Rika, kakak perempuan dari Sepri (24 tahun), salah satu anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 menunjukkan foto adiknya, di Desa Serdang Menang, Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, Sabtu (9/5/2020). Korban penyiksaan di kapal C | Triyan Wahyudi/ANTARA FOTO

Nasional

Korban Penyiksaan di Kapal Cina Terus Bertambah

Sebanyak 30 ABK menjadi korban perbudakan di kapal Cina delapan bulan terakhir. 

JAKARTA -- Kasus dugaan penyiksaan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal berbendera Cina kembali terulang. Kasus ketiga dalam dua bulan terakhir terjadi pada Jumat (5/6), di mana dua orang ABK nekat melompat ke laut Selat Malaka karena tidak tahan dengan penderitaan di atas kapal. 

Ketua MPR Bambang Soesatyo mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas dugaan penyiksaan ABK tersebut. "Aparat kepolisian untuk terus melakukan investigasi dan mengusut tuntas dugaan kasus penyiksaan ABK Indonesia di kapal Cina tersebut, dan bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dapat mengajukan tuntutan apabila terbukti adanya tindakan kekerasan terhadap ABK WNI di kapal ikan tersebut," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/6).

Pada Jumat pekan lalu, dua ABK itu, Reynalfi dan Andri Juniansyah melompat dari kapal ikan Cina Lu Qian Yua Yu 901 saat kapal melintasi Selat Malaka. Bamsoet menyoroti pengakuan pengakuan kedua ABK yang terjun ke laut demi melarikan diri. Mereka mengaku kerap mendapatkan kekerasan fisik pada saat bekerja.

Kepolisian, kata dia, harus segera memanggil agen yang menyalurkan ABK tersebut karena di samping tidak sesuai dengan perjanjian kerja, juga telah melakukan penipuan. Bamsoet mengatakan, para ABK dijanjikan mendapatkan upah Rp 25 juta-Rp 40 juta per bulan dari pabrik tekstil dan baja di Korea.

photo
Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas 1 Soekarno Hatta memeriksa dokumen kesehatan sembilan anak buah kapal (ABK) dari Korea Selatan setibanya di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (29/5) malam. Kementerian Tenaga Kerja memulangkan sembilan ABK asal Indonesia yang mendapat kekerasan fisik serta tak digaji saat bekerja di kapal perusahaan RRT Zhouyu 603 dan Zhouyu 605. Kini korban penyiksaan di kapal Cina juga terus bertambah - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan, ABK yang menjadi korban kerja paksa di kapal ikan berbendera Cina terus bertambah. Koordinator DFW Indonesia Muh Abdi Suhufan menjelaskan, dalam kasus terakhir, kedua ABK melompat karena tidak tahan dengan perlakuan dan kondisi kerja di atas kapal yang sering mendapatkan intimidasi, kekerasan fisik dari kapten dan sesama ABK asal Cina. 

Setelah mengapung selama tujuh jam di perairan Malaka, mereka akhirnya ditolong nelayan Tanjung Balai Karimun. "Dugaan kerja paksa mengemuka setelah ditemukan adanya praktik tipu daya, gaji yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak layak, ancaman dan intimidasi yang dirasakan Andri Juniansyah dan Reynalfi," kata Abdi di Jakarta, kemarin.

Menurut Abdi, kejadian ini merupakan insiden keenam dalam kurun waktu delapan bulan terakhir ini atau periode November 2019-Juni 2020. Tercatat, ada 30 orang awak kapal Indonesia yang menjadi korban kekerasan dalam bekerja di kapal Cina dalam periode itu. "Dengan rincian 7 orang meninggal, 3 orang hilang, dan 20 orang selamat," kata Abdi.

Berdasarkan keterangan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Pergerakan Pelaut Indonesia, Sulawesi Utara, Anwar Dalewa, ABK Andry dan Reynalfi merupakan korban sindikasi perdagangan orang yang melibatkan agen ketenagakerjaan ilegal di dalam negeri dan jejaring internasional. Karena itu, DFW meminta kepolisian melakukan tindakan hukum secara tegas. Sementara itu, pemerintah Indonesia didesak secepatnya melakukan moratorium pengiriman ABK ke luar negeri, terutama yang bekerja di kapal ikan Cina, baik legal maupun ilegal. 

Sebelumnya, Selasa (5/5), Indonesia dikejutkan dengan video ABK di kapal ikan Long Xing 629 melempar jenazah ABK WNI yang telah meninggal dunia di tengah laut. Buntutnya, 14 WNI ABK lainnya meminta dipulangkan ke Tanah Air dan mengakui adanya pelanggara HAM dan TPPO. Pada Sabtu (9/6), video ABK yang meninggal diduga karena penyiksaan kembali muncul. Jenazah ABK kapal Luqin Yuan Yu 623 itu kemudian dilarung ke laut.  

photo
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5/2020). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera Cina tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial. Kini korban penyiksaan di kapal Cina terus bertambah - (Hasnugara/ANTARA FOTO)

Gelar perkara 

Republika belum berhasil meminta tanggapan polisi terkait kasus terakhir di Selat Malaka. Sementara itu, Mabes Polri dalam konferensi pers melalui akun Youtube hanya menjelaskan pengembangan terakhir kasus pertama, yaitu kasus TPPO ABK di Kapal Long Xing 629. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, pada Senin tim penyidik melaksanakan gelar perkara. 

"Sampai sekarang penyidik masih melengkapi berkas perkara untuk tiga tersangka beberapa pekan lalu. Tentunya kami menunggu nanti apa hasil perkembangan yang kami dapatkan dari penyidik karena sebagai informasi hari ini tim penyidik sedang melaksanakan gelar perkara," kata Awi. 

Ketiga tersangka dalam kasus itu merupakan agen yang berasal dari berbagai daerah, yaitu Bekasi, Tegal (Jawa Tengah), dan Pemalang (Jawa Tengah). Hingga kini, kasus hukum belum menyentuh para pelaku penyiksaan, baik ABK maupun pemilik kapal Cina. n haura hafizhah/antara ed: ilham tirta

FAKTA ANGKA 

- 30, Total ABK korban kapal Cina (November 2019-Juni 2020)

- 7, ABK meninggal

- 3, ABK hilang

- 20, ABK selamat 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat