Muhammad Teguh Soedirman | Neni Ridarineni/Republika

Halaman 8

‘Cerita Bapak Harus Diketahui Anak-Anak’

“Di masa pemudanya, Soedirman juga aktif di Pemuda Muhammadiyah dan diangkat sebagai pimpinan HW di Cilacap, sehingga sering datang dan melakukan pertemuan di rumah eyang Sastroatmodjo de-ngan berkedok koordinasi internal Muhammadiyah.”

Oleh ‘Cerita Bapak Harus Diketahui Anak-Anak’

‘Cerita Bapak Harus Diketahui Anak-Anak’ membela kebenaran, kejujuran, dan kedisplinan mewarnai kehidupan Panglima Besar Jenderal Soedir-man.  Semasa remaja dia aktif di Hizbul Wathan Cilacap. “Ibu saya, Siti Alfiah, dulu waktu remaja juga aktif di Hizbul Wathan karena eyang Sastroatmodjo (orang tua dari ibu) sebagai pengurus Muhammadiyah,” kata M Teguh Soedirman (70 tahun) kepada Republika, di kediamannya yang merupakan rumah keluarga besar Panglima Jenderal Soedirman, Yogyakarta, Sabtu (12/1).


Ketika masih seusia SMP, Soe-dirman sudah dipercaya menjadi pimpinan Hizbul Wathan dan waktu itu anggota Hizbul Wathan  (HW) belum ada yang tua. “Di masa pemudanya, Soedirman juga aktif di Pemuda Muhammadiyah dan diangkat sebagai pimpinan HW di Cilacap, sehingga sering datang dan melakukan pertemuan di rumah eyang Sastroatmodjo de-ngan berkedok koordinasi internal Muhammadiyah,” kata putra bung-su Jenderal Soedirman ini.

Sastroatmojo memiliki seor ang putri bernama Siti Alfiah. semua orang ingin menjadi menantu Sastroatmodjo, termasuk Soedirman. Karena Soedirman mer upa-kan orang yang disegani teman-temannya maka teman-teman Soedirman mundur. Kebet ulan Ibu Siti Alfiah sayang dengan Soedir-man. “Ibu Sastroatmodjo menga-takan kepada Siti Alfiah bahwa ia tidak ingin memiliki menantu yang kaya, tetapi yang memiliki akhlakul karimah kar ena kalau kekayaan bisa dicari, sedangkan akhlak yang baik itu sulit dicari,” kata Teguh.


Kebetulan Siti Alfiah ketika remaja juga sudah sering bertemu  dengan Soedirman saat berkegiatan di  pendidikan Wiworotomo (setara SMP) di Cilacap dan sama-sama aktif di kegiatan kepemudaan Muhammadiyah. Akhirnya, meni-kahlah Siti Alfian dan Soedirman yang dikaruniai tujuh anak.


Ketika Siti Alfiah hamil anak sulungnya, ia dan Soedirman diundang sebagai utusan Muh am-madiyah dari wilayah Ban yumas untuk mengikuti Kongres Mu-hammad iyah di Gunung Tidar, Magelang. Waktu itu Soedirman selain aktif di Pemuda Muhammadiyah juga su-dah menjadi guru di sekolah Muhammadiyah. Karena terkesan dengan kegiatan di sana maka anak pertamanya diberi nama Ahmad Tidarwono.


Soedirman sejak kecil dididik orang tuanya yang paling pokok dalam kehidupan itu pendidikan agama. Sepulang sekolah Soedir-man pergi ke langgar untuk belajar Alquran (sekarang TPA). Soedir-man yang lahir di Rembang, Purbalingga 24 Januari 1916  dari keluarga bangsawan yang bertugas sebagai Asisten Wedana (camat) di Bodas Karangjati Purbalingga Raden Tjokrosoenarjo dan setelah pensiun pulang ke Cilacap. Karena itu, pada waktu menikah, Soedir-man diberi nama tua “Tjo oatmodjo“ yang hanya digunakan waktu perang gerilya ketika Soedirman mengirim surat kepada istrinya lewat kurir agar tidak diketahui oleh musuhnya.


“Yang diyakini oleh keluarga kami, Raden Tjokrosoenarjo me-rupakan ayah kandung Pak Dirman (panggilan akrab Panglima Besar Jenderal Soedirman) dan Pak Dirman merupakan anak tunggal Raden Tjokrosoenarjo dengan Siyem. Setelah memiliki anak Pak Dirman, Siyem menikah lagi dengan Pak Karsid). Pernikahan Siyem dan Pak Karsid memiliki seorang anak bernama Samingan,“ kata Teguh yang saat ayahnya meninggal berusia sembilan bulan.


Menurut Teguh, waktu ayahnya meninggal, kakak sulung Teguh yang bernama Ahmad Tidarwono masih berusia 12 tahun. Semua cerita yang terkait dengan Panglima Jenderal Soedirman diperoleh dari ibunya.


“Ibu pernah mengatakan cerita tentang Bapak harus diketahui anak-anaknya, supaya nanti tidak kepaten obor mengenai sejarah Pak Dirman. Karena para generasi muda yang lahir sesudah tahun 50-an mungkin tidak tahu siapa Pak Dirman,” tutur Teguh.


Pesannya adalah pendidikan aga ma nya kuat dan selalu menja-lankan perintah Allah yang disam-paikan kepada Rasulullah SAW, yakni tak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Karena itu, Pak Dirman selalu menekankan pendidikan aga ma dan menekankan shalat lima waktu kepada putra-putrinya melalui Bu Dirman. “Kewajiban shalat lima waktu sudah kami lakukan sejak kecil hingga sekar ang, alhamdulillah. Itulah yang selalu ibu sampaikan dan contohkan kepada anak-anak karena shalat lima waktu kuncinya masuk surga dan tiang agama.

 

Mengapa Pak Dirman selalu berhasil dan selalu dilindungi Allah SWT, tidak pernah ditangkap oleh musuh? Karena selalu di dalam segala perbuatannya hanya mengingat Allah. “Jadi, dalam sejarah tidak pernah Pak Dirman ditangkap musuh, meskipun Pak Dirman sakit, Belanda dengan peralatan yang demikian lengkap, canggih, pakai tank, pakai metraliur, pakai pesawat ternyata tidak bisa menangkap Pak Dirman. Hal itu karena perlindungan dari Allah. kalau Allah tidak melindungi ya Pak Dirman sudah ditangkap sejak awal, Allah SWT selalu melindungi Pak Dirman,” kata Teguh yang memiliki satu anak dan tiga cucu ini. Karena didikan ayahnya, ia mengaku selalu berserah diri kepada Allah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat