Nasional
Dua Kerabat Jokowi di Pilkada Serentak
Meski minim pengalaman di politik, PDIP beralasan, menantu Jokowi sudah mempersiapkan diri.
JAKARTA—Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya resmi mengusung dua kerabat Presiden Joko Widodo (Jokowi) di pilkada 2020. Pada Selasa (11/8), PDIP mengumumkan berkoalisi dengan Partai Gerindra untuk mengusung pasangan Bobby Nasution dan Aulia Rachman di Pilkada Medan.
"Selamat bergabung ke PDI Perjuangan, Mas Bobby. Selamat atas kelahiran putra keduanya, semoga berkah," kata Ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani saat membacakan surat rekomendasi, di Jakarta, Selasa (11/8).
Bobby Nasution merupakan menantu dari Presiden Jokowi. Ia adalah suami dari putri Jokowi, Kahiyang Ayu, yang menikah pada 2017. Meski minim pengalaman di politik, PDIP beralasan, menantu Jokowi tersebut sudah mempersiapkan diri dengan belajar pemerintahan dari PDIP dan kader PDIP yang sudah menjadi kepala daerah.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengakui, Bobby juga aktif dalam diskusi kepala daerah PDIP. Lagi pula, sambung dia, PDIP juga mewajibkan setiap calon kepala daerah yang diusung untuk mengikuti sekolah partai mengenai calon kepala daerah.
Hasto mengatakan, Bobby juga disandingkan dengan Aulia Rahman, sosok kader Gerindra yang sudah pernah duduk sebagai anggota DPRD Medan. "Dia sudah memiliki pengalaman sebagai anggota DPRD sehingga sudah memahami kehendak dan aspirasi masyarakat Medan," katanya.
Bobby sendiri mengaku membawa semangat kolaborasi untuk membangun Kota Medan yang didasari semangat gotong royong Bung Karno. "Mari kita jadikan pilkada kali ini sebagai momentum persatuan, momentum mewujudkan harapan dan momentum memenangkan seluruh kekuatan masyarakat," katanya.
Sebelumnya, PDIP sudah memberikan rekomendasi untuk putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pilkada Kota Solo. Padahal, DPC Kota Solo sebelumnya sudah merekomendasikan Achmad Purnomo melalui proses penjaringan. Pada akhirnya, Purnomo menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan.
Kerabat Prabowo
Koalisi PDIP dengan Gerindra tidak hanya dilakukan untuk mengusung kerabat Jokowi, tetapi juga kerabat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel). PDIP memberi rekomendasi pada keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati, untuk mendampingi Muhammad sebagai bakal calon wali kota Tangsel.
Hasto mengatakan, pengumuman calon kepala daerah gelombang ketiga ini merupakan bagian dari komitmen dalam menyiapkan calon pemimpin terbaik untuk rakyat. "Setelah pengumuman tahap ketiga, DPP Partai segera mempersiapkan sekolah partai untuk para calon kepala daerah angkatan pertama secara daring," katanya.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menegaskan, setiap pasangan calon yang tidak mewakili individu atau golongan. Dia mengatakan, mereka merupakan orang yang dipilih dan bertanggung jawab kepada partai. "Mereka adalah petugas partai yang mengerti berpolitik, itu memiliki tanggung jawab besar akan kesatuan dan masa depan bangsa dan negara," katanya.
Megawati memerintahkan seluruh jajaran partai bergerak cepat turun ke bawah. Dia meminta mereka memastikan jalan kemenangan di pilkada dengan pergerakan yang solid. Menurut dia, pengumuman calon pemimpin pilkada 2020 juga merupakan momentum mempersiapkan pemimpin dalam pilpres 2024. Megawati melanjutkan, pilpres empat tahun mendatang merupakan momentum regenerasi pemimpin nasional.
"Ayo, satukan hati, pikiran, ucapan, dan tindakan dalam satu tarikan napas perjuangan mewujudkan Pancasila dan trisakti ajaran Bung Karno," ujarnya.
Rayuan politik dinasti
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni menilai dinasti politik yang dihadapi saat ini bukan dalam konteks hak asasi warga negara atau akses terhadap politik dan kepemiluan, namun lebih kepada politik dinasti yang cenderung destruktif. Titi menyebut setidaknya ada empat faktor yang berkontribusi terjadinya politik dinasti yang destruktif.
"Pertama adalah kaidah hukum yang memungkinkan itu terjadi," kata Titi dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7).
Menurutnya besaran ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mencapai 20 persen kursi atau 25 persen suara sah, berkontribusi terhadap kemungkinan terjadinya politik dinasti atau kekerabatan. Tingginya besaran ambang batas membuat adanya akses yang terbatas di dalam proses pencalonan Pilkada.
Kemudian Titi menjelaskan, dipersulitnya syarat calon perseorangan untuk bisa maju dalam pilkada juga menjadi penyebab munculnya dinasti politik. Padahal keberadaan calon perseorangan dinilai penting untuk menghadirkan calon alternatif.
"Jadi sudah lewat partai politik berat, lalu calon perseorangan juga dari 3 sampai 6 setengah persen persyaratannya, sekarang dibuat menjadi 6,5 sampai 10 persen, jadi akhirnya akses politik itu makin terbatas, hanya orang-orang dan kelompok tertentu saja," ujarnya.
Faktor kedua, yang juga berkontribusi terhadap terjadinya politik dinasti yang dekstruktif yaitu kelembagaan partai politik yang belum demokratis. Titi menganggap rekrutmen calon kepala daerah cenderung elitis, yang keputusannya diambil oleh hanya segelintir orang saja di partai politik.
"Rata-rata yang mencalonkan bagian dari politik dinasti, itu juga melanggengkan politik dinasti di internal partai, jadi kontribusi terhadap tata kelola partai yang belum demokratis, pengambilan keputusan yang elitis, lalu pengambilan keputusan yang tidak transparan dan tidak akuntabel kepada anggota ataupun pengurus itu juga turut menyumbang, lalu hegemoni pembiayaan partai yang dikuasai oleh segelintir orang, itu juga berdampak pada politik dinasti," jelasnya.
Ketiga, lanjut Titi, yaitu mahalnya biaya politik juga ikut berkontribusi menghadirkan politik dinasti. Selain itu praktek mahar politik atau jual beli tiket pencalonan juga ikut menyumbang terjadinya politik dinasti.
"Ini karena yang di mana-mana dinasti politik itu kan untuk melanggengkan kekuasaan, kekuasaan artinya akses pada uang, akses pada sumber daya, politik yang mahal itu juga ikut berkontribusi, sayangnya mahalnya itu lebih banyak kepada hal-hal yang sifatnya ilegal seperti mahar politik, politik uang dan seterusnya," tuturnya.
Faktor keempat yaitu rendahnya kesadaran masyarakat kita itu untuk mengevaluasi politik dinasti. Hal itu lantaran pendidikan pemilih dengan pendidikan politik belum berjalan secara optimal.
"Terakhir akses informasi masyarakat itu rata-rata juga kurang baik di dalam mengenali siapa calonnya, jadi kesadaran masyarakat yang rendah ini juga dikontribusikan oleh faktor-faktor lain," ucapnya.
Titi menyarankan agar regulasi pilkada yang diatur di dalam UU Pilkada dibenahi. Regulasi pilkada itu diharapkan bisa memastikan tersedianya calon yang beragam. "Karena kalau calonnya beragam, maka pilihan-pilihan itu lebih mungkin untuk dapat diperoleh oleh masyarakat," ucap dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.