Bill Gates dan keluarga. | Facebook Bill Gates

Inovasi

Pilihan Hidup Analog para Petinggi Teknologi 

Sejak 2007, Bill Gates menerapkan batasan waktu penggunaan layar untuk anak-anaknya. 

Orang-orang yang paling dekat dengan sesuatu seringkali menjadi yang paling waspada terhadap hal tersebut. Para ahli teknologi ternyata memahami benar, bagaimana ponsel berfungsi dan risiko negatif dari pemanfaatannya. 

Penggunaan ponsel pintar secara berlebihan sudah sering disebut-sebut berbahaya bagi otak remaja. Seperti yang dilansir dari The Independent, Selasa (23/6), penelitian menemukan adanya risiko depresi pada siswa kelas delapan yang melonjak hingga 27 persen ketika sering menggunakan media sosial.

Anak-anak yang menggunakan ponsel mereka selama setidaknya tiga jam sehari juga ternyata lebih mungkin untuk melakukan bunuh diri. Selanjutnya, penelitian lain yang dilakukan baru-baru ini telah menemukan tingkat bunuh diri remaja di Amerika Serikat (AS) telah melampaui angka tingkat pembunuhan, dengan smartphone sebagai pendorongnya.

Di balik itu semua, terbersit keingintahuan dua pendidik bernama Joe Clement dan Matt Miles terkait apakah dua tokoh teknologi terbesar saat ini, Bill Gates dan  mendiang Steve Jobs mengetahui kekuatan adiktif dari teknologi digital. Sejak 2007, Bill Gates ternyata telah menerapkan batasan waktu penggunaan layar ketika putrinya mulai mengembangkan keterikatan yang tidak sehat dengan gim video.

Ia juga tidak membiarkan anak-anaknya mendapatkan ponsel sampai mereka berusia 14 tahun. Padahal, saat ini, usia rata-rata seorang anak mendapatkan ponsel pertama mereka adalah 10 tahun.

Sementara Jobs, yang merupakan CEO Apple hingga kematiannya, mengungkapkan dalam sebuah wawancara New York Times pada 2011, bahwa ia melarang anak-anaknya menggunakan iPad yang baru dirilis. “Kami membatasi seberapa banyak teknologi yang digunakan anak-anak kami di rumah,” kata Jobs.

Anak-anak Jobs kini telah lulus sekolah, jadi tidak mungkin mengetahui bagaimana anak-anak pendiri Apple tersebut merespons teknologi pendidikan atau edtech. Tetapi, Clement dan Miles berpendapat jika anak-anak Jobs menghadiri rata-rata sekolah AS sekarang ini, mereka akan menggunakan teknologi di kelas jauh lebih banyak daripada yang mereka lakukan di rumah saat tumbuh dewasa.

photo
Apple CEO Steve Jobs gestures as he unveils the latest improvements to the companys Mac software during a news conference at Apple Inc. headquarters in Cupertino, California October 20, 2010. - (REUTERS/Norbert von der Groeben )

Tren di Silicon Valley

Suasana yang terasa lebih analog, justru kini banyak ditemui di sejumlah sekolah khusus Silicon Valley, seperti sekolah Waldorf. Sekolah tersebut justru tampak berteknologi rendah.

Mereka mengguna papan tulis dan pensil. Alih-alih mempelajari cara membuat kode, anak-anak diajarkan keterampilan kerja sama dan rassa hormat. 

Di Brightworks School, anak-anak belajar kreativitas dengan membangun sesuatu dan menghadiri kelas-kelas di rumah pohon. Jika ada konsesi yang dibuat Gates pada teknologi, maka itu berada tatanan manfaat yang ditawarkan ke siswa di lingkungan pendidikan tertentu. 

Selama ini, Gates dikenal tertarik pada pendidikan yang dipersonalisasi. Ini adalah sebuah pendekatan yang menggunakan perangkat elektronik untuk membantu menyesuaikan rencana pelajaran untuk setiap siswa.

Guru dalam pengaturan pembelajaran yang dipersonalisasi pun mengambil lebih banyak peran pembinaan dan membantu mendorong siswa kembali ke jalurnya ketika mereka terganggu. Teknologi dalam kasus ini digunakan secara spesifik, agar bermanfaat bagi perkembangan siswa, bukan sebagai hiburan. Gates berharap pendekatan ini dapat membantu lebih banyak anak muda memanfaat bakat mereka.

Manfaat menggunakan ponsel sebagai alat pembelajaran, justru dirasa terlalu banyak. Ditambah, besarnya risiko kecanduan dan menghambat kehidupan sehari-hari. 

Dalam hal ini, kewaspadaan orang tua yang bekerja di Silicon Valley bukanlah hal baru. Seorang mantan peneliti komputasi sosial yang menikah dengan seorang insinyur Facebook, Kristin Stecher mengatakan, di dalam keluarga kecilnya, keputusan untuk tidak menggunakan layar ponsel sama sekali lebih mudah, daripada membatasinya. “Jika anak-anak saya mendapatkan waktu penggunaan layar, mereka hanya menginginkan lebih,” ujar Stecher.

Perempuan berusia 37 tahun itu dan suaminya Rushabh Doshi meneliti risiko penggunaan layar ponsel. Mereka pun sampai pada kesimpulan sederhana, yakni mereka hampir tidak menginginkan hal tersebut di rumah mereka.

Anak-anak perempuan mereka yang berusia lima dan tiga tahun, hingga saat ini tidak memiliki jadwal screen time dan tidak ada jam reguler untuk izin tampil di layar. Satu-satu kondisi penggunaan layar diperbolehkan, adalah selama perjalanan panjang dengan mobil atau selama perjalanan pesawat. 

Baru-baru ini Stecher mengendurkan pendekatan ini. Setiap Jumat malam, keluarga tersebut menonton satu film bersama.

Pendekatan serupa juga dipilih Athena Chavarria, yang bekerja sebagai asisten eksekutif di Facebook dan sekarang berada di Chan Zuckerberg Initiative. Ia meyakini penggunaan ponsel berdampak bagi anak-anaknya.

“Saya yakin iblis hidup di ponsel kami dan menimbulkan malapetaka pada anak-anak kami,” kata Chavarria, seperti yang dilansir dari //New York Times//.

Ia pun tidak membiarkan anak-anaknya memiliki ponsel sampai sekolah menengah, bahkan sekarang melarang penggunaan telepon di dalam mobil dan sangat membatasinya di rumah. Putri Chavarria pun tidak mendapatkan ponsel sampai ia duduk di kelas sembilan. N ed: setyanavidita livikacansera

Serupa Kokain

Bagi para pemimpin teknologi lama, menyaksikan bagaimana alat yang mereka buat memengaruhi anak-anak mereka telah terasa seperti perhitungan atas kehidupan dan pekerjaan mereka. Chris Anderson adalah salah satu di antara mereka.

Ia merupakan mantan editor Wired dan sekarang menjadi kepala eksekutif perusahaan robotika dan drone, serta pendiri GeekDad.com

Anderson mengumpamakan kecanduan ponsel seperti ketergantungan dengan permen dan kokain. “Ini lebih mendekati seperti dengan kokain,” ujar Anderson.

Kemudian, ia mengungkapkan para teknolog yang membangun produk-produk ini dan para penulis yang mengamati revolusi teknologi itu naif. “Kami pikir kami bisa mengendalikannya dan ini di luar kekuatan kita untuk mengendalikan. Ini akan langsung menuju pusat kesenangan otak yang sedang berkembang. Ini di luar kemampuan kita sebagai orang tua biasa untuk mengerti,” katanya.

Anderson memiliki lima anak dan 12 peraturan teknologi. Dalam peraturan tersebut, mencakup pula tidak diizinkan menggunakan ponsel hingga musim panas sebelum sekolah menengah, tidak ada layar di kamar tidur, pemblokiran konten network-level, tidak ada media sosial sampai usia 13 tahun, dan tidak ada iPad sama sekali dan jadwal screen time diberlakukan oleh Google WiFi yang diawasi melalui ponsel Anderson. 

Jika berperilaku buruk, maka anak-anak itu offline selama 24 jam. “Saya tidak tahu apa yang kami lakukan pada otak mereka sampai saya mulai mengamati gejala dan konsekuensinya,” ia melanjutkan. Menurut Anderson, para pencipta teknologi dan berbagai perrangkat digital saat ini telah membuat kesalahan dengan berbagai ciptaannya.

 
“Kami melihat kecanduan dan ada beberapa tahun yang hilang. Saya rasa itu buruk.”
Chris Anderson, Pendiri GeekDad.com
 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat