Bupati Kutai Timur Ismunandar dibawa menuju mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka pasca terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (4/7/2020) dini hari. Dinasti politik bisa mendorong perilaku korupsi. | ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Nasional

Firli Sebut Nepotisme Dorong Perilaku Korup

Kasus Kutai Timur contoh nyata nepotisme yang merugikan keuangan negara.

JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, penangkapan Bupati Kutai Timur (Kutim) Ismunandar dan istrinya, Encek Unguria R Firgasih yang juga ketua DPRD Kutim, membongkar relasi korupsi dan nepotisme para pejabat yang menduduki jabatan. Pada Jumat (3/7), KPK menetapkan keduanya bersama lima orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap proyek infrastruktur.

"Ini membuktikan bahwa pengaruh kuat nepotisme terhadap korupsi. Kutai Timur contoh nyata nepotisme telah menyebabkan korupsi yang merugikan keuangan negara sangat terang benderang dan betapa lancarnya korupsi di Kutai Timur," kata Firli kepada Republika, Senin (6/7).

Firli menjelaskan, politik dinasti berawal dari proyek yang disusun Pemkab Kutai Timur yang tentunya tak lepas dari kekuasan Ismunandar. Kemudian, disetujui Ketua DPRD yang merupakan istri dari Ismunandar. Kemudian, dicarikan rekanan yang merupakan tim sukses saat Pilkada Bupati Kutai Timur.

Menurut dia, bila kekuasaan eksekutif dan legislatif dikuasai oleh hubungan keluarga, dapat diduga korupsi tidak bisa terelakkan. Di samping itu, didorong oleh sistem yang sangat memungkinkan adanya celah korupsi. "Korupsi tidak terlepas dari sistem sebagai penyebabnya. Untuk itu banyak hal bidang yang perlu dibenahi," kata Firli.

Selain Ismunandar dan istri, lima tersangka lainnya terkait dugaan suap proyek infrastruktur ini tiga, di antaranya merupakan anak buah Ismunandar, yakni Kepala Bapenda Musyaffa, Kepala Dinas PU Aswandini, dan Kepala BPKAD Suriansyah. Sementara dua pihak lainnya merupakan swasta bernama Aditya Maharani dan Deky Arianto yang diduga sebagai pemberi suap.

Ismunandar dan istrinya, Encek melalui Musyaffa, Aswandini, dan Suriansyah diduga menerima suap dari Aditya Maharani dan Deky Arianto. Suap itu diberikan atas sejumlah proyek yang digarap Aditya Maharani dan Deky Arianto di lingkungan Pemkab Kutai Timur. Saat ini, ketujuh tersangka telah menjalani penahanan di rutan selama 20 hari terhitung sejak Jumat (4/7) sampai 22 Juli 2020.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rahman, menilai, tertangkapnya Ismunandar dan istrinya yang merupakan Ketua DPRD Kutim, Encek Unguria R Firgasih makin memperjelas dinasti politik lekat dengan tindak pidana korupsi. Meskipun, kata dia, hingga kini dinasti politik bukan merupakan satu perbuatan atau suatu kondisi yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

Namun, tak bisa dinafikan bahwa dinasti politik memberikan efek negatif. Salah satunya potensi korupsi yang sangat besar. Hal tersebut lantaran dengan adanya dinasti politik mengakibatkan semakin lemahnya pengawasan karena beberapa elemen kekuasaan telah dipegang keluarga.

 
Dinasti politik mengakibatkan semakin lemahnya pengawasan karena beberapa elemen kekuasaan telah dipegang keluarga.
ZAENUR RAHMAN, Peneliti Pukat UGM
 

Dengan hilangnya pengawasan menjadikan mutlaknya kekuasaan suatu keluarga di daerah. Hal tersebut mengakibatkan seluruh sumber daya dikuasai oleh keluarga, baik sumber daya politik ataupun sumber daya ekonomi. "Akhirnya tak kaget mengakibatkan lahirnya korupsi," ujar dia.

Salah satu contoh yakni dinasti politik di Klaten yang terbongkar pada 2017. Saat itu KPK menangkap Hartini dan Mulyani yang saat itu menjabat bupati dan wakil bupati Klaten. Keduanya terpilih dalam pemilihan kepala daerah pada 9 Desember 2015.

Kedua orang yang dijuluki "Duo Srikandi" lantaran sama-sama memiliki nama "Sri" itu dilantik sebagai bupati dan wakil bupati pada 17 Februari 2016. Hartini adalah istri almarhum Haryanto Wibowo, bupati Klaten periode 2000-2005.

Sebelum menjabat bupati, Hartini menjabat wakil bupati (2010-2015) mendampingi Sunarna, suami Mulyani. Pada Pilkada 2015, Sunarna tidak bisa maju lagi karena sudah menjabat selama dua periode.

Dalam sengkarut dinasti politik Klaten tersebut, cabang kekuasaan dikuasai satu keluarga yang mengakibatkan tak efektifnya pengawasan. Dengan kekuasaan dimonopoli oleh jejaring keluarga, di mana tak ada lagi saling mengawasi dan mengontrol di antara sesama penyelenggara negara.

"Kita lihat banyak contoh lain, misal di Banten, Bangkalan, atau di Kutai Kertanegara dan sekarang di Kutai Timur dan banyak tempat lain," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat