Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara online di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, beberapa waktu lalu. | Agung Supriyanto/Dok Republika

Khazanah

Menag: UMK Berisiko Rendah Bisa Deklarasi Halal Mandiri

Pengamat menilai deklarasi halal secara sepihak tidak dapat dibenarkan.

JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menyampaikan, kelompok pelaku usaha mikro kecil (UMK) yang produknya tergolong berisiko rendah dan tanpa risiko dapat mendeklarasikan kehalalan produknya secara mandiri.

"Terkait produk halal, sebetulnya ada yang tidak perlu menunggu UU Cipta Kerja. Misalnya, self declaration (deklarasi mandiri) untuk yang no risk (tanpa risiko) maupun low risk (risiko rendah). Misal, penjual buah, yang sudah jelas no risk. Atau pedagang pisang goreng yang minyaknya sudah jelas halal, pisangnya pun halal," kata Menag dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (7/7).

Menag menyatakan hal tersebut terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang di dalamnya mengatur sertifikasi halal. Pernyataan Menag mendapat tanggapan dari beberapa pihak, salah satunya, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI.

"Untuk menentukan zero risiko itu dari mana? Siapa yang menentukan? Apakah kita semua mengetahui? Misalnya, yang non-Muslim. Mereka makan babi, zero risiko, terus kalau mereka menyatakan halal itu bagaimana," ujar Wakil Direktur LPPOM MUI Osmena Gunawan kepada Republika, Rabu (8/7).

Dia mengatakan, kalau yang dijual hanya buah-buahan tentu bisa dikatakan halal. Namun, ia mempertanyakan jika buah itu bercampur dengan yang lain. "Terus kalau pisang goreng, itu minyaknya kita tahu enggak minyaknya seperti apa," ucapnya.

Osmena mengistilahkannya dengan titik kritis. Menurut dia, suatu produk itu perlu diketahui apakah memang sama sekali tidak punya titik kritis. Untuk mengetahuinya maka dibutuhkan ahli di bidang tersebut.

"Nah yang menentukan itu kalau bukan ahlinya dari mana ketahuannya? Jadi (Menag) bicara (seperti) itu menurut saya boleh-boleh saja. Tetapi kan harus ada aturan, harus ada tata cara, harus ada pedoman, tidak semudah begitu saja," imbuhnya.

 
Nah yang menentukan itu kalau bukan ahlinya dari mana ketahuannya?
OSMENA GUNAWAN, Wakil Direktur LPPOM MUI
 

Untuk makanan seperti gorengan yang sering dikonsumsi masyarakat, Osmena mengatakan, tidak bisa langsung dipastikan soal kehalalannya, sebab ada kemungkinan tidak halal. Dengan demikian, perlu diuji kembali, khususnya pada minyak yang digunakan untuk menggoreng. Kondisi tersebut, menurut dia, menuntut adanya aturan sertifikasi halal bagi kalangan UMK.

Tanggapan juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah. Ia menegaskan, deklarasi halal secara sepihak tidak dapat dibenarkan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Untuk mengetahui suatu produk berisiko rendah atau tinggi titik kritis kehalalannya, menurut dia, wajib dilakukan pemeriksaan atas produk tersebut. Seharusnya, menurut dia, pemerintah dapat memberikan kemudahan bagi pelaku UMK.

"Untuk mendapatkan sertifikat halal, metodenya harus disederhanakan. Saya sangat setuju misal dilakukan secara kolektif untuk produk sejenis sehingga berbiaya murah dan efisien tetapi kehalalannya terjaga. Bukan self halal declare." 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat