Tim Dokter Dompet Dhuafa memasangkan Pita Lingkar Lengan Atas (LILA), alat deteksi cepat pengukuran gizi pada anak balita di pengungsian korban banjir Gedung Sekolah Dasar Garot,Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Ahad (11/5). Tim kesehatan Dompet Dhuafa dalam b | AMPELSA/ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

Waspadai Peningkatan ISPA dan Covid-19 Mulai Mei

Ada daerah yang diprakirakan mengalami kemarau lebih kering dari normalnya.

Oleh RR LAENY SULISTYAWATI

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim kemarin tahun ini dimulai pada Mei. Sedangkan, puncak musim kemarau tahun ini akan terjadi pada Agustus. Sejak dini, daerah rawan kebakaran hutan dan lahan harus waspada. Terlebih, pandemi Covid-19 belum terlihat usai.

"Awal musim kemarau tahun ini sebagian besar sudah dimulai bulan Mei ini, sedangkan puncaknya kita prediksi di bulan Agustus dengan frekuensi jumlah wilayah antara lebih dari 64 persen," kata Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin akhir pekan kemarin.

Dia mengingatkan adanya daerah yang diprakirakan mengalami kemarau lebih kering dari normalnya. Yakni, dengan indikator curah hujan relatif di bawah normal. Ini diprediksi terjadi di daerah rawan karhutla seperti Riau bagian utara dan sebagian Lampung serta beberapa wilayah Sumatra Selatan.

Ancaman karhutla yang sudah seperti langganan di Indonesia ini diperkirakan bisa memperparah kondisi pandemi Covid-19. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui, karhutla berpotensi meningkatkan risiko bahaya bagi penderita Covid-19. "Mungkin kecil ya kemungkinannya (penularannya). Cuma mungkin yang jadi masalah adalah tingkat atau derajat karhutla," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dr Wiendra Waworuntu.

Ia mengatakan meskipun penularan Covid-19 di musim kemarau sangat kecil karena menurut WHO, virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19, dapat mati pada suhu 80 derajat Celsius tetapi kaarhutla bisa memperparah kondisi pasien positif Covid-19. "Artinya panas yang tinggi itu sangat berbahaya untuk penderita Covid-19. Gejalanya itu sama saja, tetap demam. Gejala ISPA (yang biasa terjadi saat karhutla) dengan Covid-19 itu mirip. Jadi artinya gejala Covid-19 dengan gejala ISPA itu sama tapi kalau di masa karhutla ISPA-nya akan naik," kata dia.

 
Gejala Covid-19 dengan gejala ISPA itu sama tapi kalau di masa karhutla ISPA-nya akan naik.
 
 

Oleh karena itu, ia mengatakan petugas kesehatan perlu menyadari hal itu sehingga bisa melakukan upaya antisipasi dan menanganinya dengan baik sehingga kondisi pasien tidak akan memburuk akibat karhutla. "Jangan sampai nanti karena menganggap ini hal yang sepele sehingga lupa kalau ini adalah pandemi Covid-19," kata dia.

Terkait protokol kesehatan, ia mengatakan di masa karhutla sama dengan protokol kesehatan dalam penanganan Covid-19. Protokol kesehatannya, Wiendra menyarankan untuk tetap di rumah saja, menjaga jarak 1-2 meter dan menghindari kerumunan. Namun demikian, protokol kesehatan tentang perlunya menggunakan masker saat berada di luar, kata dia, masih perlu dicermati karena di masa karhutla, masker N95 dan juga masker bedah akan sangat diperlukan oleh masyarakat.

photo
Petugas memeriksa alat pengukur intensitas penyinaran matahari (Campbell Stokes) di Laboratorium Terbuka BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Serang, Banten, Rabu (8/4). Pihak BMKG merilis keterangan awal musim kemarau yang biasanya jatuh pada bulan Maret-April, untuk tahun 2020 diprediksi akan mundur di sebagian wilayah Indonesia menjadi akhir April hingga awal Mei pengaruh dari peralihan angin Barat (monsun Asia) menjadi angin Timur (monsun Australia). - (ASEP FATHULRAHMAN/ANTARA FOTO)

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Azwar Maas menekankan pentingnya mencegah karhutla di tengah pandemi. Ia menyarankan pemerintah daerah mulai membuat peraturan daerah untuk mendukung pemadaman awal. "Mungkin daerah sudah harus menganggarkan, jangan menggantungkan diri semata-mata dengan pusat dan tentu saja ini harus dimulai dengan perda (peraturan daerah)," kata Azwar.

Selain itu, perlu dilakukan perbaikan tata air terutama untuk lahan gambut. Baik di permukaan maupun kubahnya. Sehingga konservasi air menjadi salah satu cara untuk mencegah karhutla di lahan-lahan tersebut. Upaya pencegahan harus dilakukan karena sulitnya proses pemadaman, bahkan dia kurang yakin apakah bom air dapat efektif memadamkan api jika terjadi kebakaran di lahan lebih dari 5 hektare, karena jumlah volume air yang dibutuhkan besar.

"Memang saya lebih cenderung ke pemadaman awal ketika ada hotspot (titik panas) itu sangat penting. Jadi artinya, ini semua dukungan dana yang harus disiapkan di lokal itu, sebabnya saya lebih menekankan agar sudah ada dana khusus untuk pencegahan," kata dia. Dana pencegahan itu bisa dikeluarkan untuk pengadaan air dan pembuatan sekat kanal serta sumur bor. Langkah-langkah itu perlu dilakukan sebagai bentuk pencegahan bukan penanggulangan dimana sudah terjadi karhutla. Dia juga memperingatkan adanya kebutuhan masker yang meningkat jika karhutla tetap terjadi di tengah pandemi Covid-19.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat