Pasukan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) TNI mengikuti simulasi penanggulangan teror di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Selasa (9/4/2019). | ANTARA FOTO

Nasional

Tangani Teroris, Peran TNI Dinilai Berlebihan

Semua kritik terhadap perpres akan ditampung pemerintah.

 

 

JAKARTA –- Draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme dikritik. Isinya dinilai memiliki banyak sisi negatif daripada positif. Peran TNI dalam fungsi penangkalan dan penindakan disebut berlebihan dan akan mengubah wajah penanggulangan terorisme di dalam negeri menjadi lebih buruk.

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai, upaya mengatasi aksi terorisme di dalam negeri selama ini berbasis penegakan hukum. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai penjuru dalam upaya pencegahan dan pemulihan, sementara Polri di penindakan.

“Jadi, bagi saya, ini bukan lagi soal perlu atau tidak perlu, melainkan soal tepat atau tidak. Karena sayangnya, isi perpres itu justru di luar ekspektasi publik dan justru membuka ruang yang makin luas dan kuat dalam penanggulangan terorisme,” kata Fahmi, Selasa (19/5).

Pemerintah akan membahas draf Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme bersama dengan Sekretariat Negara (Setneg) pekan ini. Saat ini, perpres tersebut masih berada di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Menurut Fahmi, hal yang paling penting untuk diatur dalam peraturan tersebut, yakni tentang koordinasi, penggerakan, pengendalian, dan pengawasan dilakukan pada pelibatan dan peran serta TNI. Seluruh upaya pemberantasan terorisme semestinya berada di bawah koordinasi dan kendali BNPT.

photo
Tim gabungan penertiban peraturan daerah dari Satpol PP, TNI dan Polri meminta warga yang tidak menggunakan masker untuk kembali dan melarang memasuki wilayah kota Banda Aceh pada razia penegakkan peraturan wali kota (Perwal) tentang penggunaan masker di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (16/5). - (IRWANSYAH PUTRA/ANTARA FOTO)

“Perpres (peraturan presiden) malah mengatur, dalam mengatasi aksi terorisme, TNI melaksanakan fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan yang dilaksanakan dengan operasi intelijen, teritorial, operasi informasi dan bentuk-bentuk operasi lainnya,” ujar dia.

Dia mengatakan, jika mengacu aturan yang ada pada UU 5/2018, perpres yang mengatur tugas TNI tersebut memang diperlukan. Namun, aturan tersebut seharusnya dibentuk untuk mempertegas batasan peran, kewenangan, serta dalam situasi dan kondisi seperti apa militer boleh dan harus dilibatkan.

Menurut Fahmi, operasi dalam fungsi penangkalan yang akan dijalankan oleh Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI itu tak diatur sama sekali soal bagaimana hubungannya dengan BNPT, Polri dan lembaga-lembaga lain. Tidak jelas antara akan berkoordinasi ataukah subordinasi.

“Tak diatur ya berarti bisa berjalan sendiri, dengan inisiatif sendiri dan tentu saja mengandung potensi pelanggaran hak-hak sipil yang sangat besar,” ujar dia.

Kritik sebelumnya juga datang dari Koalisi Masyarakat Sipil yang menilai rancangan perpres tersebut mengancam kehidupan HAM karena pemberian mandat yang teramat luas kepada TNI. Perwakilan dari Kontras, Feri Kusuma, mengatakan, pengaturan itu juga tidak diikuti dengan mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum. 

Dengan hal tersebut, penanganan tindak pidana terorisme oleh TNI kepada warga negara di dalam negeri melalui fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan, yang ada pada Pasal 2 rancangan perpres tersebut, tidak hanya berbahaya, tapi juga sama saja memberikan cek kosong bagi militer.

photo
Prajurit TNI meneriakkan yel-yel jelang diberangkatkan untuk bertugas mengikuti pasukan penjaga perbatasan RI-Papua Nugini (PNG) di Pelabuhan Belawan Medan, Sumatra Utara, Minggu (17/5/).  - (SEPTIANDA PERDANA/ANTARA FOTO)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, semua kritik terhadap perpres akan ditampung pemerintah. Hal yang terpenting, kata dia, semua pihak harus berpijak pada tujuan menjaga eksistensi NKRI yang demokratis dan berdasarkan hukum.

“Semua aspirasi masyarakat kita tampung dan kita harus sama-sama, apakah yang dikritik atau yang mengkritik, berpijak pada hal yang sama, yaitu menjaga eksistensi NKRI yang demokratis dan berdasarkan hukum,” kata Mahfud kepada Republika.

Mahfud menyatakan akan melakukan pembahasan mengenai perpres tersebut bersama dengan para pihak terkait di pemerintahan. Mereka akan membahas posisi TNI, Polri, BNPT, masyarakat, dan sebagainya dalam menghadapi terorisme berdasarkan demokrasi dan hukum.

“Bagaimana caranya posisi menempatkan demokrasi dan hukum ini di mana posisi TNI, Polri, BNPT, masyarakat, dan sebagainya dalam menghadapi terorisme. Itulah yang kita akan bicarakan,” ujar dia.

Di samping itu, pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dinilai tidak akan menimbulkan masalah selama sesuai dengan amanat UU 5/2018 tentang Pemberantasan Terorisme. Agar tidak menimbulkan kekhawatiran serta polemik, perpres yang mengatur soal hal tersebut harus mengatur dengan jelas tugas TNI.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat