Sejumlah pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) bersiap mengikuti pelantikan. (ilustrasi) | ANTARA FOTO

Kabar Utama

Lembaga Dibubarkan, Pegawai Beda Nasib

Lembaga yang dibubarkan akan bertambah.

 

JAKARTA – Pembubaran 18 lembaga negara berupa badan, tim, maupun komite yang dititahkan Presiden Joko Widodo per Senin (20/7) memunculkan persoalan nasib para pegawai negeri sipil (PNS) maupun tenaga honorer di lembaga-lembaga tersebut. Para tenaga honorer dipastikan akan kehilangan pekerjaan mereka di lembaga terkait.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono menjelaskan, ini lantaran tidak ada ketentuan khusus mengenai manajemen tenaga honorer dampak perampingan lembaga. "Ya (otomatis diberhentikan seiring pembubaran lembaga), tidak ada aturan atau pemberhentian manajemen honorer itu nggak ada, yang ada manajemen P3K (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Honorer itu kan berbeda dengan P3K," kata Paryono saat dihubungi, Selasa (21/7).

Ia menjelaskan, instansi Pemerintah saat ini hanya mengenal aparatur sipil negara (ASN) yang terbagi dua kepegawaian yakni PNS dan P3K. PNS yang terdampak perampingan lembaga akan dialihkan ke instansi lain sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. "Jadi yang diatur kan yang PNS karena di PP 11 (Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017) kan tentang Manajemen PNS kemudian peraturan BKN juga ada petunjuk teknis pemberhentian PNS," ujar dia.

Karena itu, BKN tidak dapat memastikan nasib pegawai selain ASN di lembaga yang dibubarkan, termasuk diberikan kompensasi atas pembubaran tersebut. Sebab, hingga saat ini, BKN juga masih mendata jumlah PNS yang terdampak dari pembubaran lembaga tersebut untuk kemudian dipetakan. "Saya sudah minta data itu tapi belum dapat," katanya.

 

Nantinya setelah dipetakan, jumlah PNS kemudian dicocokkan dengan kebutuhan instansi Pemerintah yang kekurangan pegawai. "Ya seharusnya secepatnya, ya. Karena orang kan tidak mungkin menunggu, organisasinya sudah dibubarkan, dia belum tau harus dimana gitu kan, karena dia kan harus disalurkan kemudian kalau tidak disalurkan kan dia harus menunggu atau diberi uang tunggu," kata Paryono.

Pasal 241 aturan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS menyebutkan jika terdapat PNS tidak dapat disalurkan lantaran terbatasnya kebutuhan instansi Pemerintah maka ada beberapa ketentuan. Pertama, jika terdapat PNS yang tidak dapat disalurkan pada saat terjadi perampingan organisasi, lalu usianya mencapai 50 tahun dan masa kerja telah 10 tahun maka akan diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, jika ada PNS yang tidak dapat disalurkan belum mencapai usia 50 tahun dan masa kerja kurang dari 10 tahun maka akan diberikan uang tunggu paling lama lima tahun. Kemudian jika sampai dengan masa tunggu lima tahun PNS tidak dapat disalurkan maka akan diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian. Selanjutnya, pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS belum berusia 50 tahun, jaminan pensiun akan mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 tahun.

Pembubaran 18 lembaga disertakan dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Sepanjang masa kepemimpinannya, Presiden Jokowi telah beberapa kali membubarkan lembaga negara. Sejak 2014 hingga 2017, sebanyak 23 lembaga pemerintahan telah dibubarkan.

Sementara, Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) berharap Pemerintah menggunakan pendekatan humanis dalam manajemen pegawai ASN yang terdampak perampingan lembaga. Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Zudan Arif Fakrullah mengingatkan, para ASN yang masuk ke lembaga itu karena diminta oleh negara, karena itu penataan kelembagaan ini tidak boleh merugikan keberadaan para ASN.

Ia berharap, para pegawai diberikan pilihan alternatif untuk ditempatkan ke instansi Pemerintah lainnya yang membutuhkan pegawai. sesuai dengan kompetensi atau lokasi asal para pegawai. "Beri pilihan-pilihan, jadi penempatan ini sifatnya yang humanistik. Jadi jangan dihajar, ya kalau mau begitu, kalau nggak mau, ya mengundurkan diri saja, tidak. Sudah saatnya dalam kondisi seperti ini, kita memberikan pendekatan manajemen yang humanistik," kata Zudan saat dihubungi, Selasa (21/7).

Zudan menyarankan, pegawai ASN yang terdampak perampingan lembaga ditawarkan terlebih dahulu untuk penempatan di instansi yang ingin dituju. Penawaran ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing pegawai baik itu dari segi kompetensi, usia maupun asal mereka.

Ia mencontohkan, jika ada pegawai ASN yang terpisah dengan keluarga bisa ditawarkan pindah ke instansi di daerah asal keluarga, namun tidak boleh menuntut jabatan fungsional. Contoh lain, penempatan berdasarkan kecocokan keilmuan, jika ada pegawai ASN yang sesuai dengan kebutuhan lembaga yang dituju.

Atau, lanjut Zudan, penawaran bagi ASN yang sudah di usia menjelang pensiun dicarikan lokasi terdekat dengan rumah. Zudan menilai penempatan harus dilakukan secara tepat, dan di tempat dan waktu yang tepat.

"Tampung mereka semua, beri jalan keluarnya karena mereka pasti akan perlu adaptasi baru di tempat-tempat baru, jadi harapan saya sebagai Ketua umum Korpri adalah berikan manajemen yg paling humanistik untuk kondisi mereka," kata Zudan.

Direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri itu mengingatkan, Pemerintah telah banyak berinvestasi dalam mengembangkan kemampuan ASN selama ini. Jika ini tidak dioptimalkan, justru sia-sia upaya Pemerintah selama ini. “Kalau dipensiunkan dini kan rasanya investasi yang diberikan oleh negara itu kok sia-sia gitu," kata dia. 

Pembubaran bertambah

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo mengatakan, perampingan lembaga berdasarkan usulan serta kajian Kemenpan-RB tetap berlanjut. Perampingan lembaga hasil kajian KemenPAN-RB tersebut berbeda dengan 18 lembaga yang telah dibubarkan Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020.

“Ya tetap (berlanjut perampingan dari usulan Kemenpan-RB),” kata Tjahjo saat dihubungi Republika, Selasa (21/7). Ia menerangkan, hasil kajian perampingan lembaga dari Kemenpan-RB telah diusulkan kepada menteri sekretaris negara (mensesneg). 

Namun, Tjahjo enggan mengungkap lembaga mana saja yang nantinya akan dihapus atau dibubarkan. “Tunggu waktu saja untuk diumumkan,” katanya.

Tjahjo menekankan, 18 lembaga yang telah dibubarkan Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 pada Senin (20/7) berbeda dengan usulan Kemenpan-RB. Lembaga-lembaga yang telah dibubarkan, menurut dia, di luar kewenangan Kemenpan-RB.

Ia mengatakan, berdasarkan penelusuran Kemenpan-RB, 18 lembaga itu terdiri atas 13 yang tidak termasuk lembaga nonstruktural (LNS), empat lembaga nonstruktural, dan satu lembaga merupakan lembaga nonstruktural yang telah dibubarkan pada 2014 melalui Peraturan Presiden Nomor 176 Tahun 2014.

Sebelumnya, Tjahjo mengatakan, Kemenpan-RB tengah mencermati lembaga-lembaga ataupun komisi yang urgensinya belum maksimal. Dia mengatakan, lembaga atau komisi yang dinilai tidak maksimal akan diusulkan untuk dihapus atau dibubarkan. "Kemenpan-RB mencoba melihat, mencermati lembaga-lembaga yang urgensinya belum maksimal, dan memungkinkan untuk diusulkan pembubaran," ujarnya.

Tjahjo menjelaskan, selama ini ada 24 lembaga atau kondisi yang sudah dihapus, dan tersisa 96 lembaga atau komisi yang masih berdiri. Lembaga-lembaga itu pembentukannya melalui undang-undang ataupun keputusan pemerintah. 

Namun, tidak berarti semua lembaga itu akan dihapus. Tjahjo mengatakan, lembaga yang urgensinya dinilai belum maksimal yang akan dihapus dari 96 lembaga tersebut. "Sedang kita cek koordinasikan dengan kementerian/lembaga untuk memungkinkan dihapus atau ada yang dikurangi dari 96 komisi/ lembaga yang ada. Jadi, bukan 96 lembaga/komisi dihapus semua," ujar Tjahjo.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mula-mula mewacanakan pembubaran lembaga-lembaga pada sidang kabinet Juni lalu. Ia saat itu mengungkapkan kekesalannya karena lambannya penanganan Covid-19 di kementerian/lembaga dan menyatakan telah menimbang opsi penghapusan lembaga, bahkan perombakan kabinet. 

Pada 13 Juli, Presiden kemudian menyatakan, ada 18 lembaga yang akan dibubarkan. Saat itu, ia berdalih pembubaran lembaga bisa menghemat anggaran negara. "Semakin ramping organisasi, ya, cost-nya kan semakin bisa kita kembalikan. Anggaran, biaya. Kalau pun bisa kembalikan ke menteri kementerian, ke dirjen, direktorat, direktur, kenapa kita harus pake badan-badan itu lagi, ke komisi-komisi itu lagi," ujar Jokowi di Istana Merdeka, saat itu. Menurut Presiden, susunan organisasi yang lebih ramping juga membuat kinerja di sektor terkait bisa lebih cepat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat