Menunaikan shalat usai penyemprotan disinfektan di Masjid Al Azhar Jakarta Selatan, Rabu (3/6/2020). Dalam kondisi normal, setiap Muslim wajib shalat menghadap kiblat. | NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO

Khazanah

Bolehkah Mengubah Kiblat Shalat Saat Darurat?

Dalam kondisi normal, setiap Muslim wajib shalat menghadap kiblat.

OLEH IMAS DAYAMANTI

Dalam kondisi normal, setiap Muslim diwajibkan shalat menghadap kiblat, yakni Ka'bah. Namun, dalam kondisi tertentu dan darurat, mengubah arah kiblat shalat diperbolehkan menurut berbagai pandangan ulama.

Dalam buku Panduan Shalat An-Nisaa karya Abdul Qadir Muhammad Manshur yang diterbitkan Republika Penerbit dijelaskan, jika seseorang sedang takut akan musuh, hewan buas, atau sejenisnya yang dapat membahayakan jiwa maka ia tidak wajib shalat menghadap kiblat.

Ia diperbolehkan menghadap ke arah manapun yang diinginkan, baik dengan mengendarai kendaraan maupun berdiri di atas tanah. Semua itu diperbolehkan untuk shalat fardhu maupun sunah.

Para ulama merujuk dalil yakni firman Allah SWT dalam Alquran Surah al-Baqarah penggalan ayat 239 yang artinya, "Jika kamu takut ada bahaya, shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan."

Sebuah riwayat menyebutkan, Ibnu Umar RA ditanya tentang shalat khauf. Maka ia menjelaskannya lalu berkata, "Jika ketakutan yang ada lebih parah daripada itu (yang telah dijelaskan), shalatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan, menghadap kiblat atau tidak menghadap kiblat."

photo
Shalat zhuhur berjamaah dengan protokol kesehatan jaga jarak di Masjid Al Ukhuwah, Kota Bandung, Kamis (4/6/2020). Sebelum melakukan shalat berjamaah, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) terlebih dahulu menghimbau agar jamaah mengikuti protokol kesehatan Covid-19. Dalam kondisi normal, setiap Muslim wajib shalat menghadap kiblat - (Edi Yusuf/Republika)

Perintah shalat menghadap kiblat didasarkan pada firman Allah SWT, "Maka hadapkanlah wajahmu (ketika shalat) ke Masjid al-Haram."

Rasulullah kemudian menegaskan kembali perintah dari dalil Alquran tersebut dengan mengatakan, apabila seseorang hendak mendirikan shalat, diwajibkan baginya menyempurnakan wudhu dan menghadap kiblat.

Tentu saja, kuatnya dalil tersebut menjadikan perintah menghadap kiblat saat shalat sangat penting untuk diterapkan. Hal ini jugalah yang dijadikan konsensus bagi kalangan ulama yang sepakat berpendapat bahwa shalat tidak sah hukumnya bila tidak menghadap kiblat.

Shalat menghadap kiblat juga harus didasari keyakinan kuat mengenai arah kiblat yang benar. Apabila seseorang mengalami disorientasi kiblat di suatu tempat dan waktu tanpa kondisi darurat, diwajibkan baginya untuk mencari tahu arah kiblat yang benar dan meyakinkan.

Lantas, bagaimana jika seseorang shalat tidak mengarah kiblat akibat lupa? Menurut Syekh al-Khathib al-Syarbini dalam kitabnya Mughnil Muhtaj, apabila seseorang merasa menghadap kiblat yang salah dalam shalatnya, ia diwajibkan mengulangi shalatnya. Dengan kata lain, orang yang bersangkutan perlu mengqadha shalatnya. Sebab, shalat yang dilakukan sebelumnya dianggap tidak dikerjakan lantaran tidak mengarah kiblat yang benar.

Meski demikian, terdapat pendapat ulama yang menyatakan tidak wajib mengqadha shalatnya. Sebab, yang bersangkutan menghadap arah kiblat yang salah dikarenakan uzur. Hal ini disamakan dengan kondisi orang-orang yang shalat dalam kondisi perang, ketakutan, dan lainnya yang membuat shalat mereka tetap sah meski tidak menghadap kiblat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat