Siswa belajar sendiri akibat berhentinya guru honorer di SD filial Dusun Kerpang cabang dari SDN 8 Curah Tatal, Arjasa, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (8/8/2019). | ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

‘Kita Masih Kekurangan Guru’

Peniadaan seleksi CPNS akan sangat memengaruhi kebutuhan daerah terhadap guru.

OLEH INAS WIDYANURATIKAH, HAURA HAFIZHAH

Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi dampak dari keputusan meniadakan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2020-2021. Menurut PGRI, peniadaan seleksi CPNS dapat berdampak pada sektor pendidikan di Tanah Air. 

Wakil Sekretaris Jenderal PB PGRI Dudung Abdul Qadir mengaku memahami alasan pemerintah meniadakan seleksi CPNS 2020 karena ingin fokus menyelesaikan seleksi CPNS 2019 yang tertunda akibat pandemi Covid-19. Namun, menurut dia, kebijakan meniadakan seleksi CPNS akan sangat berpengaruh terhadap guru-guru honorer yang sejak lama mempersiapkan diri menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada tahun ini. 

"Semua hidup sulit masa pandemi ini. Tapi, harus ada kebijakan-kebijakan yang tidak biasa, yang out of the box, untuk menyelesaikan persoalan pendidikan, khususnya kekurangan guru," kata Dudung kepada Republika, Rabu (8/7).

Dudung mengatakan, pemerintah harus mencatat seberapa besar kekurangan guru, mulai dari jenjang SD hingga SMA jika seleksi CPNS ditiadakan. Jika tidak diantisipasi, kata dia, hal ini akan berdampak terhadap kelangsungan standar layanan pendidikan.

"Saya setuju 2019 (CPNS 2019) diselesaikan. Tapi, 2020 itu harus dipersiapkan sedemikian rupa cara untuk menanggulangi kekurangan guru," ujar dia. 

Koordinator Wilayah Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Barat Cecep Kurniadi juga khawatir kekurangan guru akan semakin terasa dengan ditiadakannya seleksi CPNS 2020. Menurut dia, setiap tahunnya guru pensiun bisa mencapai lebih dari 40 ribu orang. 

photo
Massa yang tergabung dalam Forum Honorer Kategori 2 Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di Depan Gedung Istana Negara, Jakarta, beberapa waktu lalu. - (Republika/Mahmud Muhyidin)

Ia menjelaskan, di dalam PP 19 Tahun 2017 tentang Perubahan PP 74 2008 Pasal 59 ayat 3 disebutkan, dalam hal terjadi kekosongan guru pemerintah pusat atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan. "Padahal, hari ini negara kita sedang kekurangan guru," kata Cecep, dihubungi Republika, Rabu (8/7). 

Menurut dia, kebijakan pemerintah menunda penerimaan CPNS karena alasan Covid-19 adalah sesuatu yang keliru. "Karena setiap kementerian sudah siap dengan anggaran yang diajukan pada tahun sebelumnya," kata dia lagi. 

Hal ini juga akan berpengaruh terhadap guru honorer yang menurut dia akan dirugikan. Sebab, kekurangan guru ditambah angka guru pensiun yang meningkat menyebabkan guru honorer mau tidak mau harus bertambah untuk mengisi kekosongan tersebut. 

Selain itu, ia juga menyinggung soal guru honorer yang sudah lama mengabdi, bahkan yang sudah hampir pensiun. Ditundanya seleksi CPNS dikhawatirkan juga berdampak pada penundaan seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). "Kayaknya pensiun sebelum mendapatkan status yang jelas," kata dia lagi.

Kebutuhan daerah

Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, peniadaan seleksi CPNS akan sangat memengaruhi kebutuhan daerah terhadap guru. Pertama, kekosongan guru perlu diisi dengan segera mengangkat pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Sejak Februari 2019, jumlah guru honorer yang lolos PPPK sekitar 34 ribu orang. Namun, hingga saat ini, para guru honorer yang sudah dinyatakan lolos seleksi PPPK belum diangkat. "Mereka ini sudah lama mengajar, sudah belasan tahun. Dulu mereka posisinya K-2 yang sudah mengajar tahunan bahkan belasan tahun," kata Satriwan saat dihubungi Republika, Rabu (8/7).

Jumlah guru yang lolos PPPK tersebut memang belum bisa mengisi kekosongan guru yang akan pensiun tahun ini. Namun, menurut dia, kekurangan guru di seluruh Indonesia bisa sedikit tertolong dengan pengangkatan guru PPPK.

Ia khawatir jika pemerintah tidak melakukan langkah cepat untuk mengisi kebutuhan guru, pemerintah daerah akan kembali mengangkat honorer baru. Hal ini tentunya tidak diinginkan karena pemerintah pusat terus berusaha mengurangi jumlah honorer dengan mengangkatnya menjadi CPNS atau PPPK.

"Wajar daerah merekrut guru honorer karena mereka kekurangan guru. Tidak ada guru ASN yang diangkat. Mau enggak mau, solusinya seperti itu demi anak-anak didik. Kalau tidak, kelas akan kosong. Mengangkat guru honorer akan menjadi masalah baru lagi," kata dia.

Ia berpendapat, jika pemerintah meniadakan seleksi CPNS pada tahun ini, pemerintah pada tahun depan harus merekrut guru-guru ASN sebanyak dua kali lipat. Sebab, penundaan seleksi CPNS tahun ini akan menimbulkan penumpukan kebutuhan guru dan ASN lainnya.

 
Wajar daerah merekrut guru honorer karena mereka kekurangan guru. Tidak ada guru ASN yang diangkat. Mau enggak mau, solusinya seperti itu demi anak-anak didik.
SATRIAWAN SALIM, Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
 

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo kembali menegaskan bahwa rekrutmen CPNS 2020 akan ditiadakan. Tjahjo mengatakan, pemerintah pada tahun ini berfokus menyelesaikan penerimaan CPNS formasi 2019. "Penerimaan CPNS tahun 2020 akan kami tiadakan," kata Tjahjo, Rabu (8/7).

Proses seleksi CPNS formasi 2019 sempat tertunda karena pandemi Covid-19. Tjahjo mengatakan, proses rekrutmen, khususnya seleksi kompetensi bidang (SKB), akan dilakukan sekitar September-Oktober. SKB akan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Saat ini, kata dia, Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terus melakukan koordinasi dengan BNPB dan Kementerian Kesehatan untuk memastikan agar pelaksanaan SKB memenuhi standar protokol kesehatan.

Ia menegaskan, proses seleksi ASN akan kembali dilakukan pada 2021. "Saat ini sedang dilakukan proses pengajuan serta verifikasi dan validasi usulan masing-masing instansi pemerintah," kata Tjahjo.  Menurut Tjahjo, proses ini akan mempertimbangkan kebutuhan untuk pembangunan nasional dan daerah. Selain itu, pemerintah mempertimbangkan hasil evaluasi pandemi Covid-19 di setiap daerah.

Anggota Komisi II DPR RI, Hugua, mendesak Tjahjo untuk serius menangani masalah status honorer K-2 yang lulus penerimaan PPPK. Hugua mengatakan, sebanyak 51.293 tenaga honorer K-2 yang dinyatakan lolos seleksi penerimaan PPPK saat ini mengalami ketidakjelasan status.

"Ketidakjelasan status tenaga honorer K-2 tersebut diperparah dengan pandemi Covid-19 di mana mereka menjadi salah satu korbannya," ujar Hugua. Padahal, kata Hugua, sebanyak 51.293 tenaga honorer K-2 tersebut telah menunggu satu setengah tahun untuk kejelasan status mereka. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat