Umat muslim berdoa usai Shalat Iedul Fitri 1441 H di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Ahad (24/5). Imbas wabah Covid19 Shalat Iedul Fitri diadakan di Masjid Jogokariyan dari sebelumnya di lapangan | Wihdan Hidayat/ Republika

Kisah Dalam Negeri

Ragam Shalat Id di Masa Pandemi

Warga melakukan berbagai cara untuk tetap melaksanakan shalat Idul Fitri.

Oleh MABRUROH, BAYU ADJI P, SAPTO ANDIKA CANDRA

Ulfaridah (50 tahun) mengatakan, tak pernah absen shalat Idul Fitri berjamaah di masjid desanya di Panyingkiran Kidul, Cantigi, Indramayu. Pada awal masa-masa pandemi perempuan yang akrab disapa Idah itu juga masih bertekad melakukan shalat Id di masjid. Belakangan, pikirannya berubah.

Namun, beberapa hari jelang lebaran, ungkapnya, banyak warga yang pulang kampung ke Indramayu. Mereka adalah tetangganya yang selama ini hidup merantau di Jakarta.

Idah takut orang-orang tersebut membawa virus corona apalagi berasa dari wilayah zona merah. "Nggak mau (shalat Id di masjid), takut corona, banyak orang dari Jakarta pada pulang," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (24/5).

Idah juga mengatakan tak akan berkeliling ke para tetangga. "Udah di rumah saja, nggak ikut keliling (bersalaman) juga," ujarnya.

Namun ia tetap menyediakan drum, sabun cuci tangan dan hand sanitizer di gerbang rumahnya untuk warga yang ingin mencuci tangan setelah bersalaman. "Ya namanya juga di kampung ada yang mau (cuci tangan) ada yang ngeloyor aja," kata dia.

Selama Ramadhan kemarin, di daerahnya belum ada satupun warga yang terkena covid-19 maupun berstatus PDP. Sehingga ia dan warga lain menjalankan solat tarawih di musolah. 

Idah mengaku gemas dengan mereka-mereka yang masih mudik padahal sudah dilarang pemerintah. Terlebih, menurut Idah, anak dan keluarganya yang di Jakarta, Depok, dan Tangerang Selatan tidak ada yang diperbolehkan pulang karena khawatir membawa virus kepada warga di kampung.

"Saya juga kangen sama cucu, sama anak, saya Cuma bisa video call," ujarnya. Idha berharap pandemi covid-19 cepat berlalu sehingga bisa mengobati rindunya berkumpul dengan anak-anak dan cucu di perantauan.

Idul Fitri 1441 Hijriyah memang helatan yang lain dari biasanya. Pandemi membuat masing-masing orang punya cara sendiri-sendiri merayakan. Sejumlah warga perantau yang tinggal di Gang Kelinci, Pasar Baru, Jakarta Pusat, misalnya, melaksanakan shalat Idul Fitri 1441 Hijriyah di teras atap rumah (roof top) pada Ahad.

photo
Foto aerial jemaah melaksanakan shalat Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriyah di jalan raya area Masjid Jami An-Nur, Kranji, Bekasi, Jawa Barat, Ahad (24/5). Pelaksanaan shalat Idul Fitri tersebut dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker serta menjaga jarak fisik guna mengurangi resiko terpapar virus corona atau COVID-19 - (Republika/Thoudy Badai)

Para perantau ini berasal dari berbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi dan Sumatra. Mereka bekerja dari berbagai sektordi Jakarta. Perantau tersebut tidak bisa pulang mudik ke kampung halaman karena pandemi serta aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta.

Shalat Id berjamaah ini diikuti oleh lima orang, satu orang bertindak sebagai imam dan satu orang lainnya didapuk sebagai penyampai khotbah Idul Fitri. Hal itu sesuai tuntunan Shalat Id yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), jika Shalat Id diikuti lebih dari empat orang dapat diisi dengan khotbah. "Setelah berpuasa selama 30 hari, tidak afdol rasanya bagi umat muslim untuk tidak melaksanakan Shalat Id," kata Fauzi Lamboka, perantau asal Palu, Sulawesi Tengah.

Fauzi mengatakan, Shalat Id sebagai puncak perayaan kemenangan setelah berpuasa dengan menahan lapar dan nafsu. "Karena anjuran pemerintah untuk melaksanakan di rumah, namun ukuran indekos yang kecil, kami mendapatkan tempat di roof top kosan yang bisa digunakan shalat berjamaah dengan makmum lima orang," kata Fauzi kepada Antara.

Bagi pria beranak tiga ini, Idul Fitri tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya, karena selain menahan lapar, haus dan hawa nafsu saat puasa, juga harus menahan ego dan keinginan untuk tidak mudik ke kampung halaman bersama keluarga. "Kami sadari, jika tetap memaksakan diri untuk pulang bersama keluarga, kami akan membawa penyakit kepada mereka yang sehat di kampung halaman," kata Fauzi.

photo
Umat muslim melaksanakan sholat Idul Fitri 1441 H di Lapangan Perumahan Bojong Malaka Indah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Ahad (24/5). Pelaksanaan sholat Idul Fitri di kawasan tersebut menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker serta pengukuran suhu tubuh guna mengurangi resiko penyebaran Covid-19 - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Pandemi Covid-19 yang masih terjadi di Kota Tasikmalaya membuat pelaksanaan shalat Idul Fitri 1441 H dilakukan dengan cara tak biasa. Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya memutuskan tak menggelar shalat Id untuk level kota, kecamatan, bahkan kelurahan, seperti tahun-tahun sebelumnya. Warga diminta menyelenggarakan shalat Id di lingkungan rukun warga (RW) masing-masing, dengan menerapkan protokol kesehatan. 

Di Perumahan Wastu Kencana Garden, Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, jarak antarjamaah shalat yang digelar di halaman Masjid Al Muhajirin, masjid di lingkungan itu, dibatasi satu sama lain. Shaf jamaah dibuat berselang-seling, sehingga tak berdempetan satu sama lain. Seluruh jamaah, baik laki-laki maupun perempuan, juga mengenakan masker selama melaksanakan shalat Id.

Sebelum melaksanakan shalat, panitia terus mengingatkan jamaah agar tidak abai akan protokol kesehatan. Jamaah diminta untuk terus menjaga jarak dan mengenakan masker selama shalat id. 

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Muhajirin, Jono Sujono mengatakan, pelaksanaan shalat Id di lingkungan itu sengaja tak dilakukan di dalam masjid, melainkan di halaman. Dengan begitu, jamaah bisa leluasa mengatur jarak dengan jamaah lainnya. Panitia, kata dia, juga sudah membuatkan tanda tempat jamaah shalat agar tidak terlalu dekat.

Berdasarkan pantauan Republika, jamaah yang melaksanakan shalat id berjamaah tak sampai 100 orang. Karena itu, jamaah yang hadir tak terlalu berkerumun. "Karena di lingkungan sini warganya belum terlalu banyak, jadi pengaturan jaraknya tidak sulit," kata Jono. 

photo
Umat muslim melaksanakan sholat Idul Fitri 1441 H di Lapangan Perumahan Bojong Malaka Indah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Ahad (24/5). Pelaksanaan sholat Idul Fitri di kawasan tersebut menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker serta pengukuran suhu tubuh guna mengurangi resiko penyebaran Covid-19 - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Di Gambir, Jakarta Pusat, tak lagi terlihat iringan warga berjalan kaki menuju Masjid Istiqlal di pagi hari Lebaran. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, masjid terbesar di Asia Tenggara ini selalu menjadi tempat favorit bagi warga ibu kota untuk menunaikan ibadah sholat Idul Fitri.

Warga lebih memilih untuk sholat id berjamaah bersama keluarga di rumah masing-masing. Seperti yang dilakukan Lilul (55 tahun), warga Pejambon, Gambir, Jakarta Pusat. Ia mengaku tetap khidmat berlebaran kendati harus beribadah di rumah. "Saya ikut anjuran saja. Ngeri juga kalau kita nekat berkumpul, malah kena corona," ujar Lilul ditemui di rumahnya, Ahad (24/5).

Namun kegembiraan silaturahim di Pejambon tetap terasa. Usai melaksanakan sholat id di rumah masing-masing. Warga terlihat berkeliling untuk menemeui tetangga terdekat. Tentu, dengan mematuhi protokol kesehatan.

Warga terlihat bermaaf-maafan tanpa harus bersalaman. Selain itu, kebiasaan berkunjung ke dalam rumah pun dihilangkan. Silaturahim cukup dilakukan di depan rumah sambil tetap menjaga jarak.

Ketua RT 04/ RW 01 Gambir, Itin, mengaku sudah menyampaikan imbauan kepada warga setempat untuk patuh pada anjuran pemerintah. Ia pun meminta warga tidak mengikuti sholat id berjamaah di masjid atau lapangan. Apalagi DKI Jakarta masih menjadi zona merah penularan Covid-19.

"Yang jelas di wilayah kami tidak diadakan sholat id jamaah di satu titik. Tapi kalau ada warga yang tetap memilih ikut jamaah sholat id di lapangan, saya ngga bisa melarang. Saya cuma minta, aturan kesehatan tetap diikuti," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat