Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking usai menjalani pemeriksaan di gedung Jaksa Agung Muda Bidang pengawasan (JAMWAS), Jakarta, Senin (27/7). | Putra M. Akbar/Republika

Kabar Utama

Tokoh Baru Saga Djoko Tjandra

Skandal pelarian terpidana kasus korupsi pengalihan piutang Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra kembali menyeret aparat hukum papan atas.


Skandal pelarian terpidana kasus korupsi pengalihan piutang Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra kembali menyeret aparat hukum papan atas. Setelah sebelumnya oknum di jajaran Mabes Polri diciduk, Kejaksaan Agung menetapkan jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka.

Penetapan tersangka tersebut, dilakukan Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) setelah terpenuhinya bukti kuat terkait dugaan bahwa Pinangki menerima uang senilai 5 ribu dolar AS atau sekira Rp 7 miliar, dari Djoko Sugiarto Tjandra.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono, mengatakan status Pinangki sebagai tersangka, resmi ditetapkan pada Selasa (11/8) malam. “Setelah dilakukan penangkapan di kediamannya, yang bersangkutan jaksa inisial PSM (Pinangki Sirna Malasari) resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik di Jampidsus,” kata Hari di Kejakgung, Rabu (12/8).

Penangkapan tersebut dilakukan di Jakarta. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki langsung ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejakgung. “Penahanan dilakukan selama 20 hari sejak ditetapkan sebagai tersangka (11/8),” kata Hari. 

Jaksa Pinangki, pekan lalu dicopot dari jabatannya selaku kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung. Saat itu, Pinangki disebut melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran kode etik dan disiplin pejabat tinggi di Kejaksaan. Pinangki, dinyatakan bersalah lantaran melakukan perjalanan dinas luar negeri tanpa izin atasan ke Malaysia, dan Singapura sebanyak sembilan kali sepanjang 2019. 

Pihak Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) meyakini, dinas luar negeri ilegal tersebut, untuk menemui Djoko Tjandra yang saat itu masih buron. Pinangki, pun dicurigai menikmati sejumlah pemberian dari terpidana korupsi hak tagih Bank Bali 1999 tersebut. Terkait tuduhan tersebut, Pinangki tak pernah bisa dimintai keterangan hingga akhirnya ditangkap. 

Selepas melakukan gelar perkara dan pemeriksaan sejumlah saksi, Kejakgung meyakini Pinangki menerima pemberian uang senilai 5 ratus ribu dolar AS, atau Rp 7 miliar dari Djoko Sugiarto Tjandra melalui pertemuan-pertemuan itu. Selain penerimaan tersebut, Pinangki juga diduga menerima sejumlah fasilitas, dan hadiah, serta janji.

Hari Setiyono mengatakan, penerimaan uang tersebut ada dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Jamwas terhadap Pinangki. LHP tersebut, sempat disinggung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono, sebagai gerbang lebar pengungkapan pidana. “Untuk sementara, diduga penerimaan uang itu seperti yang pernah disampaikan, di tahun 2019. Tetapi, pastinya nanti ada pengembangan dari penyidikan,” kata Hari. 

Keterlibatan tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam skandal terpidana Djoko Tjandra diyakini tak tunggal. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejakgung) membongkar habis keterlibatan oknum Kejakgung lainnya yang diduga ikut  berperan dalam sepak terjang Pinangki. 

Kordinator MAKI Boyamin Saiman, mengingatkan tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), tak ragu menyeret para oknum di Korps Adhyaksa ke penuntutan pidana.

 
Jangan sampai kasus ini, panas awal-awal, tetapi melempem, kemudian seakan-akan dilupakan saja.
 
 

“Jangan sampai kasus ini, panas awal-awal, tetapi melempem, kemudian seakan-akan dilupakan saja,” kata Boyamin, Rabu (12/8). Boyamin adalah salah satu pegiat sipil yang mula-mula melaporkan Pinangki ke Jampidsus dan Komisi Kejaksaan (Komjak) terkait dugaan keterlibatan oknum jaksa tersebut dalam skandal Djoko Tjandra. 

Dalam pelaporan dan penyampaian alat bukti yang pernah dia serahkan ke Jampidsus, MAKI mencatat ada dua kali aktivitas Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia. Pertama, kata dia pada 12 November 2019 saat Pinangki ke Malaysia menemui Djoko Tjandra bersama seorang pengusaha laki-laki yang diketahui sebagai Rahmad. Rahmad telah diperiksa di Kejakgung pada Senin (10/8).

Pertemuan kedua juga terjadi di Kuala Lumpur, pada 25 November 2019, ketika Pinangki bersama Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra. Menurut Boyamin, aksi Pinangki yang terbang ke negeri jiran menemui buronan korupsi Bank Bali 1999 itu, sebagai perbuatan aktif dalam dugaan tindak pidana korupsi.

Selain itu, Boyamin juga mengungkapkan adanya dugaan pemberian janji dari Djoko Tjandra kepada Pinangki. Yaitu, berupa imbalan berjumlah besar agar Pinangki membantu proses hukum Djoko Tjandra di Kejakgung, juga di Mahkamah Agung (MA). 

Sebagai terpidana yang sudah divonis MA 2009 dan buron, Djoko Tjandra membutuhkan fatwa MA tentang status hukumnya yang pernah dilepas dari pemidanaan di tingkat peradilan pertama (PN). Pinangki, pun diduga berperan dalam mencari cara agar fatwa MA tersebut, dapat keluar dengan dorongan fatwa dari Kejakgung.  

Djoko Tjandra dengan bantuan sejumlah oknum di Mabes Polri memang berhasil masuk tanpa tertangkap ke Indonesia pada Juni lalu dan mendaftarkan peninjauan kembali atas kasusnya ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

“Imbalan untuk itu, dugaannya nantinya diberikan dengan cara pembelian perusahaan energi yang nilainya sekitar 10 juta dolar AS. Tetapi kan sudah  gagal,” kata Boyamin. Terkait adanya keterlibatan selain Pinangki di Kejakgung, MAKI juga mendapat bukti adanya pembicaraan via telepon antara pejabat tinggi di Korps Adhyaksa, dengan Djoko Tjandra pada 29 Juni 2020. 

Kata Boyamin, pembicaraan telefon tersebut, menguatkan dugaan usaha melindungi Djoko Tjandra untuk bebas masuk ke wilayah hukum Indonesia, meskipun dalam status buronan Kejakgung sendiri. “Dugaan ini sudah saya laporkan untuk ditelusuri juga. Apa sebenarnya isi pembicaraan antara pejabat tinggi di kejaksaan itu, dengan Djoko Tjandra yang saat itu masih buronan, telepon dari Jakarta ke Kuala Lumpur,” kata Boyamin.

Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah menerangkan, tersangka Pinangki sementara ini dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), juncto Pasal 5 huruf b, dan Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 20/2001. Febrie menerangkan, pasal-pasal tersebut terkait dengan penerimaan, dan pemberian uang, serta janji terhadap penyelenggara negara. Febrie menerangkan Pinangki, merupakan penyelenggara negara di kejaksaan yang menerima imbalan, dan janji terkait dengan perannya sebagai pegawai di Kejakgung.

“Perannya yang jelas, dia (Pinangki) ini (terkait) pengurusan fatwa Kejaksaan Agung,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Jakarta, Rabu (12/8). Namun Febrie, belum mau membeberkan fatwa yang ia maksudkan itu. “Itu nanti dulu lah kita ungkap. Karena itu proses penyidikannya. Yang pasti, itu bukan terkait PK (Peninjauan Kembali),” kata dia. 

Penundaan

Sementara, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan gelar perkara penetepan tersangka kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra yang rencananya digelar kemarin ditunda. Gelar perkara itu akan digelar pada Jumat (14/8) bersamaan dengan kasus tipikor red notice Djoko Tjandra.

 
Perannya yang jelas, dia (Pinangki) ini (terkait) pengurusan fatwa Kejaksaan Agung
 
 

.

"Mohon maaf karena sesuatu dan lain hal maka pelaksanaan gelar perkara penetapan tersangka kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra (berkas ke-3) hari ini batal, rencana digelar pada hari hari Jumat, tanggal 14 Agustus 2020 bersamaan dengan kasus tipikor red notice," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (12/8).

Sebelumnya diketahui, Mabes Polri menyatakan gelar perkara untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra digelar pada hari ini. Gelar perkara setelah penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melakukan analisis dan evaluasi kasus tersebut pada Ahad (9/8).

"Penyidik telah merencanakan akan melaksanakan gelar perkara pada Rabu (12/8) untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra. Kami sama-sama menunggu gelar perkara. Kami akan update perkembangannya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/8).

Djoko Tjandra yang belakangan tinggal di Kuala Lumput diduga keluar masuk Indonesia dengan status sebagai buron pada Juni 2020 lalu melalui Pontianak, Kalimantan Barat. Ia dibantu sejumlah oknum perwira tinggi Polri melakukan hal itu.

photo
Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) yang ditangkap di Malaysia ditunjukkan kepada media saat konferensi pers di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra berhasil ditangkap setelah buron selama sebelas tahun mulai dari 2009 hingga 2020 usai divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO)

Di antaranya Brigjen Prasetijo Utomo yang diduga membantu menerbitkan berbagai surat jalan dan surat keterangan sehat yang memungkinkan Djoko Tjandra bolak-balik Jakarta-Kuala Lumpur. Setelah dicopot dari jabatannya sebagai kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, ia ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu lalu.

Selain itu ada Brigjen Nugroho S Wibowo. Saat bertugas sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Nugroho menyurati pihak Imigrasi pada 5 Mei 2020 mengenai dihapusnya red notice Djoko Tjandra dari basis data Interpol. Nugroho juga telah dicopot dari jabatannya namun belum dijadikan tersangka. Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, juga dicopot dari jabatan karena dinilai lalai mengawasi bawahan.

Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Donny Charles Go mengatakan seorang anggota Polsek Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), sudah diperiksa sebagai saksi di Mabes Polri dan Propam Polda Kalbar terkait kasus Djoko Tjandra. Saat ini hasil dari keterangan saksi tersebut ada di Mabes Polri. 

"Diperiksa sebagai saksi oleh Bareskrim untuk kasusnya Bapak Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo (BJP PU). Ini ditangani oleh Bareskrim. Hasil keterangannya ada di Mabes Polri," katanya saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (10/8).

Ia belum bisa memastikan apakah anggota yang diperiksa tersebut melihat Prasetijo Utomo di bandara Pontianak bersama Djoko Tjandra atau tidak. "Tugas anggota hanya membantu keberangkatan dan kedatangan personel Polri di Bandara," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat