Proyek revitalisasi Stasiun Bekasi, Jawa Barat. Di dekat stasiun tersebut diduga ada lokasi cagar budaya yang harus dilestarikan. | Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO

Bodetabek

Bekasi Telusuri Dugaan Situs Cagar Budaya 

Pemerintah Bekasi dan Jawa Barat harus mendorong agar lokasi situs tidak dibongkar.

 

UJI SUKMA MEDIANTI

BEKASI — Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, menduga dua dugaan situs cagar budaya yang ditemukan di Stasiun Bekasi merupakan peninggalan Jepang. Pepen, sapaan akrabnya, menduga jika di dekat area stasiun tepatnya di tepi Kali Bekasi dulunya merupakan tempat pembantaian tentara Jepang.

“Dulu jaman Jepang banyak yang dipotongin (dibantai). Bisa saja itu bekas markas Jepang, besar kemungkinan tapi (fakta) sejarah yang akan menentukan,” kata Pepen ditemui di Stadion Patriot Candrabraga, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (11/8).

Pepen mengatakan saat ini pihaknya sudah bersurat ke lembaga cagar budaya. Sebab, ia tidak mau salah langkah apabila nantinya harus ada pembongkaran di lokasi terkait proyek DDT.

"Kita takut itu situs barang sejarah. Makanya kita bikin surat ke lembaga-lembaga cagar budaya, supaya kita tidak disalahkan. Nah kalau kita lihat kontur bangunannya, bisa saja itu adalah bangunan bawah tanah," kata dia.

Politisi Partai Golkar ini menuturkan, besar kemungkinan kalau di lokasi tersebut dulunya adalah sebuah markas di zaman penjajahan Jepang. Sebab, struktur dan model bangunannya seperti bangunan Jepang. Hal ini juga menepis dugaan kalau bangun tersebut merupakan saluran air atau drainase.

"Kalau batanya itu panjangnya sekitar 30 sentimeter, tingginya 5 sentimenter, lebarnya 8-9 sentimeter, artinya bata itu sudah bata modern. Nah hanya bentuk gini dulu itu bentuk saluran, tapi kalau itu saluran enggak mungkin, karena kalau dia saluran masuk ke Kali Bekasi," ujar dia.

Hal terpenting saat ini adalah dievaluasi dan diteliti nilai-nilaisitusnya. Sebab, DDT merupakan salah satu program strategis nasional pemerintah pusat. Sehingga, adanya penemuan situs ini jangan sampai membuat pengerjaan proyek menjadi tertunda.

"Ini kan program DDT, proyek strategis nasional, yang pentig itu dievaluasi, dicek, nilai-nilai situsnya, tapi jangan menganggu program pembanguan, makanya kita kirim buru-buru. Biar cepat diantisipasi," kata Pepen.

Sejarawan Bekasi, Ali Anwar, mengatakan kecil kemungkinan jika dua situs tersebut adalah bekas markas tentara Jepang. Ia juga membantah jika lokasi penemuan situs cagar budaya ini merupakan bekas lokasi pembantaian. Pasalnya, lokasi pembantaian tentara Jepang terletak di tepi Kali Bekasi.

“Kalau pembantaian tentara Jepang bukan di situ. Bukan di stasiunnya. Saya melakukan penelitian pertama secara akademis,” kata Ali.

Dia menceritakan, pembantaian tentara Jepang terjadi ketika ada kereta dari Stasiun Jatinegara membawa 90 anggota Kaigun (Angkatan Laut Jepang) hendak melintas di Stasiun Bekasi. Semula, kereta hendak mengarah ke lapangan terbang Kali Jati di Subang untuk memulangkan tentara Kaigun ke negara asal. Namun, alih-alih membiarkan kereta itu melintas, Wakil Komandan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Bekasi memerintahkan Kepala Stasiun untuk mengalihkan jalur perlintasan kereta.

“Akhirnya para pejuang Bekasi meminta kepada kepala stasiun supaya mengalihkan rel kereta yang tadinya lurus ke jembatan Kali Bekasi tapi dialihkan ke sebelah kanan atau rel yang buntu,” tutur dia.

Peristiwa mencekam yang terjadi pada 19 Oktober 1945 itu terus dikenang hingga saat ini. Dalam buku Ali Anwar yang berjudul KH. Noeralie: Kemandirian Ulama Pejuang, saat itu massa pun akhirnya menguasai kereta yang ditumpangi para tentara Jepang. Satu per satu jenazah serdadu Jepang dihanyutkan ke sungai.

“Pada saat (dialihkan ke) rel buntu kan kereta berhenti. Di situlah terjadi pembantaian terhadap tentara Jepang. Jadi enggak ada hubungannya situs itu dengan lokasi pembantaian,” kata dia menambahkan.

Ali menduga, dua situs tersebut merupakan bekas gorong-gorong. Dari stasiun Bekasi ke Jalan Juanda, Bekasi ada parit atau selokan yang cukup lebar. Masing-masing parit itu masing-masing lebar dan kedalamannya dua meter. 

“Parit itu mengarah ke bulan-bulan (nama wilayah) sebelum kantor PMI. Dari situ belok kiri, masuk ke kali Bekasi dengan posisi dekat Kantor Pegadaian. Itu masuk Kali Bekasi, saluran air ada itu, tapi seiring berjalannya waktu dan pelebaran jalan, saluran parit itu jadi mengecil bahkan mati yang berdempetan dengan stasiun,” pungkasnya.

 

Surati Gubernur Jabar

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bekasi meminta Kementerian Perhubungan untuk tidak buru-buru membongkar titik lokasi ditemukannya dugaan situs cagar budaya di Stasiun Bekasi. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bekasi Tedi Hafni mengatakan, pihaknya telah bersurat kepada Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan Kementerian Perhubungan terkait hal ini.

"Kita bersurat ke Gubernur, Kementerian, supaya bisa ditindaklanjuti. Kita berharap semua ada solusinya, proyek bisa jalan. Cagar budaya ada solusinya," kata Tedi.

Adapun, kata dia, penundaan pembongkaran ini diminta sampai proses penelitian selesai dilakukan. Tedi juga merekomendasikan, apabila nantinya dua dugaan situs tersebut harus dibongkar untuk kepentingan proyek, diharapkan bisa dibuat tanda berupa tugu.

"Kalau ternyata harus dibongkar ya itu harus dipertahankan, dibuat lah semacam tugu atau heritage kalau dulu tuh pernah ada tempat ini," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat