejahatan. Pun tak dapat ditoleransi. Karena itu, ia membantah tudingan OPM yang sebelumnya menyampaikan alasan aksi-aksi pembakaran itu karena di tempat-tempat tersebut dijadikan posko-posko militer oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI), maupun basis keamanan Polri.

OPM juga menyampaikan alasan pembakaran rumah-rumah sipil tersebut lantaran TNI-Polri memaksa para warga mengungsi untuk operasi perang di wilayah tersebut. Kata Kombes Yusuf, tudingan OPM itu mengada-ada. Dan sebaliknya menilai alasan OPM tersebut merupakan propaganda untuk memperkeruh situasi. Dan sebagai penyesetan opini agar warga melawan atas kehadiran TNI maupun Polri. “Ini menunjukkan adanya pola-pola propaganda terstruktur untuk menggiring opini publik yang mereka buat. Dan selama ini sudah menjadi kebiasaan KKB. Narasi seperti ini digunakan KKB untuk membenarkan tindakan kekerasan yang mereka lakukan untuk memengaruhi dan menghasut warga,” ujar Kombes Yusuf.

Kepala Satgas Operasi Damai Cartenz Brigadir Jenderal (Brigjen) Faizal Ramadhani menegaskan hal serupa. Kata dia, alasan OPM membakar tempat-tempat milik masyarakat di Distrik Omukia tersebut karena dijadikan tempat untuk operasi militer merupakan penggiringan opini yang tak benar. “Klaim KKB terkait penggunaan rumah bupati dan kantor-kantor distrik sebagai pos militer itu tidak benar,” ujar Brigjen Faizal. Ia memastikan akan memburu para pelaku pembakaran dua rumah bupati, dan kantor-kantor pemerintahan di Distrik Omukia tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat