Anak-anak belajar dan mengerjakan tugas sekolah secara daring di serambi Masjid At-Taqwa, Dusun XIV, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (3/8). | Wihdan Hidayat/Republika

Kabar Utama

PBB Khawatirkan Bencana Generasi

1 miliar siswa terdampak kebijakan ini, sementara 40 juta anak-anak ketinggalan pelajaran sekolah.

 

NEW YORK -- Pandemi Covid-19 yang mendera berbagai wilayah di dunia membuat sekolah-sekolah berbulan-bulan tak menggelar kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka. Kondisi tersebut menjadi sorotan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengkhawatirkan munculnya bencana generasi.

"Saat ini kita menghadapi bencana generasi yang dapat menyia-nyiakan potensi manusia yang tak terhingga, melemahkan progres puluhan tahun, dan memperburuk ketimpangan yang sudah mengakar," katanya saat meluncurkan kampanye “Save our Future”, Selasa (4/8). Guterres mengatakan, sejak pertengahan Juli, sudah sekitar 160 negara yang memutuskan menutup sekolah. Sekira 1 miliar siswa terdampak kebijakan ini, sementara 40 juta anak-anak ketinggalan pelajaran sekolah.

Ia menambahkan, sebelum pandemi, sekira 250 juta anak-anak sudah terpaksa keluar sekolah. Selain itu, hanya seperempat siswa menengah di negara berkembang yang memiliki keterampilan dasar saat mereka meninggalkan sekolah. "Ketika penularan lokal Covid-19 dikendalikan, mengembalikan siswa ke sekolah dan institusi pendidikan seaman mungkin harus menjadi prioritas utama. Pembicaraan antara orang tua, pengasuh, guru, dan anak muda sangat fundamental," ujar Guterres.

Terkait hal itu, PBB merekomendasikan pembukaan kembali sekolah harus menjadi prioritas utama seluruh pemerintah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus korona. 

Belakangan, rencana pembukaan sekolah-sekolah juga diwacanakan berbagai daerah di Indonesia. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menegaskan, 250 kecamatan di Provinsi Jawa Barat telah diizinkan membuka proses belajar mengajar dengan menggelar tatap muka karena masuk zona hijau pekan ini. "Syaratnya kan dua, satu memang sudah masuk zona hijau dan sekolahnya siap," kata Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil tersebut, Selasa (4/8). 

Emil menjelaskan, bila di sekolah bersangkutan tidak ada tempat cuci tangan yang memadai, tak ada  pengurangan 50 persen murid, serta belum dan kesiapan lainnya belum dilakukan, izin tak dikeluarkan. Saat ini, menurut Emil, selama tujuh hari terakhir, sekolah telah mempersiapkan diri melengkapi protokol kesehatan yang disaratkan Disdik Jabar. 

"Kalau dalam tujuh hari protokol sudah, zona hijau sudah, harusnya pada pekan ini sudah dimulai. Sudah bisa dicek di beberapa tempat, mengurangi kapasitas 50 persen," ujarnya. Emil mengatakan, dengan mengurangi kapasitas, siswa tiga hari sekolah dan hari lainnya di rumah, secara bergantian. "Saya kira akan banyak dalam minggu ini. Tujuh hari ini persiapan," kata dia.

Menurut Emil, ratusan kecamatan tersebut diizinkan beroperasi karena berada dalam zona hijau. Selain itu, ada beberapa kecamatan sejak awal pandemi tak ada kasus Covid-19. Jadi, pembukaan sekolah dilakukan bukan di tingkat kabupaten/kota, tetapi tingkat kecamatan. 

Emil menuturkan, pembukaan tidak akan langsung serentak pada seluruh tingkat pendidikan. Ia meminta pembukaan harus dilakukan secara bertahap, mulai dari SMA/SMK, kemudian SMP, SD, dan terakhir tingkat TK. "Orang tua ribuan yang komplain. Tapi, tidak bisa mengiyakan tanpa ada kajian yang membuat kita yakin dalam kondisi pengendalian yang benar," ujar dia.

 
Ketika penularan lokal Covid-19 dikendalikan, mengembalikan siswa ke sekolah dan institusi pendidikan seaman mungkin harus menjadi prioritas utama. Pembicaraan antara orang tua, pengasuh, guru, dan anak muda sangat fundamental.
 
 

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) juga berencana memulai proses belajar mengajar (PBM) di sekolah bagi siswa jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Pada tahap awal, akan dimulai di 21 SMP, baik itu swasta maupun negeri, yang mewakili lima wilayah sekolah di Surabaya, sebagai proyek percontohan.

Sebelum PBM di sekolah tersebut dimulai, terlebih dahulu masing-masing sekolah itu melaksanakan simulasi proses belajar mengajar tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan. Simulasi digelar di dua sekolah negeri di Kota Pahlawan, yakni SMPN 15 dan SMPN 3 Surabaya. Simulasi yang berlangsung di kedua sekolah tersebut diperankan oleh karyawan serta para guru.

Kepala Bidang Sekolah Menengah Dispendik Kota Surabaya, Sudarminto, mengatakan, sebelum PBM di sekolah diputuskan, masing-masing sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project itu menyerahkan POS (prosedur operasional standar) protokol kesehatan. Selanjutnya, tim dari  Dispendik melakukan pemonitoran kesiapan di lapangan dan dilanjutkan dengan simulasi protokol kesehatan.

“Simulasi itu memberikan gambaran ketika anak (peserta didik) mulai masuk ke sekolah, proses pembelajaran di sekolah, hingga pulang ke rumah,” kata Sudarminto di sela simulasi PBM di SMPN 15 Surabaya, Senin (3/8).

Sudarminto menjelaskan, gambaran proses belajar mengajar dengan menerapkan protokol kesehatan. Pertama, sebelum masuk gerbang sekolah, peserta didik wajib dicek suhu tubuhnya menggunakan thermo gun. Kemudian, mereka diarahkan petugas untuk mencuci tangan dengan sabun dan masuk antrean ke bilik disinfektan. 

“Sebelum anak-anak mengikuti action materi pelajaran itu sendiri, maka yang dilakukan guru adalah mengingatkan protokol kesehatan terlebih dahulu baru dilakukan pembelajaran,” ujarnya.

Menurut dia, SOP protokol kesehatan tak hanya diterapkan saat peserta didik mengikuti PBM di kelas. SOP juga telah dirancang ketika peserta didik ingin ke toilet atau melakukan aktivitas lain. “Bahkan, ketika mereka peserta didik pulang sekolah juga di-POS-kan,” kata dia.

Sudarminto menyebut, ketika PBM di sekolah itu berjalan, kapasitas jumlah peserta didik setiap kelas beserta jam pelajaran juga dikurangi. Terlebih lagi, pihaknya juga mengimbau pihak sekolah agar mengutamakan mata pelajaran yang dinilai esensial. Selain itu, pihak sekolah juga wajib memberlakukan protokol ketat bagi warga yang masuk ke lingkungan sekolah.

Wasekjen PB PGRI Dudung Abdul Qadir menilai, pembukaan sekolah boleh saja dilakukan, tetapi harus dengan pertimbangan pemangku kepentingan yang terkait. Menurut dia, pemerintah harus ikut mengintervensi sekolah yang siap dan yang tidak siap untuk dibuka kembali. 

photo
Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Mabdail Falah, Desa Sumurbandung, Lebak, Banten, Selasa (4/8/2020). Sebanyak 80 siswa di sekolah Madrasah Diniyah tersebut mulai melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah meskipun pemda Lebak belum mengizinkan proses KBM secara tatap muka - (ANTARA FOTO/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS)

Ia menilai, seharusnya segera dilakukan pemetaan mana saja sekolah yang tidak siap untuk menjalankan protokol kesehatan. "Pemetaan sangat penting. Pemetaan sekolah yang sudah siap, belum siap, klaster mana. Sehingga, ada intervensi pemerintah. Kalau yang sudah siap, berarti tidak perlu diintervensi dan sebaliknya. Tidak hanya pemerintah, mungkin swasta juga sama, mereka memiliki dana CSR yang besar," ujar Dudung kepada Republika, Selasa (4/8).

Dudung mengatakan, saat ini masih banyak sekolah yang tidak mampu memenuhi protokol kesehatan jika sekolah dibuka. Permasalahan ini harus dijawab oleh Kemendikbud dengan memberikan intervensi.

Selain itu, dana untuk Program Organisasi Penggerak (POP) yang beberapa hari lalu menjadi kontroversi bisa digunakan untuk menjawab permasalahan sekolah yang kekurangan dana untuk penanggulangan Covid-19. Relaksasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) juga harus fleksibel, diberikan kebebasan pada sekolah.

Lebih lanjut, ia beranggapan pendidikan pada anak memang harus menjadi fokus utama dan tidak boleh terpuruk karena pandemi ini. Jangan sampai pendidikan yang tidak memadai selama pandemi menyebabkan lost generation.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat