Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Revitalisasi Syahadat

Ayo kita revitalisasi dua kalimah syahadat agar menjadi pedoman dan kekuatan hidup.

Oleh ABDUL MUID BADRUN

OLEH ABDUL MUID BADRUN

Islam dibangun atas lima perkara, yaitu: pertama, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang benar untuk disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan-Nya; kedua, mendirikan shalat; ketiga, menunaikan zakat; keempat, naik haji ke Baitullah bagi yang mampu; kelima, berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR Bukhari no 8 dan Muslim no 16). 

Dari hadis ini jelas tergambarkan betapa Islam itu tidak berdiri sendiri. Bangunannya terdiri atas lima susunan yang kita kenal dengan rukun Islam. Dari kelima susunan itu, syahadat menjadi fondasinya, shalat menjadi tiangnya, zakat menjadi jendelanya, puasa menjadi atapnya, serta haji menjadi halamannya.

Nah, saat ini banyak orang malah berlomba lebih mementingkan halaman dibanding fondasi dan tiang. Buktinya, untuk bisa menjalankan ibadah haji harus antre lebih dari 15 tahun. Maka, wajar jika Islam saat ini terlihat indah dari depan tetapi lemah dan rapuh di fondasi dan tiang.

Ketika orang menyebut tidak ada Tuhan selain Allah, semestinya semua tindakannya diarahkan hanya untuk Allah. Membuat Allah senang, bukan marah. Membuat Allah sayang, bukan murka. Semua kata dan perilakunya bertujuan untuk sebesar-besarnya bagi kemanfaatan umat. Bukan sebaliknya, malah menjadi sampah umat. 

Postulat ini yang mestinya menjadi alert dan alarm kehidupan kita. Sehingga, setiap tindakan salah selalu diingatkan agar segera bertobat dan tidak mengulanginya lagi. Persaksian kita pada-Nya juga sebagai bukti bahwa kita itu hamba-Nya yang dipenuhi kelemahan dan kekurangan.

Maka, jangan sombong. Sayangnya Allah hanya kita butuhkan ketika sedang dalam masalah. Allah kita sebut ketika sedang menderita dan sengsara. Bahkan Allah kita “paksa” hadir untuk mengabulkan doa-doa kita. Ini yang perlu diluruskan.

Kalau kita telusuri dalam Alquran terdapat dua ayat yang sama, di surah al-Mu’min dan al-Ghafir, sama-sama ayat 60, yang artinya: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina."

Dua ayat ini memberikan petunjuk sekaligus peringatan keras kepada kita. Kalau meminta dunia, berdoalah kepada-Nya. Jangan sekali-kali meminta sesuatu kepada manusia karena Allah anggap itu perbuatan sombong. Ini yang mestinya menjadi pijakan utama kita dalam menaruh harapan (apa pun) di dunia ini. 

Karena itu, ayo kita revitalisasi dua kalimah syahadat ini agar mampu menjadi pedoman dan kekuatan kita hidup di dunia. Setidaknya ada dua kiat sederhana yang bisa kita lakukan. Pertama, muraqabah. Artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT. Kesadaran ini akan mendorong kita senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, kapan pun dan di mana pun.

Kedua, muhasabah. Artinya ialah introspeksi atau koreksi terhadap diri sendiri atas segala perbuatan, ucapan, bahkan pikiran yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah ....'' (QS al-Hasyr: 18-19).

Dua kiat ini bisa kita amalkan agar fondasi bangunan Islam semakin hari semakin kuat dan kokoh. Amin.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat