
Nasional
Komisi III: Polri Jangan Diatur Vendor
Polri minta tambahan anggaran lebih dari Rp 31 triliun.
JAKARTA -- Rapat kerja antara Komisi III DPR dengan Polri menjadi ajang saling tuding. Dalam rapat pada Rabu (24/6) di Kompleks Parlemen, sejumlah anggota dewan menyinggung soal keberadaan oknum antek pengusaha penyedia kebutuhan Polri atau vendor. Vendor itu bahkan disebut bisa mengatur Polri sehingga disebut sebagai 'Kapolri swasta.'
Keberadaan vendor diungkapkan oleh anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu. Awalnya, ia meminta Polri menggunakan kredit ekspor yang masuk ke dalam utang luar negeri harus sesuai kebutuhan lembaga tersebut. Hal ini untuk menghindari pengadaan barang yang tak diperlukan sehingga terkesan hanya menguntungkan vendor.
"Kita ngutang dan kita harus bayar. Kalau itu kebutuhan vendor kita pending saja, jangan juga kepolisian jadi anteknya vendor," ujar Masinton.
Masinton mengatakan, jika hal tersebut terus berulang, kredit ekspor akan merugikan keuangan negara lebih besar. Sebab, kata dia, terdapat barang yang sesungguhnya tak benar-benar dibutuhkan oleh Polri. "Kredit ekspor membebankan keuangan negara juga, itu kan dalam konteks utang. Apalagi, kredit ekspor ini menggunakan utang luar negeri," ujar Masinton.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding menyebut, vendor tersebut sudah seperti kepala Polri (Kapolri) swasta. Bahkan, ia mengaku, melihat sendiri vendor itu mengatur Polri layaknya pimpinan di institusi hukum itu.

Vendor ini, kata dia, adalah rekanan kepolisian yang terkait dengan pinjaman luar negeri. "Saya kira, rekanan-rekanan di kepolisian ini perlu ditertibkan, jangan sampai mereka bentindak sebagai Kapolri swasta yang mengatur-atur institusi kepolisian," ujar Sudding.
Sudding sendiri mengaku tahu siapa saja pengusaha yang bermain di ranah tersebut. "Ada namanya Tommy Silvanus yang dari tahun ke tahun menggarap dan beberapa orang yang ada di situ," kata dia. Menurut informasi, kata dia, kredit ekspor yang 590 juta dolar AS (sekitar Rp 8,3 triliun) hanya dilakukan rekanan yang itu-itu saja. "Dari tahun ke tahun hanya itu-itu."
Ia juga menyebut, pengadaan mobil Hyundai sebagai contoh pengadaan yang mubazir. Menurut dia, pengadaan itu adalah keinginan vendor, padahal mobil tersebut tak bisa digunakan oleh kepolisian di daerah. "Kita tahulah pengusaha-pengusaha itu mengatur institusi kepolisian, ada kartel di dalam itu," ujar Sudding.
Menjawab itu, Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono tidak membantah tudingan anggota dewan tersebut. Namun, ia menegaskan, pihaknya akan menertibkan para vendor pengadaan kebutuhan di kepolisian. Salah satu caranya dengan membentuk peta jalan atau road map terkait kebutuhan lembaganya.
"Jadi, tahun 2021 itu kita udah tahu barang apa yang harus kita beli, vendor harus ke sana. Kita tidak mengikuti pada vendor lagi, ini sedang disusun," ujar Gatot.

Ia menjelaskan, memang terdapat sejumlah vendor yang ahli dalam satu bidang sehingga Polri beberapa kali menggunakan jasanya dalam memenuhi kebutuhan. "Untuk itu, kita blue print sehingga tahun depan itu tidak banyak vendor. Ke depan itu yang dibeli kebutuhan Polri, bukan kebutuhan vendor," ujar Gatot.
Road map yang akan dibuat adalah kebutuhan Polri untuk lima tahun ke depan. Kemudian, dilanjutkan dengan peta jalan untuk 25 tahun. "Jadi, jelas berapa kebutuhan minimal Polri, untuk Polda berapa, Polres berapa, dan Mabes Polri. Mudah-mudahan, bulan Oktober bisa tersusun ini," ujar Gatot.
Minta anggaran
Untuk menunjang kebutuhan itu, Gatot mengusulkan tambahan anggaran pada 2021 sebesar Rp 31.130.285.006.000. Sebagai informasi, pagu indikatif Polri pada 2021 yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 100,5 triliun. Jika usulan tambahan Rp 31,1 triliun itu dipenuhi, Polri akan mendapat pagu anggaran Rp 131,6 triliun tahun depan.
"Pagu indikatif itu belum mencukupi kebutuhan di lingkungan Polri, maka Polri mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 31.130.285.006," ujarnya.
Ia menjelaskan, tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk belanja barang dan modal. Beberapa di antaranya seperti pemenuhan lidik sidik, pemenuhan Satgaswil Densus 88 AT, dan Kaporlap. "Juga pengamanan PON (Pekan Olahraga Nasional), pertemuan Polwan Sedunia, pengamanan Moto GP, hingga Piala Dunia U-20," ujar Gatot.
Tidak ada sanggahan, Ketua Komisi III Herman Hery hanya mengatakan, usulan itu akan dibahas di rapat internal agar segera dapat diajukan ke Badan Anggaran (Banggar) DPR. "Akan kita bawa dalam rapat internal Komisi III keputusan hasil rapat internal itu akan kami sampaikan ke Badan Anggaran secara tertulis untuk disinkronisasikan," ujar Hery.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.