Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas. | Republika/ Wihdan Hodayat

Nasional

Muhammadiyah Desak RUU Ciptaker Ditarik

Aliansi BEM SI berencana aksi tolak Omnibus Law RUU Ciptaker di gedung DPR

JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas menemui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/7). Dalam pertemuan tersebut, PP Muhammadiyah mendesak agar DPR segera mencabut RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang sampai saat ini masih dibahas DPR.

"Dihentikan, ditarik," kata Busyro saat ditemui, Rabu (15/7). Ia mengaku, PP Muhammadiyah meminta agar RUU Omnibus Law Ciptaker tersebut bisa dicabut secara keseluruhan. Namun, jika pemerintah dan DPR ingin melanjutkan pembahasan, Muhammadiyah berharap RUU tersebut bisa dijiwai dengan moralitas konstitusi.

"Harus dijiwai (moralitas konstitusi). Karena, kita nggak bisa lari dari itu. Tidak bisa lari dari pembukaan UUD 1945, tidak bisa lari dari Pancasila, dan realitas masyarakat yang semakin termarginalisasi itu fakta yang kami temukan juga kami melakukan penelitian," ujarnya menegaskan.

Dalam pertemuan tersebut, Busyro menyerahkan hasil kajian dan diskusi yang dilakukan PP Muhammadiyah kepada DPR. Diskusi sudah dilakukan dalam tiga pertemuan dengan melibatkan Forum Rektor Indonesia, Dekan Fakultas Hukum dan STIH Universitas Muhammadiyah se-Indonesia, lembaga swadaya masyarakat, serta akademisi lintas disiplin. "Terakhir kami dialog webinar, di antaranya teman DPR diwakili Mas Azis Syamsuddin (Wakil Ketua DPR) waktu itu hadir di webinar. Sehingga, prosedur itu sudah cukup demokratis," kata Busyro.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengapresiasi langkah PP Muhammadiyah yang telah memberikan masukan kepada DPR RI terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Ia mengatakan bahwa DPR akan mengkaji tiap masukan dari masyarakat.

"Masukan dari PP Muhammadiyah ini kami anggap daftar inventarisasi masalah (DIM) yang kami kumpulkan atau kami terima dari komponen masyarakat yang memang dalam setiap pembahasan RUU untuk menjadi UU maupun revisi UU, selalu kami kedepankan menerima masukan dari masyarakat," ujarnya.

Aksi mahasiswa

Sementara itu, Aliansi BEM Seluruh Indonesia berencana menggelar aksi menolak Omnibus Law RUU Ciptaker di depan gedung DPR, Kamis (16/7). Dalam aksinya nanti, mereka memiliki enam tuntutan terkait RUU yang menuai polemik tersebut. Pertama, menolak dengan tegas pengesahan RUU Ciptaker karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Bab 2 pasal 5.

"Dan, Ban 11 pasal 96 tentang perubahan atas UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," ujar Koordinator Pusat BEM SI, Remy Hastian, lewat keterangan resminya, Rabu. Kedua, menolak upaya sentralisasi kekuasaan melalui konsep RUU Ciptaker. Selanjutnya, menolak penyederhanaan regulasi terkait perizinan analisis dampak lingkungan (amdal) dan aturan pertambangan.

photo
Sejumlah mahasiswa pencinta alam (mapala) membawa tenda saat melakukan aksi menolak omnibus law di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7). - (Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO)

Keempat, menjamin kehadiran negara dalam terciptanya ruang kerja yang aman serta bebas diskriminatif dan dapat memenuhi hak maupun perlindungan terhadap buruh. “Lima, menolak sentralisasi sistem pengupahan buruh dan potensi maraknya tenaga kerja outsourcing. Serta, dikebirinya hak-hak buruh, seperti cuti, jam kerja tidak jelas, dan PHK sepihak," kata Remy.

Terakhir, menolak sektor pendidikan dimasukkan ke dalam RUU Cipta Kerja dan mendesak pemerintah menghentikan praktik liberalisasi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat