Presiden Cina Xi Jinping | Carmo Correia/EPA-EFE

Kabar Utama

Majelis Kesehatan Dunia Soroti Cina

Presiden Cina Xi Jinping sepakat ada peninjauan setelah pandemi selesai.

 

JENEWA -- Lebih dari seratus negara, termasuk Indonesia, mengajukan draf resolusi penanganan Covid-19 dalam rapat Majelis Kesehatan Dunia ke-73 yang diikuti anggota-anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO). Di antara isi draf itu, menuntut “evaluasi imparsial dan independen” terhadap penanganan virus tersebut dan “upaya mengidentifikasi” asal penularannya.

Majelis Kesehatan Dunia akan dilaksanakan dua hari sejak Senin (18/5). Sehubungan pandemi, helatan itu akan dilakukan secara virtual. Dilansir Xinhua, Presiden RRC Xi Jinping adalah kepala negara satu-satunya yang akan menyampaikan pidato secara virtual atas undangan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom.

Sejumlah negara sebelumnya menuding Cina menutup-nutupi fase awal merebaknya Covid-19 di Wuhan. Hal itu menyebabkan virus tak lekas tertangani dan menyebar ke seantero dunia. Pada Senin (18/5), Covid-19 telah tersebar di 215 negara, menulari 4,8 juta orang dan merenggut 316 ribu korban jiwa.

Dalam draf awal yang telah secara resmi dimuat dalam situs WHO, seluruh anggota negara-negara Grup Afrika dan anggota Uni Eropa ikut serta. Sementara dari Asia, di antara pemohon adalah India, Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi.

Sebagian besar negara-negara Amerika Selatan juga ikut mengajukan draf. Demikian juga Rusia, Turki, Britania Raya, Irlandia Utara,  Australia, Selandia Baru, dan sejumlah negara lainnya. Amerika Serikat yang presidennya paling lantang menuding Cina justru tak masuk dalam sponsor draf.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengiyakan, Indonesia termasuk co-sponsor draf resolusi tersebut. “Di rancangan resolusi yang Indonesia menjadi co-sponsor tidak ada kata 'inquiry' atau 'investigasi'. Yang ada 'evaluation' dengan menggunakan existing mechanism,” kata dia saat dihubungi Republika, Senin (18/5).



Ia kemudian merujuk pada redaksional poin OP9.10 dalam draf itu. Pada poin itu, negara-negara sponsor meminta “proses evaluasi imparsial, independen, dan komprehensif melalui mekanisme yang telah ada untuk meninjau pengalaman dan pelajaran dari respons Covid-19 internasional yang dikordinasikan WHO”. Upaya ini, tertulis dalam draf, dimaksudkan agar pada masa datang bisa dilakukan pencegahan pandemi yang lebih optimal.

“Ini para yang oleh media Australia yang disebutkan investigasi. Padahal, kata yang digunakan adalah evaluasi dengan menggunakan mekanisme yang sudah ada, jadi tidak membuat mekanisme baru,” ujar Teuku.

Nama negara Cina juga tak disebut secara langsung dalam draf rapat WHO tersebut. Dalam poin permintaan terhadap Direktur Jenderal WHO, negara-negara sponsor meminta WHO bekerja sama dengan berbagai pihak untuk “mengidentifikasi asal zoonotik dari virus dan rute penularannya pada populasi manusia dan kemungkinan adanya peran inang perantara, termasuk melalui upaya-upaya saintifik dan misi lapangan kolaboratif”, tertulis dalam poin OP9.6 draf tersebut.

Poin ini merujuk pada upaya untuk menguak asal penularan virus, termasuk kemungkinan kebocoran dari penelitian saintifik terkait merebaknya Covid-19. Presiden AS Donald Trump sebelumnya kerap menuding bahwa SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan gejala Covid-19, bocor dari penelitian di laboratorium di Wuhan. Klaim itu berkali-kali disanggah Beijing yang menekankan bahwa penularan Covid-19 terjadi secara natural dari pasar hewan di Wuhan.

Investigasi independen terhadap asal virus dan penanganannya sebelumnya telah diwacanakan Australia, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Uni Eropa terhadap RRC. Wacana tersebut sebelumnya mendapat sanggahan keras dari Beijing yang menilai upaya tersebut politis dan dimaksudkan untuk mengaburkan isu kesalahan negara-negara tertentu menangani Covid-19. Diplomat Beijing sebelumnya juga melayangkan wacana pemboikotan ekonomi terhadap Australia sehubungan permintaan investigasi tersebut.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menilai draf di Dewan Kesehatan Dunia sudah komprehensif. Kendati demikian, kalangan oposisi di Australia memandang draf tersebut telah dilunakkan dengan tak menyebutkan negara Cina.

“Peninjauan yang imparsial, independen, dan komprehensif. Ini tiga faktor yang secara khusus kami inginkan,” kata Payne di Sidney, seperti dikutip the Guardian. Ia menyatakan, Australia telah membidik sejumlah mekanisme WHO, termasuk badan pengawas independen, untuk menjalankan tugas tersebut.

Dalam pidatonya, Xi Jinping menekankan keberhasilan negaranya menangani Covid-19. Ia juga menyatakan negaranya telah menunjukkan keterbukaan, transparansi, dan penuh tanggung jawab selama pandemi. "Kami juga telah mengerahkan seluruh daya membantu negara yang membutuhkan," kata Presiden Xi dilansir Xinhua.

 
Peninjauan yang imparsial, independen, dan komprehensif. Ini tiga faktor yang secara khusus kami inginkan.
Marise Payne, Menteri Luar Negeri Australia
 



Ia menyatakan, Cina mendukung gagasan peninjauan global penanganan Covid-10. Syaratnya, hal itu dipimpin WHO dan dilakukan secara objektif. "Hal itu juga seharusnya dilakukan setelah virus ini terkendali," ujar Xi.

Dilansir Channel News Asia, kegiatan rapat di Majelis Kesehatan Dunia (WHA) telah dipangkas dari tiga minggu biasanya menjadi hanya dua hari, Senin dan Selasa. WHA ini diprediksi akan memfokuskan hampir hanya pada Covid-19.

Sejumlah kepala negara, kepala pemerintahan, menteri kesehatan, dan pejabat lainnya diperkirakan akan menghadiri pertemuan tersebut. WHA akan dimulai sekitar tengah hari pada Senin waktu setempat. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada Jumat, acara tersebut akan menjadi "salah satu yang paling penting (WHA) sejak kami didirikan pada 1948”.

Namun demikian, peluang untuk mencapai kesepakatan tentang langkah-langkah global untuk mengatasi krisis dapat terancam dengan terus memburuknya hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia atas pandemi, AS dan Cina.

Presiden AS Donald Trump pekan lalu mengancam akan memutuskan hubungan dengan Cina karena perannya dalam penyebaran Covid-19. Trump juga telah berulang kali membuat tuduhan yang belum terbukti bahwa virus tersebut berasal dari laboratorium Cina.

Trump juga telah membekukan dana untuk WHO atas tuduhan meremehkan tingkat kebahayaan wabah. Trump juga menilai WHO terlalu menaruh hormat ke Beijing. Meskipun ketegangan terus menyeruak, negara-negara lain berharap untuk mengadopsi resolusi melalui konsensus resolusi yang mendesak tanggapan bersama terhadap pandemi.



"Konsultasi seputar teks berakhir pekan lalu setelah negosiasi sulit," ujar Kepala Divisi Urusan Internasional Kantor Kesehatan Masyarakat Swiss,  Nora Kronig. "Setelah beberapa hari, kesepakatan tentatif dicapai untuk menyetujui resolusi. Kesepakatan ini juga menyerukan akses yang lebih adil untuk tes, peralatan medis, perawatan potensial dan kemungkinan vaksin di masa depan," ujarnya menambahkan.

Para pengamat menyuarakan keprihatinan bahwa dalam suasana politisasi saat ini, beberapa negara mungkin masih memilih untuk melanggar konsensus. "Harapan saya adalah bahwa kita akan dapat bergabung dalam konsensus," kata Duta Besar AS untuk PBB di Jenewa Andrew Bremberg, Jumat pekan lalu.

AS dan Eropa sebelumnya juga sempat berselisih mengenai akses vaksin jika sudah ditemukan. Washington juga menuduh Cina berusaha mencuri penelitian imunisasi AS. Tidak hanya itu, Washington memimpin sejumlah negara dalam menuntut agar WHO mengakhiri pengecualian terhadap Taiwan.

Mereka menginginkan Taiwan diberikan akses ke majelis sebagai pengamat. Hampir 15 negara, termasuk Belize, Guatemala, Kepulauan Marshall dan Honduras, telah menulis surat kepada Tedros meminta agar pertanyaan tentang partisipasi Taiwan ditambahkan ke dalam agenda.

Media-media Cina yang menjadi kepanjangan tangan negara dan Partai Komunis (PKC) secara tegas mengecam upaya-upaya menyudutkan China di Dewan Kesehatan Dunia. “Amerika Serikat dan negara-negara lain mencoba mempolitisasi isu kesehatan untuk kepentingan mereka sendiri. Menculik Dewan Kesehatan Dunia dan melukai kerja sama global,” tulis Xinhua. “Upaya apapun untuk menggunakan WHO sebagai alat geopolitik adalah tantangan nyata bagi hak umat manusia terhadap kesehatan,” tulis tajuk Harian Rakyat yang merupakan corong PKC.

Ho-Fung Hung, profesor politik-ekonomi di Universitas John Hopkins menyatakan, penyangkalan pihak China itu menambah kecurigaan dunia. “Keengganan Cina mengizinkan investigasi internasional dan antusiasme mereka menciptakan teori konspirasi soal asal virus membuat dunia makin ingin tahu,” kata dia dilansir the Guardian. Bagaimanapun, ia mengingatkan bahwa draf di Majelis Kesehatan Dunia juga didukung negara-negara seperti Rusia dan Indonesia yang selama ini dekat dengan Cina. “Beijing akan kesulitan menolak permintaan dalam draf tanpa mengambil resiko merusak citra internasional mereka.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat