Museum yang menampilkan khusus Panglima Besar Jenderal Soedirman tersebar di beberapa kota, mulai dari DKI Jakarta, Purbalingga, Purwokerto, sampai Yogyakarta. Dua wartawan //Republika// diterjunkan untuk melihat beberapa museum tersebut dari dekat. Bagai | Silvy Dian Setiawan

Halaman 10

Siang Sepi di Sasmitaloka

Oleh Siang Sepi di Sasmitaloka

 
"Hendaknya perjuangan kita harus didasarkan atas kesucian, dengan demikian perjuangan kita selalu merupakan perjuangan antara jahat melawan suci, dan kami percaya, bahwa perjuangan suci itu senantiasa mendapatkan pertolongan dari Tuhan."
Panglima Jenderal Soedirman
 

 

"Hendaknya perjuangan kita harus didasarkan atas kesucian, dengan demikian perjuangan kita selalu merupakan perjuangan antara jahat melawan suci, dan kami percaya, bahwa perjuangan suci itu senantiasa mendapatkan pertolongan dari Tuhan."


Penggalan kalimat Panglima Soedirman ini terpampang persis di samping pintu masuk bekas kediamannya di Jalan Bintaran Wetan, Pakualaman, Yogyakarta. Saat ini, bangunan tersebut dijadikan sebagai museum dengan nama Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Soedirman.


Memasuki kawasan museum, patung replika Soedirman menunggangi kuda terpajang gagah di halaman depan. Di bawah patung Soedirman terdapat berbagai penggalan kata-kata yang pernah ia ucapkan. Di sisi kanan dan kiri patung, terpajang senjata mesin ukuran sedang yang pernah digunakan Soedirman saat melawan penjajah.


Ada tiga pintu masuk museum menuju bagian bangunan utama. Di pintu tengah, berdiri patung setengah badan Soedirman. Di sisi kanan, berdiri patung setengah badan dari Jenderal Oerip Soemohardjo. Oerip adalah kepala staf Tentara Republik Indonesia.


Memasuki ruangan museum, pegunjung sudah disuguhkan dengan sebuah monitor yang dapat diakses. Monitor tersebut berisi informasi lengkap mengenai museum dan sejarah perjalanan Soedirman sendiri.


Semakin ke dalam, replika tandu yang pernah digunakan Soedirman saat bergerilya lengkap dengan patungnya yang tengah memegang tongkat dan keris yang ada dalam pakaiannya, menghiasi ruangan tamu.
Di samping kiri, kanan dan belakang replika tandu terdapat seperangkat kursi dan meja yang tertata rapi.

 

Kursi yang ada di sisi kiri dan kanan replika tandu merupakan tempat bagi Soedirman untuk menerima tamu, baik itu dari kerabat maupun pejabat pemerintahan. Ruangan tamu ini dipenuhi dengan berbagai tanda penghargaan berupa bintang dan piagam yang diberikan kepada Soedirman.


"Ruang Santai," begitu tulisan yang ada di seperangkat kursi dan meja yang terletak di belakang replika tandu Soedirman. Ruangan ini digunakan oleh Soedirman dulunya sebagai untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.


Ruangan ini dipenuhi dengan berbagai macam perabotan rumah, senjata, dan juga radio dengan merek Philips yang pernah digunakan oleh Soedirman dan keluarganya. Lengkap dengan lukisan Soedirman saat dibawa dengan tandu oleh prajuritnya ketika kembali ke Yogyakarta setelah bergerilya.


Di bangunan utama ini juga terdapat kamar tidur yang digunakan Soedirman bersama istrinya. Di ruangan ini, ada sebuah tempat tidur yang dihiasi dengan tirai berwarna putih menutupi seluruh bagian tempat tidur.
Lemari yang berisi mesin jahit dan kursi goyang diletakkan di dalam sebuah lemari. Berikut dengan seperangkat kursi dan meja sebagai tempat istirahat Soedirman beserta istrinya mengisi bagian tengah kamar. Di depan tempat tidur terhampar sajadah dan rehal yang digunakan Soedirman untuk mengaji.


Bergerak menuju ruangan lainnya di bangunan utama, masih ada satu ruang kantor. Di ruangan tersebut ada berbagai alat komunikasi berupa telepon yang digunakan oleh Soedirman dan keluarganya ketika ia menjabat sebagai panglima besar Tentara Keamanan Rakyat.


Keris duplikat dari keris yang selalu dibawa Soedirman saat memimpin perang gerilya melawan penjajahan Belanda juga dipajang di kamar ini. Berikut dengan cundrik yang dibawa saat perang gerilya pada perang kemerdekaan II pun juga dipajang.


Jarum jam baru menunjukkan pukul 13.15 WIB, Senin (14/1). Namun, ruangan tersebut sunyi dari suara baik pemandu museum maupun pengunjung. Tidak ada pengunjung, baik perorangan. Panas matahari pun terasa hingga ke dalam ruangan museum dengan luas bangunan 1.255 meter persegi ini.


Replika bangsal Rumah Sakit Panti Rapih yang pernah digunakan untuk merawat Soedirman juga dipamerkan. Dalam bangsal itu, ada patung Soedirman dengan menggunakan kursi roda tengah menulis sesuatu di meja kecil yang diletakkan di samping tempat tidur di bangsal tersebut.


Bergerak ke ruangan yang ada di sebelah bangsal, terdapat mobil berwarna biru dan dokar yang pernah digunakan Soedirman. Dokar ini pernah digunakannya untuk bepergian dari daerah Playen menuju Semanu yang ada di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, ketika memimpin gerilya. Dokar ini tidak ditarik oleh kuda, tetapi oleh para pengawalnya, antara lain Kapten Tjokropranolo.


Selain itu, juga terdapat tandu asli yang digunakan untuk membopong Soedirman saat bergerilya. Tandu tersebut masih terawat dan dipajang di lemari kaca. Pun dengan berbagai seragam yang juga dipajang di lemari kaca sehingga tidak dapat disentuh oleh pengunjung.


Kurang lebih satu setengah jam menjelajahi kawasan museum, pengunjung belum terlihat. Di buku catatan pengunjung pun hanya ada dua pengunjung pada Senin (14/01) itu. Yang berkunjung hanya tim Republika dan salah satu pengunjung bernama Arnoldy yang datang dari Jakarta.


Sekitar setengah jam menunggu di pos penjaga museum, ada rombongan keluarga yang datang untuk mengabadikan momen di depan museum. Tiga orang tersebut berswafoto di depan patung Soedirman.
Suwardi (42), salah satu anggota rombongan yang datang dari Klaten, Jawa Tengah, itu mengajak istri dan ibunya. Mereka tidak masuk ke dalam museum. Alasan ia tidak masuk karena memiliki agenda lain.

 

Walaupun begitu, ia mengaku pernah mengunjungi museum sebelumnya. "Mungkin lain kali bersama anak-anak. Soalnya saya ada acara lain mendesak, tapi ibu mau foto dulu di sini (di museum). Ingin berkunjung lagi karena museumnya lengkap dan mengajarkan rasa nasionalisme kepada generasi muda," kata Suwardi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat