Warga melewati mural (lukisan dinding) komik antihoaks di Kampung Hepi, Joho, Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/4). | ANTARAFOTO

Kabar Utama

Negara Perlu Pilar Keempat

Bantuan terhadap pers harus memperhatikan asas hukum dan kepatutan.

 

JAKARTA – Keberadaan informasi berkualitas yang disampaikan media-media massa kredibel terancam pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang. Negara dinilai perlu turun tangan menjamin keberlangsungan pilar keempat demokrasi tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nadjamuddin Ramly menyampaikan, pers dan insan pers juga terdampak pandemi Covid-19. "Saya kira sebuah negara demokrasi berkepentingan secara urgensi dengan pers, karena apa pun yang dilakukan pers adalah melakukan sosialisasi, komunikasi, internalisasi, dan diseminasi program pemerintah atau program siapa saja kepada publik," kata Nadjamuddin kepada Republika di kantor MUI Pusat, Ahad (17/5).

Menurut dia, di zaman pandemi Covid-19 ini, gerakan sosial dan moral harus diinformasikan melalui pers kepada masyarakat luas. Tanpa pers, apa pun yang dilakukan tidak akan sampai kepada masyarakat luas. Pers adalah wahana edukasi yang paling efektif untuk mendidik masyarakat dalam program apa pun.

Ia berpandangan, perlu adanya simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan antara pemerintah dan pers. Dengan catatan pers tetap menjalankan tugas-tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi. "Sehingga (pers dan) wartawan tetap bisa mendidik masyarakat, karena (mereka) menjadi ujung tombak komunikasi, sosialisasi, serta diseminasi," ujar Nadjamuddin yang juga menjabat sebagai wakil ketua Satgas Covid-19 MUI Divisi Penyaluran Bantuan.

 Anggota Komisi I DRR, Sukamta, juga meminta pemerintah memberikan perhatian kepada insan pers di tengah pandemi Covid-19. "Pers ini punya peran penting dalam pandemi Covid-19, mulai dari diseminasi informasi, edukasi kepada masyarakat hingga perang melawan hoaks, tanpa bantuan pers, berbagai informasi pemerintah tidak akan sampai ke masyarakat luas. Maka dari itu, pemerintah harus membantu usaha pers yang terdiri dari perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita," kata Sukamta dalam keterangannya, Ahad (17/5).

Sukamta menambahkan, sebagian usaha pers telah mengalami kesulitan sebelum pandemi datang karena adanya perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi informasi lewat media elektronik. Namun, kondisi tersebut diperberat saat pandemi datang.

"Sebagaimana skema pemerintah untuk membantu UMKM dan dunia usaha, juga perlu lakukan langkah yang sama kepada usaha pers. Pemerintah bisa berikan relaksasi pajak hingga mengajak usaha pers dalam kerja sama penyampaian informasi mengenai program, aktivitas, dan hal lain terkait Covid-19," ujarnya. 

Tentunya, ia mengingatkan, segala hal bantuan terhadap pers harus tetap memperhatikan asas ketaatan hukum dan kepatutan masyarakat. Sukamta mengingatkan, bantuan pemerintah terhadap usaha pers jangan sampai membuat pers menjadi tumpul dan daya kritis terhadap pemerintah menjadi hilang. "Tentu akan kita harap pers juga menyajikan konten-konten berita yang mengupas secara mendalam sehingga punya nilai edukasi yang bermanfaat ke publik," kata dia. 

Ketua MPR Bambang Soesatyo juga mengingatkan risiko para wartawan di masa pandemi. "Sama seperti dokter atau tenaga medis, wartawan merupakan salah satu profesi yang rentan terpapar Covid-19. Pada saat orang lain bisa bekerja dari rumah, wartawan harus tetap berkeliling dan bertemu banyak orang untuk dapat menyajikan berita yang akurat kepada masyarakat," kata Bambang dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.

photo
Warga berjemur dengan latar belakang mural (lukisan dinding) komik antihoaks di Kampung Hepi, Joho, Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/4). - (ANTARAFOTO)

Berita akurat dari para jurnalis itu dibutuhkan untuk menangkal hoaks yang kian marak. Sebab itu, menjadi tanggung jawab berbagai pihak untuk menjamin keberadaan informasi yang benar. "Saat ini, informasi mengenai Covid-19 menjadi informasi yang sensitif dan rawan menyulut kepanikan di tengah masyarakat,” kata Ketua MPR.

Sebelumnya, perkumpulan jurnalis dan perusahaan media yang tergabung dalam Tim Media Task Force Sustainability mendorong negara untuk memberikan sejumlah insentif ekonomi untuk menopang daya hidup pers. Anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli, mengatakan, permintaan insentif ditujukan untuk menjaga salah satu pilar demokrasi di Indonesia. "Jadi, bukan semata-mata pada kepentingan media saja, tapi pers yang sehat adalah pers yang tidak tumbang itu dibutuhkan dalam memberitakan informasi kepada publik," kata Arif. 

Pemerintah sejumlah negara telah melakukan langkah-langkah penyelamatan tersebut. Di Norwegia, pemerintah setempat pada 12 mei lalu menggelontorkan 27 juta euro (sekitar Rp 434,6 miliar) untuk penyelamatan media-media di negara itu. Bentuk bantuannya adalah gelontoran dana tunai serta penghapusan pajak bagi perusahaan dan pekerja media secara permanen.

Sedangkan, Pemerintah Selandia Baru, dilansir the Guardian, juga menggelontorkan sekitar 50 juta dolar Selandia Baru atau sekitar Rp 441,5 miliar untuk menopang industri pers melalui biaya peliputan dan pemotongan pajak.

Pemerintah Australia juga menggelontorkan hampir 100 juta dolar AUS atau sekitar Rp 477 miliar untuk biaya peliputan dan pemotongan pajak. Sedangkan, Kanada mengucurkan 30 juta dolar Kanada atau setara Rp 316 miliar dalam bentuk iklan untuk menyelamatkan media. 

Misinformasi

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, Pemerintah Indonesia perlu memperhatikan keberadaan media massa. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti ini, informasi dari media menjadi sumber paling tepercaya dibanding yang lain.

 

"Pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius kepada media massa. Sekarang ini ada gejala masyarakat lebih sering mengakses informasi dari media sosial dan media online," ujar Abdul Mu'ti saat dihubungi/Republika, Ahad (17/5).

Kecenderungan ini tidak bisa dianggap biasa oleh pemerintah. Media sosial khususnya dinilai tidak memiliki dasar-dasar jurnalistik dan sumber informasi yang bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

Dewasa ini berita atau informasi bohong banyak beredar di media massa. Sementara, informasi yang diterima masyarakat kebanyakan berasal dari media sosial.

Abdul Mu'ti mengatakan, media massa termasuk cetak maupun elektronik, dalam kondisi saat ini harus diperkuat peranannya karena memiliki jurnalis yang terlatih. Selain itu, berita yang dihasilkan pun diseleksi dengan ketat oleh tim redaksi agar menghasilkan karya jurnalis yang berbobot.

"Isi dari berita di media massa lebih bisa dipertanggungjawabkan dibandingkan yang beredar di media sosial," kata dia.

Agar informasi yang diterima oleh masyarakat lebih aktual, ia menyebut, perlu ada sinergi antara media massa dan media sosial. Jika bergantung pada satu sumber saja, kecepatan informasi yang diterima masyarakat membutuhkan waktu yang lama.

Media cetak, contohnya, terbit satu kali dalam sehari. Media elektronik seperti televisi dan radio bisa lebih aktual dengan slot-slot program yang dimiliki. Sementara, media sosial bisa menghasilkan informasi dalam hitungan menit, bahkan detik.

photo

Pegawai membersihkan patung tokoh-tokoh pers Indonesia koleksi Monumen Pers Nasional di Solo, Jawa Tengah, Senin (10/2). - (Maulana Surya/ANTARA FOTO)

 

Abdul Mu'ti menyebut, pemerintah harus lebih proaktif dalam memberikan berita-berita kepada media cetak dan elektronik sebagai sumber informasi.

Terkait bentuk dukungan lain yang bisa diberikan di tengah krisis pandemi global Covid-19, ia menyebut, Pemerintah Indonesia dapat melakukan beberapa cara. Salah satunya menyediakan berita atau informasi yang senilai iklan.

"Pemerintah bisa memberikan news-info. Ini berupa berita, tapi ada unsur iklan yang bisa berimbas penguatan finansial media massa. Atau bisa berupa bentuk lain yang tidak hanya oleh pemerintah pusat, tapi juga daerah dan kementerian," ujar pria kelahiran 1968 ini.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memahami tuntutan insan pers kepada pemerintah di tengah pandemi Covid-19. Ia pun mendukung upaya insan pers yang menuntut kepada pemerintah agar bisa tetap hidup di tengah kondisi wabah Covid-19.

"Saya mendukung tuntutan rekan-rekan media untuk menuntut hak mereka untuk mendapatkan keadilan dari pemerintah untuk kemudian mendapatkan keberpihakan pemerintah untuk membantu insan pers, baik sebagai individu maupun sebagai lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pers," kata Hidayat saat dihubungi //Republika//, Ahad (17/5).

Menurut dia, bantuan yang bisa diberikan pemerintah kepada media, antara lain, bisa berupa insentif, subsidi, dan kelonggaran terkait masa pembayaran pajak ataupun pembayaran internet. Selain itu, juga penting bagi pemerintah untuk memberikan kebebasan bergerak bagi wartawan dalam melaksanakan perannya secara baik. "Tentu rekan-rekan wartawan tetap juga harus memperhatikan protokol Covid-19," ujarnya.

Hidayat juga berpesan bahwa pemerintah penting untuk memberi perhatian serius dan hadir secara adil membantu media. Menurut dia, media memiliki peran penting untuk menyampaikan setiap kebijakan pemerintah kepada masyarakat. 

Namun, ia berharap media tidak lantas merasa berutang budi kepada pemerintah, melainkan juga tetap harus menjaga kekritisannya dan independensinya. Jangan sampai kondisi ini dimanfaatkan pemerintah untuk mengendalikan media.

photo
Pegawai Monumen Pers Solo memotret surat kabar koleksi museum setempat, Solo, Jawa Tengah, Senin (13/1). - (Maulana Surya/ANTARA FOTO)

"Jangan kemudian nanti merasa utang budi dan berakibat kepada tidak melaksanakan tugasnya secara independen, secara rasional, secara kritis," ujarnya. 

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU), Masduki Baidhowi mengatakan, sebagai pilar keempat demokrasi lembaga pers nasional layak diberikan subsidi atau insentif di tengah pandemi Covid-19. Karena, pers nasional saat ini juga banyak terdampak secara ekonomi.

“Saya kira kalau secara ideal, maka sebenarnya pers sebagai pilar keempat demokrasi layak untuk mendapatkan itu (subsidi atau insentif),” ujar Masduki saat dihubungi Republika, Ahad (17/5).

Dia menjelaskan, Menteri Kominfo juga telah mengusulkan hal itu dalam sebuah rapat terbatas beberapa waktu lalu. Namun, menurut dia, usulan itu saat ini masih perlu dibicarakan dalam tataran normatif.

“Apa yang diusulkan itu merupakan kepanjangan dari aspirasi dewan pers, kira-kira setengah bulan yang lalu. Jadi sudah diusulkan begitu. Cuma seperti apa realisasinya, itu kan kita baru berbicara telebih dahulu tataran normatifnya, jadi sangat layak,” ucapnya.

Ketua MUI bidang infokom ini menegaskan, sangat penting untuk memberikan insentif untuk pers nasional saat ini. Apalagi, kata dia, APBN yang sekarang ini juga telah disiapkan untuk memberikan bantuan di tiga sektor, yaitu sektor kesehatan, sektor terkait Bansos, dan sektor untuk kebangkitan ekonomi.

“Nah, sektor ekonomi ini adalah sektor indutri, UMKM, dan segala macam. Itu yang akan diberikan dalam bentuk insentif, bukan subsidi. Nah insentif itu dalam bentuk apa, itu kan bisa macam-macam. Saya kira yang masuk ke dalam situ adalah lembaga pers,” kata Masduki.  

Dihubungi lebih lanjut, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud menambahkan, seluruh masyarakat Indonesia yang bekerja di berbagai sektor saat ini memang terdampak pandemi Covid-19, termasuk insan pers dan media pers nasional.

“Saya melihat semuanya penting diberikan insentif, apalagi di stiuasi PSBB ini yang punya peranan besar hari ini adalah pers, yang tidak pernah berhenti untuk menyajikan informasi yang valid dan terpercaya,” ucap Kiai Masduki.

Karena itu, dia pun meminta kepada pemerintah untuk tidak membeda-bedakan dalam memberikan bantuan. Menurut dia, bantuan tersebut juga harus diberikan kepada lembaga pers nasional agar negara ini tetap stabil.

“Dalam mengeluarkan kebijakan pemerintah atau seorang presiden gak boleh pilih-pilih, semua yang membutuhan wajib diberikan insentif. Tidak boleh membedakan antara satu sama lain,” jelasnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat