Tim medis berbincang saat kegiatan rapid test Covid-19 gratis di Jakarta, Ahad (28/6). | Prayogi/Republika

Kabar Utama

Klaim Rumah Sakit Tersendat

Selain insentif, klaim layanan dan santunan kematian juga disebut terlambat.

SURABAYA – Kebanyakan rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 diklaim sudah mengajukan insentif untuk tenaga kesehatan (nakes) masing-masing. Kendati demikian, panjangnya jalur administrasi dan verifikasi membuat aliran insentif tak kunjung turun.

Di Jawa Timur, daerah dengan penularan dan kematian Covid-19 terbanyak di Indonesia, hampir seluruh rumah sakit menyatakan sudah mengajukan insentif. Meski begitu, baru sebagian kecil yang cair ke tenaga medis seperti dokter dan perawat.

Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) Jawa Timur Atok Irwan, menyatakan verifikasi untuk insentif itu memang berlapis. Dimulai di dinas kesehatan (dinkes) kabupaten/kota, dinkes provinsi, tim verifikasi Kementerian Kesehatan, hingga ke Kementerian Keuangan. “Itu kan yag mungkin Presiden (Joko Widodo) agak nesu (marah) begitu ya,” ujar Atok kepada Republika, kemarin.

Presiden Jokowi dalam rapat kabinet pada Senin (29/6) memang telah memerintahkan agar insentif para tenaga kesehatan segera dicairkan. Ia menyesalkan insentif yang diregulasikan sejak Maret dan telah disiapkan anggarannya senilai Rp 5,6 triliun itu tersendat.

Atok Irwan menyatakan, selepas permintaan Presiden tersebut mulai ada perkembangan. “Tadi dikabari dari kemenkes insya Allah sudah mau dipercepat minggu-minggu ini,” kata dia.

Tak hanya klaim insentif, menurutnya klaim pelayanan rumah sakit yang menangani Covid-19 juga banyak yang belum dibayarkan pemerintah.  “Masih banyak yang belum tuntas pembayaran yang bulan Mei. Contohnya di RS Soedono Madiun, itu klaimnya Rp 1,52 miliar yang dibayar Cuma Rp 52 juta. Yang Rp 1 miliar kapan dibayar? Kan kasian juga. Rumah sakit kan beban juga untuk menangani itu,” kata dia.



Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, Prof Nursalam meyakini, pengajuan yang dilakukan rumah sakit sudah memenuhi syarat. “Tapi itu kan prosedurnya harus melewati macam-macam kan? Ruwet sekali. Sehingga kemarin katanya menteri akan memangkas birokrasi itu. Karena itu kan tidak bisa dieksekusi langsung,” kata dia.

Sejauh ini, ia menyatakan pembayaran insentif nakes di Jawa Timur masih mentok di angka 30 persen. Itu pun hanya di daerah besar seperti Surabaya dan Sidoarjo. “Tapi kalau di daerah misalkan Pacitan, Banyuwangi, daerah-daerah yang jauh gitu di Tulungagung itu (yang belum cair),” ujarnya.

Ia juga menagih santunan untuk nakes yang meninggal tertular Covid-19 saat menjalankan tugas. “Sekarang kan ada sembilan perawat yang meninggal (di Jawa Timur) tapi belum selesai juga belum dapat,” kata dia. Ia juga meminta perawat-perawat honorer  juga mendapatkan insentif tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo menyatakan sebanyak 85 persen dari 58 rumah sakit di Jateng yang menangani kasus Covid-19, sudah mengajukan pencairan insentif untuk para tenaga.

“Ditambah 28 kabupaten/kota. Jumlah faskes untuk lini 1 dan 2 sudah semua,” katanya di Semarang, Selasa. Kendati demikian, Yulianto mengaku tidak mengetahui nilai total rupiah maupun jumlah tenaga medis yang diajukan terkait dengan insentif tersebut. Selain itu, ada kabupaten/kota dan lima rumah sakit di Jateng juga ada yang tidak mengajukan klaim insentif tenaga medis.



Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jabar Daud Achmad, menyatakan, dana yang dianggarkan Pemprov Jabar untuk insentif nakes mencapai lebih dari Rp 170 miliar. Namun, karena terkendala administrasi maka dana itu belum bisa dicairkan dalam waktu dekat ini.

Ia juga menyatakan pendataan dari pemerintah daerah sudah lengkap terkait insentif tersebut. Namun, kata dia, pendataan dari pusat masih belum lengkap. "Yang saya tahu sampai sekarang belum ada laporan (dana nakes) dicairkan karena masalah administrasi," katanya. 

Ketika data tidak lengkap, bisa jadi ada tumpang tindih di mana satu tenaga kerja mendapatkan dua bantuan sekaligus. Ketika ada satu nakes sudah mendapatkan bantuan tetapi nakes lain belum dapat bisa jadi ada obrolan kurang bagus dari mereka. "Jadi kita nunggu dulu. Datanya di kita memang ada dan bisa saja langsung dicarikan," kata Daud.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menekankan, percepatan pencairan insentif untuk nakes harus dilakukan selekasnya. Pasalnya, hal tersebut merupakan janji pemerintah sendiri. “Kami tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter dan perawat tidak minta lho. Itu pemerintah memutuskan mau memberikan dan mengumumkan di mana-mana. Jadi ya kerjain dong," kata Ketua Satgas Covid-19 IDI Profesor Zubairi Djoerban saat dihubungi Republika, Selasa (30/6).

Terkait alasan pemerintah lambannya pencairan karena masih menunggu usulan sari fasilitas kesehatan, ia menyebutkan semua data ada di pemerintah. Apalagi, dia melanjutkan, semua data terkomputerisasi, jadi data ada di sistem itu. Kalau ada perubahan, ia menyebutkan bahwa klarifikasi bisa dilakukan melalui telepon. "Ya mungkin kami jadi tidak percaya karena ini mencoreng wajah pemerintah," ujarnya.   
Harus Keroyokan

Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan, penanganan pandemi Covid-19 dari sisi kesehatan merupakan tanggung jawab bersama. Bukan hanya satu kementerian/ lembaga tertentu, melainkan lintas bidang, mulai dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Gugus Tugas Nasional dan pemerintah daerah (pemda) serta Kemenkeu itu sendiri.

"Jadi, ini semua memang tanggung jawab bersama," ujar Sri dalam Konferensi Pers Live Streaming bertajuk ‘Kondisi Ekonomi Terkini Indonesia dan Proyeksi Akhir 2020’, Selasa (30/6).

 
Kami tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter dan perawat tidak minta lho. Itu pemerintah memutuskan mau memberikan dan mengumumkan di mana-mana. Jadi ya kerjain dong.
PROFESOR ZUBAIRI DJOERBAN, Ketua Satgas Covid-19 IDI
 



Pemerintah menganggarkan Rp 87,5 triliun untuk penanganan Covid-19 di bidang kesehatan. Dari total tersebut, sebagian besar di antaranya digunakan untuk belanja tambahan yang berhubungan dengan Covid-19 secara langsung. Ada juga untuk pembelian alat pelindung diri (APD) tahap awal hingga bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Selama ini, Sri menambahkan, banyak persepsi yang menganggap sedikitnya tingkat pencairan anggaran kesehatan merupakan tanggung jawab dari Kemenkes. "Padahal, nggak juga, karena banyak jalurnya dari anggaran Rp 87,5 triliun itu," tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Meski melibatkan beberapa pemangku kepentingan, Sri memastikan, pemerintah akan terus melakukan tracking terhadap penggunaan anggaran. Semakin tepat sasaran, anggaran yang sudah dikucurkan tersebut diyakini mampu mendukung pemulihan kondisi ekonomi secara lebih signifikan.

Sampai dengan Senin (29/6), Kemenkeu mencatat, tingkat realisasi pencairan stimulus di sektor kesehatan baru mencapai 4,68 persen dari anggaran Rp 87,55 triliun. Artinya, masih ada 95 persen atau sekitar Rp 83 triliun di antaranya yang belum tersalurkan. Proses administrasi dan verifikasi yang rigid masih menjadi kendala besar dalam implementasi stimulus fiskal ini.

Secara total, pemerintah menganggarkan Rp 695,2 triliun untuk penanganan Covid-19. Porsi ini telah diatur juga dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020.

Selain untuk bidang kesehatan, bantuan juga disalurkan melalui perlindungan sosial dengan anggaran senilai Rp 203,90 triliun. Sementara itu, dukungan terhadap sektoral kementerian/ lembaga dan pemda mendapat porsi Rp 106,11 triliun.



Dukungan pemerintah untuk UMKM dalam menghadapi tekanan pandemi mencapai Rp 123,46 triliun. Di sisi lain, pemerintah juga sudah menganggarkan Rp 53,57 triliun dan Rp 120,16 triliun, masing-masing untuk pembiayaan korporasi dan insentif usaha.

Sementara itu, Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat (Jabar) Daud Achmad melaporkan, pihaknya sudah menyiapkan Rp 26 miliar untuk insentif tenaga kesehatan (nakes) di Jabar yang bertugas menangani pandemi Covid-19.

"Sebanyak Rp 23 miliar untuk insentif dan Rp 3 miliar untuk santunan kematian nakes yang gugur selama pandemi," ujar Daud dalam konferensi pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (30/6).

Daud mengatakan, anggaran Pemerintah Provinsi Jabar untuk penanggulangan Covid-19 sudah terserap kurang lebih Rp 1,423 triliun, dengan serapan paling banyak untuk social safety net (jaring pengaman sosial) atau bantuan sosial (bansos). "Diserap untuk social safety net atau bansos Rp 1,158 triliun. Untuk alat-alat kesehatan sebesar Rp 248 miliar," katanya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang meminta kepala daerah agar segera menggunakan APBD, khususnya anggaran kesehatan, untuk menangani dampak Covid-19 di masing-masing daerahnya. Menurut Jokowi, penggunaan dana APBD tersebut sangat penting agar peredaran uang di masyarakat semakin besar.

Hal ini disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan melalui telekonferensi untuk penanganan Covid-19 terintegrasi di Provinsi Jawa Tengah, Selasa (30/6). “Saya titip kepada gubernur, bupati, dan walkot, agar anggaran-anggaran yang berkaitan dengan kesehatan itu segera dikeluarkan, karena ini menyangkut nanti peredaran uang yang ada di masyarakat,” ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat