Polisi paramiliter berjalan melewati seorang tetua Uighur selepas kerusuhan di Urumqi, Xinjiang, 2009 silam. | AP

Kabar Utama

Trump Teken UU Uighur, Beijing Meradang

AS-Cina coba perbaiki hubungan di Hawaii

WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menandatangani undang-undang terkait perlakuan Pemerintah Cina terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Regulasi yang diteken pada Rabu (17/6) waktu setempat itu memungkinkan pemberian sanksi terhadap pejabat-pejabat di Cina yang bertanggung jawab  atas pelanggaran HAM di Xinjiang.

"Undang-undang ini akan meminta pertanggungjawaban pelaku pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran seperti penggunaan kamp-kamp indoktrinasi, kerja paksa, pengawasan intrusif untuk menghapus identitas etnis dan kepercayaan agama Uighur dan minoritas lainnya di Cina," ujar Trump dalam konferensi pers, kemarin.

Undang-undang tersebut mengecam Pemerintah Cina dan Partai Komunis Cina atas perlakuan terhadap Muslim Uighur di Wilayah Otonomi Xinjiang dan minoritas Muslim lainnya. Undang-undang itu menyerukan agar kamp-kamp reedukasi di wilayah Xinjiang ditutup. Melalui regulasi itu, Pemerintah AS dapat mengidentifikasi dan memberikan sanksi kepada individu yang bertanggung jawab atas persekusi kelompok minoritas di Cina.

Beleid yang diteken kemarin secara resmi memberlakukan undang-undang yang disepakati Kongres Amerika Serikat akhir bulan lalu. Saat itu, Kongres yang dikuasai Partai Demokrat yang merupakan oposan Trump, mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang memungkinkan Pemerintah AS menjatuhkan sanksi pada pejabat Cina yang terlibat dalam penindasan dan penahanan terhadap warga Uighur dan kelompok etnis lain di wilayah Xinjiang. RUU tersebut tanpa halangan juga disahkan House of Representative yang dikuasai Partai Republik yang merupakan pendukung Trump. 

Baik anggota Kongres dari Partai Republik dan Demokrat sama-sama mendukung RUU tersebut dengan suara 413-1. "Tindakan biadab Beijing yang menargetkan orang-orang Uighur menimbulkan kemarahan hati nurani kolektif di dunia," kata Ketua House of Representative Nancy Pelosi, dalam pidatonya dalam mendukung RUU tersebut seperti dilansir Associated Press.

Tahun lalu, Kongres AS secara resmi telah mengecam tindakan keras di Xinjiang, di mana pemerintah Cina disebut telah menahan lebih dari satu juta orang di sebuah pusat penahanan. Mereka yang ditahan sebagian besar adalah kelompok etnis Muslim, termasuk dari etnis Uighur, Kazakh, dan Kirgistan.

Dalam undang-undang yang diteken Trump tersebut, para pejabat Partai Komunis Cina yang mengawasi kebijakan pemerintah di Xinjiang bisa terkena sanksi AS. Undang-undang ini juga mengharuskan pemerintah AS membuat laporan ke Kongres tentang pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang selama satu tahun terakhir serta akuisisi teknologi Cina yang digunakan untuk penekanan dan penahanan massal.

RUU itu juga memberikan penilaian atas laporan pelecehan dan ancaman yang meluas dari warga Uighur dan warga negara Cina lainnya di AS. Selain itu, Kementerian Luar Negeri AS, Kementerian Perdagangan AS, nantinya harus membatasi ekspor AS kepada seluruh entitas yang ada di Xinjiang, termasuk para subjek yang dikenai sanksi.

Dalam 180 hari sejak penandatanganan undang-undang, Trump harus menyerahkan laporan kepada Kongres yang mengidentifikasi setiap individu asing, termasuk pejabat pemerintah Cina, yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang. Undang-undang itu mensyaratkan pemerintah AS untuk memberikan sanksi kepada orang-orang yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dengan memblokir aset mereka, dan menyatakan bahwa mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan visa maupun izin masuk ke AS.

"Pemerintahan saya akan melakukan upaya yang tepat untuk mematuhi undang-undang dengan memberi tahu Komite Kongres yang relevan sebelum menjatuhkan sanksi yang berkenaan dengan seseorang berdasarkan undang-undang, tetapi tidak akan memberlakukan persyaratan ketentuan untuk pemberitahuan sebelumnya yang mengikat dan dapat mengganggu diplomasi Presiden," ujar Trump.

Komentar di atas mencerminkan ambiguitas sikap Trump dan pemerintahannya terkait isu Muslim Uighur. Ketulusan Trump membela Muslim Uighur dipertanyakan karena ia sempat juga mengeluarkan kebijakan “Muslim Ban” yang melarang warga dari sejumlah negara mayoritas Muslim masuk ke AS di awal masa pemerintahannya. 

photo
Umat Islam di Amerika Serikat melakukan unjuk rasa terkait larangan masuk warga dari sejumlah negara mayoritas Muslim yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump. - (Pixabay.com)

Amerika Serikat juga sejak akhir tahun lalu terlibat perang dagang dengan Cina. Sementara menyusul merebaknya pandemi Covid-19, Trump berulang kali menuding pemerintah Cina bertanggung jawab atas merebaknya virus. Trump juga tahun ini bakal menghadapi pilpres AS dengan posisi terpojok pada berbagai survei elektabilitas belakangan. 

Selain itu, pada hari yang sama dengan penandatangan regulasi itu, media-media AS juga mengabarkan isi mengejutkan dari buku The Room Where It Happened karya mantan penasihat keamanan Trump, John Bolton. Salah satunya menceritakan bahwa dibalik layar Trump sebenarnya mendukung kamp-kamp reedukasi di Xinjiang.

John Bolton mengisahkan bahwa persetujuan itu disampaikan Trump pada Presiden Cina Xi Jinping dalam peremuan tingkat tinggi G20 di Osaka pada 2019. Pada pertemuan itu, hanya ada Trump dan Xi yang didampingi juru bahasa.

Xi saat itu memberi Trump penjelasan tentang kamp-kamp yang didirikan pemerintah Provinsi Xinjiang untuk etnis Uighur. Uighur dinilai etnis dan budaya berbeda dari populasi mayoritas Han di negara itu dan dicurigai memiliki kecenderungan separatis. "Menurut penerjemah kami, Trump mengatakan bahwa Xi harus melanjutkan pembangunan kamp, yang menurutnya adalah hal yang tepat untuk dilakukan," tulis John Bolton.

photo
Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump di Beijing, Cina. - (AP Photo/Andrew Harnik)

Nihad Awad, direktur Dewan Hubungan Amerika-Islam, sebuah kelompok hak-hak sipil Muslim dan advokasi yang berbasis di Washington, merasa ironis bahwa Trump menandatangani RUU pada hari yang sama ketika rincian buku Bolton dipublikasikan. "Kongres harus segera menyelidiki apakah Trump memberikan restu untuk menangkap, memenjarakan, dan menindas komunitas agama etnis di kamp konsentrasi," kata Awad.

Sementara itu, Beijing menjanjikan pembalasan terhadap AS atas undang-undang yang disebut merupakan serangan dan penghinaan terhadap Cina tersebut. “Cina bertekad memukul balik dan AS akan memikul beban atas semua konsekuensi tindakan itu,” tulis pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Cina, kemarin.

Cina juga mendesak AS untuk segera memperbaiki kesalahannya dan berhenti menggunakan undang-undang itu untuk merugikan kepentingan Cina. “Masalah yang terkait dengan Xinjiang bukan tentang hak asasi manusia, etnis, atau agama, tapi tentang memerangi kekerasan, terorisme, dan separatisme," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Cina, dilansir China Global Television Network

Pertemuan

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo, bertemu dengan diplomat Cina, Yang Jiechi, di Hawaii pada  Rabu (17/6). Isu-isu yang diperselisihkan kedua negara dibicarakan dalam pertemuan yang dimaksudkan memperbaiki hubungan kedua negara yang belakangan merenggang tersebut.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Morgan Ortagus, mengatakan, dalam pertemuan tersebut, Pompeo menekankan perlunya kesepakatan timbal balik antar kedua negara. Kesepakatan ini harus berlaku di seluruh bidang, termasuk  komersial, keamanan, dan diplomatik. Pertemuan di Honolulu dimulai sekitar pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 15.50 waktu setempat.

"Dia juga menekankan perlunya transparansi penuh dan berbagi informasi untuk memerangi pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung dan mencegah wabah di masa depan," ujar Ortagus dilansir Reuters, kemarin.   Pertemuannya di Hawaii itu menjadi kontak pertamanya dengan Yang setelah sambungan telepon 15 April lalu. Pertemuan tatap muka mereka terakhir dilakukan tahun lalu.

photo
Menlu AS Mike Pompeo. - (EPA)

Sementara pihak Beijing mengatakan, kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan kerja sama. AS dan Cina pun menyetujui untuk mengambil tindakan untuk mengimplementasikan konsensus yang dicapai oleh para pemimpin kedua negara. "Kedua pihak sepenuhnya mengartikulasikan posisi masing-masing negara mereka, dan percaya bahwa ini adalah dialog yang konstruktif," kata kantor berita resmi Cina Xinhua.

Meski begitu, South China Morning Post (SCMP) melaporkan, isu-isu yang jadi titik debat kedua negara seperti soal Taiwan, Hong Kong, dan Xinjiang dibicarakan, kemarin. Yang Jiechi yang merupakan anggota Politbiro Partai Komunis Cina menyatakan, negaranya berkomitmen untuk membangun hubungan nonkonfrontasional. “Tapi Cina juga akan bersikeras mempertahankan wilayahnya, keamanan, dan kepentingan pembangunan,” kata Yang dikutip juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian.

Saat pertemuan berlangsung, Presiden AS Donald Trump menandatangani RUU yang menyerukan sanksi terhadap pejabat-pejabat di Cina yang bertanggung jawab atas penindasan Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, Cina. Secara terpisah pula, menteri luar negeri dari negara-negara G7, termasuk Pompeo, melansir pernyataan yang menyerukan Cina untuk tidak menindaklanjuti dengan Undang-Undang Keamanan Hong Kong.

Zhao melaporkan, Yang menekankan bahwa undang-undang keamanan di Hong Kong adalah urusan internal Cina. Yang juga menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari Cina serta menyatakan keberatan terhadap UU Uighur yang diteken Donald Trump, kemarin. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat