Siswi SDN Model Terpadu Madani mengerjakan soal ujian akhir semester secara daring di rumahnya di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (4/6). Ajaran baru dibuka sesuai jadwal. | Mohamad Hamzah/ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

Kecemasan di Tengah Ketidakpastian Ajaran Baru

Meski ada kecemasan pandemi Covid-19, tahun ajaran baru akan dimulai sesuai jadwal.

OLEH FEBRYAN A 

Rabu (10/6) siang, Reni Nurjanah bersiap-siap keluar rumah dengan memangku segepok berkas syarat-syarat pendaftaran sekolah. Reni tak pergi sendirian untuk mengurus pendaftaran sekolah anaknya ke jenjang SMP. Ia membonceng sang suami. Di antara mereka, di kursi sepeda motor matik itu, terselip anak perempuan mereka.

Lengkap dengan masker kain yang dikenakan, mereka hendak menuju SD 01 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. “Ini belum pergi daftar masuk SMP. Cuma mau ngurus berkas-berkas dulu ke SD,” kata Reni, beberapa menit sebelum pergi meninggalkan rumahnya di Kelurahan Jati Padang, Pasar Minggu, Rabu (10/6).

Kendati penerimaan peserta didik baru 2020/2021 SMP dilakukan secara daring, tetap saja sejumlah hal harus diurus Reni secara tatap muka. “Ya, tetap saja harus datang dulu ngurus berkas syarat pendaftarannya ke SD,” ujar perempuan 42 tahun itu.

Meski masih dilanda pandemi Covid-19, pemerintah menyatakan tahun ajaran baru 2020/2021 akan dimulai sesuai jadwal, yakni pada pekan ketiga Juli 2020. Proses belajar nantinya tidak tatap muka, tetapi pembelajaran jarak jauh sebagaimana telah diterapkan sejak awal Covid-19 mewabah.

Adapun pendaftaran peserta didik baru (PPDB) untuk semua tingkatan di Provinsi Jakarta akan dimulai pada 11 Juni-3 Juli 2020. Pendaftaran dilakukan secara daring melalui portal ppdb.jakarta.go.id

Reni kini fokus memastikan pendidikan anaknya. Meski cemas terinfeksi Covid-19 saat keluar rumah, perempuan 42 tahun tersebut mengaku lebih risau jika anaknya tak mendapatkan sekolah. 

Kecemasan berbeda dirasakan Sumiyatun (45). Menjelang masuknya tahun ajaran baru, ia enggan membiarkan putri semata wayangnya, yang kini duduk di kelas 1 SMA, untuk belajar tatap muka di sekolah. Ia berharap proses belajar mengajar nantinya tetap jarak jauh alias dari rumah. Tak masalah baginya bekerja ekstra mengawasi anaknya belajar dan sesekali menunjukkan cara mengerjakan tugas.

“Takutnya kalau dibolehin masuk lagi, pasti dia seneng kan ketemu teman-temannya, lalu jadi lupa sama aturan kesehatan,” kata Sumiyatun di depan rumahnya di Kelurahan Jati Padang. Sumiyatun meyakini saat ini sekolah belum cukup aman bagi anak-anak dari risiko penularan Covid-19. 

Tidak semua daerah itu zona merah dan hitam. Untuk zona hijau, itu saya kira bakal ada pelonggaran (untuk bisa sekolah tatap muka). 
 

Rohiman (52), juga warga Kelurahan Jati Padang, turut cemas dengan putrinya yang kini duduk di kelas 1 SMP. Ketika beristirahat di depan rumahnya, ia bercerita soal keinginan melihat anaknya bisa kembali belajar di sekolah. Sebab, putrinya itu sudah merasa bosan di rumah saja selama tiga bulan terakhir.

Selain itu, ia juga kewalahan mengawasi putrinya belajar. Pengawasan sesuai arahan guru baginya adalah kegiatan yang bikin ribet. Terlebih, ia tak begitu paham mengoperasikan perangkat elektronik yang digunakan anaknya untuk belajar jarak jauh.

“Tapi, kembali ke sekolah kita cemas juga dia bakal kenapa-napa. Ya, kita ngikutin aja lah nanti keputusan pemerintah bagaimananya,” kata Rohiman.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Masa Bakti XXI Didi Suprijadi menilai, tahun ajaran baru memang harus dibuka sesuai jadwal. Kendati demikian, dimulainya tahun ajaran baru bukan berarti dimulai pula pembelajaran tatap muka. Menurut dia, penerapan metode pembelajaran tatap muka harus disesuaikan dengan kondisi wabah Covid-19 di masing-masing daerah.

“Tidak semua daerah itu zona merah dan hitam. Untuk zona hijau, itu saya kira bakal ada pelonggaran (untuk bisa sekolah tatap muka),” ujar Didi kepada Republika.

Bagi daerah yang mendapat izin melaksanakan pembelajaran tatap muka, lanjut Didi, sebaiknya pihak sekolah melakukan pembagian jam masuk. Salah satunya dengan jadwal datang ke sekolah secara bergiliran demi mencegah kerumunan yang berpotensi terjadinya penularan Covid-19.

Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara mengingatkan semua pihak agar tetap mengutamakan kesehatan siswa dalam masa pandemi Covid-19. “Yang paling penting itu adalah kesehatan anak. PPDB itu administratif. Tahun ajaran baru juga termasuk administratif,” kata dia kepada Republika.

PGRI, kata dia, telah melakukan survei di 514 kabupaten/kota. Hasilnya, 85 persen orang tua tidak setuju siswa kembali belajar di sekolah. Sementara siswa, sebanyak 54 persen setuju. Adapun guru yang setuju sebanyak 50 persen. “Terjadi tarik-menarik antara anak dan orang tua,” ujar Dudung.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat