Warga silaturahim menggunakan fasilitas panggilan video saat merayakan Hari Raya Idul Fitri, di Kota Madiun, Jawa Timur, Ahad (24/5/2020). Ancaman bagi pemutus silaturahim. | SISWOWIDODO/ANTARA FOTO

Khazanah

Ancaman Bagi Pemutus Silaturahim

Banyak sekali ayat dan hadis yang melarang diputusnya hubungan silaturahim.

 

OLEH MUHYIDDIN

Dalam momentum Idul Fitri, umat Islam dianjurkan untuk menjalin dan merawat tali silaturahim dengan keluarga, kerabat, tetangga, dan sesama saudara Muslim. Tak terkecuali di tengah pandemi Covid-19 saat ini, silaturahim bisa tetap terjaga meski dilakukan secara daring (online).

Silaturahim dalam Islam sangat penting. Karena itu, Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW memberikan ancaman bagi orang yang memutuskan tali silaturahim. Dalam buku M Quraish Shihab Menjawab dijelaskan, banyak sekali ayat dan hadis yang melarang diputusnya hubungan silaturahim.

Salah satu di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Jubair bin Muth'im, sahabat Rasulullah SAW yang amat terpandang. Ia pernah mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahim)." (HR Imam Bukhari).

Kandungan hadis ini banyak didiskusikan oleh pakar-pakar hadis. Menurut Prof Quraish Shihab dalam buku tersebut, sebagian dari mereka ada yang memahami hadis ini dalam arti ancaman serius, walaupun ancaman tersebut belum tentu terlaksana. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang selalu menjalin hubungan harmonis dengan sesamanya.

Allah dalam Alquran juga mengecam mereka yang memutus hubungan silaturahim. Di antaranya, Allah berfirman, "Orang-orang yang merusakkan janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (neraka jahanam)." (QS Ar-Ra'd [13]: 25).

Selain itu, Allah juga memberikan ancaman keras sebagaimana termaktub dalam Alquran surah Muhammad ayat 22-23. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang memutuskan tali kekeluargaan akan dilaknat Allah dengan dibuat tuli pendengarannya dan dibutakan penglihatannya.

Quraish Shihab menjelaskan, kesalahpahaman yang membuat dua orang Muslim tidak saling menyapa hanya dibenarkan berlangsung tidak lebih dari tiga hari. Nabi SAW bersabda, "Tidak dibenarkan bagi seorang Muslim untuk meninggalkan saudaranya (tidak mengajak berbicara karena benci) lebih dari tiga hari." (HR Muslim).

Sementara, dalam kitab Tanqih Al-Qaul, Syekh Nawawi Al-Bantani mengutip pernyataan Syekh Abdul Qadir yang menjelaskan bahwa orang yang bisa didiamkan melebih tiga hari hanyalah pelaku bid'ah, membawa kesesatan, dan orang yang berbuat maksiat.

"Dilarang mendiamkan sesama Muslim melebihi tiga hari, kecuali dia pelaku bid'ah atau kesesatan atau maksiat. Bila dia termasuk salah satu dari ketiganya, maka sunah didiamkan. Dengan mengucapkan salam seseorang sudah terbebas dari dosa mendiamkan," kata Syekh Abdul Qadir.

Bagi yang sudah telanjur memutus tali silaturahim, harus segera menjalin kembali tali silaturahim tersebut. Sebab, silaturahim juga memiliki banyak keutamaan. Di antaranya, bisa dilapangkan rezeki dan dipanjangkan umur. 

Hal itu antara lain disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang ingin diperluas rezekinya dan ditambah umurnya, hendaklah dia menyambungkan hubungan kekeluargaan (silaturahim)." 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat